Mohon tunggu...
Alzian Virgiawan
Alzian Virgiawan Mohon Tunggu... -

hanya mencoba bermain kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ganja Obat Flu Burung dan Flu Babi?

3 Maret 2012   18:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:33 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mengobati Flu Babi dan Flu Burung dengan Regulasi Respon Inflamasi. Oleh Robert Melamede, PhD, CSI (Chief Science Officer)

Masalah yang muncul dengan pendekatan terkini dalam mengalahkan Flu Babi adalah kita tidak bisa mengalahkan virusnya karena mereka terlalu canggih dalam bermutasi. Menggunakan sasaran antigenik yang berbeda untuk membuat vaksin yang lebih universal dan efektif di masa depan mungkin bisa berhasil, tetapi kita butuh sesuatu sekarang untuk mempertahankan diri dari serangan Flu Babi. Kami mempercayai solusinya adalah dengan merubah bagaimana tubuh kita berhadapan dengan virus. Penemuan terbaru mengenai fungsi anti-inflamasi dari zat cannabinoid bisa memberikan kita obat baru yang bisa mengubah bagaimana tubuh merespon virus-virus ini dan memberikan pengobatan yang efektif dan tidak beracun. Makalah ini menyajikan sebuah teori, dengan referensi peer reviewed yang mendukung penggunaan cannabinoid untuk mencegah kematian akibat infeksi Flu Babi. Bila bahaya yang ditimbulkan oleh Flu Babi saat ini bisa juga diatributkan pada ARDS (sindrom gangguan pernafasan dewasa), maka proposal kami dapat mencakup juga permasalahan tersebut.

1.0 Pengantar : Sistem Endocannabinoid

Konsep mengenai termodinamika yang jauh dari keseimbangan yang telah dirintis oleh penerima nobel, Ilya Prigogine, menyediakan penjelasan fisik dari seluruh proses biologis [1,2]. Sebuah karakteristik internal yang muncul, dan meliputi seluruh tingkat organisasi kehidupan, adalah osilasi dari fenomena biokimia yang saling bertentangan, yang sering juga dihubungkan dengan proses inflamasi dan anti-inflamasi. Dengan cara yang sama ketika suhu di dalam rumah bervariasi disekitar kumpulan titik-titik tertentu yang ditentukan dengan thermostat, interaksi antar reaksi yang tak terhingga dalam biokimia manusia berosilasi atau “bergetar” di sekitar kumpulan titik tertentu yang meningkatkan atau menurunkan respon inflamasi dan produksi radikal bebas terkait [3]. Evolusi telah memilih sistem endocannabinoid sebagai pengatur yang penting akan jalur biokimia dari inflamasi [4].

Intinya, inflamasi menghasilkan radikal bebas yang bisa dianggap sebagai friksi biokimia, dan endocannabinoid dianggap sebagai ‘minyak’ kehidupan [5] yang fungsinya mengurangi friksi (gesekan) ini. Dari perspektif ini, mudah untuk dimengerti kenapa system endocannabinoid mempunyai aktifitas yang mendukung kehidupan [6], dan kenapa fitocannabinoid (cannabinoid yang berasal dari tanaman - Ganja.red), dengan fungsi yang mampu menyerupai endocannabinoid, memiliki efek pengobatan terhadap berbagai macam jenis penyakit, termasuk jantung dan pernafasan [7,8], neurologis [9,10], imunologis [11-14], tulang [15-16], berbagai penyakit dan kanker [17-24].

Faktanya bahkan mereka tampak berfungsi sebagai senyawa anti-penuaan, sebagaimana telah terindikasi dari pengamatan meningkatnya rentang umur ketika tikus diberikan THC dalam periode waktu yang panjang [25]. Secara kontras, tikus knock-out (rekayasa genetik) yang kekurangan reseptor CB1 mati dengan prematur dan tikus knock-out yang kekurangan CB2 tampak memiliki berbagai fenotipe negatif yang berhubungan dengan sistem kekebalan, sistem kardiocaskular, sistem syaraf, sistem pencernaan dan sistem reproduksi [26-29].

Flu burung adalah salah satu penyakit virus paling bahaya yang mengancam manusia saat ini. Virus influenza telah membunuh jutaan manusia di seluruh dunia. Bagian berikut mengenai flu burung adalah sintesis logika dari pengetahuan yang ada saat ini yang secara dramatis menunjukkan bagaimana pentingnya riset tentang ganja bagi manusia, dan kenapa kami telah memilih influenza sebagai fokus awal dari usaha penelitian kami. Kami merasa bahwa bukti di bawah cukup untuk mendukung kemungkinan bahwa cannabinoids dapat menyelamatkan jutaan manusia yang seharusnya hilang karena infeksi influenza dan HIV, dan adalah immoral serta tidak bertanggung-jawab bila tidak ada usaha untuk menentukan apakah hipotesis kami benar.

1.0 Sebuah penjelasan singkat mengenai sistem kekebalan tubuh

Dalam rangka mengapresiasi hipotesa mengenai kemungkinan menyelamatkan manusia yang ditawarkan oleh cannabinoid dengan mengacu pada flu burung dan HIV, sebuah pemahaman terbatas mengenai bagaimana sistem kekebalan tubuh bekerja adalah penting. Pada waktu infeksi bermula, agen infeksi dan jaringan yang rusak pada ‘inang’ (penderita) mengeluarkan sinyal kimia yang berfungsi sebagai penanda agar neutrofil, tentara terdepan dari sistem kekebalan tubuh dapat menemukan jalannya menuju patogen yang menyerang. Sel darah putih khusus ini membawa bersama mereka kumpulan senjata biokimia yang dahsyat termasuk reseptor khusus (TLR), dikenal sebagai reseptor ´toll´ yang dapat mengenali pola molekular dari berbagai patogen (mikroba dan molekul sumber penyakit). TLR yang terikat mengaktifkan neutrofil untuk menghasilkan kimia bakterisida yang tinggi sifat inflamasi-nya seperti hidrogen peroksida dan sodium perklorat.

Sebagai tambahan, neutrofil ‘memfagositosis’ (memakan) penyerang. Sel-sel Neutrofil biasanya mati muda, hanya bertahan beberapa hari. Sisa-sisa bangkai neutrofil di ‘medan perang’ kemudian dibersihkan oleh sel fagositosis yang datang berikutnya, yaitu sel-sel monosit dan makrofage. Proses imunitas ini kemudian dideskripsikan sebagai sistem kekebalan alami tubuh. Kita mewarisinya dan dilahirkan dengan keadaan sistem ini berfungsi dengan baik. Tingginya tingkat radikal bebas dan agen-agen sitotoksin yang dihasilkan oleh respon kekebalan alamiah menghasilkan banyak kerusakan di sekitar (sel-sel yang sehat). Untuk memperbaiki masalah kerusakan ini, evolusi telah memilih proses kekebalan yang lebih sedikit menghasilkan inflamasi, dan lebih terarah pada sasaran yang disebut dengan (acquired response).

Respon kekebalan yang diperoleh mengambil sisa dari pathogen yang difagositosis (dimakan) kemudian menempelkan mereka pada permukaan dari sel fagositosis untuk menghasilkan respon khusus lewat kolaborasi kerja dari sel T dan sel B yang secara ideal berfungsi membunuh pathogen dan sel yang terinfeksi patogen dengan respon yang lebih terarah lagi dan lebih sedikit lagi menghasilkan inflamasi yang diarahkan oleh reseptor dari sel B dan sel T.

1.1 Patologi yang terkait dengan respon inflamasi yang berlebihan

Saat ini, banyak orang di negara-negara dunia pertama mati karena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan umur [30]. Seratus tahun yang lalu, orang-orang dari negara yang sama kebanyakan mati karena penyakit menular. Pasukan pendukung inflamasi dari sistem kekebalan tubuh manusia telah memainkan peran yang penting dalam melawan banyak penyakit menular. Bagaimanapun, respon inflamasi dan produksi radikal bebas yang berkaitan tampak terpusat pada penyakit yang berhubungan dengan penuaan termasuk gangguan neurologis, penyakit kardiovaskular, penyakit kekebalan dan kanker 31.

Manusia telah mengubah dunia tempat kita tinggal dalam hal – yang sampai saat ini – telah banyak meningkatkan rentang umur kita. Perbaikan pada kesehatan masyarakat, sebagai contoh, telah secara dramatis meningkatkan jumlah populasi manusia. Bagaimanapun, perubahan ini telah terjadi dengan terlalu cepat bagi evolusi sistem kekebalan kita untuk mengikuti langkah berubahnya tuntutan lingkungan. Kita hidup lebih bersih saat ini, dan secara umum membutuhkan tingkat inflamasi yang lebih rendah untuk menangani kebanyakan masalah infeksi. Karena sistem endocannabinoid memainkan peran yang penting dalam meningkatkan aktifitas(up-regulating) dari pasukan anti-inflamasi sistem kekebalan tubuh, fitocannabinoid (dihasilkan satu-satunya oleh tanaman ganja) bisa berperan sebagai faktor alamiah yang membawa sistem kekebalan tubuh manusia menjadi ´up-to-date´ (menyesuaikan kondisi terkini) dengan mengurangi tingkat inflamasi yang disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh manusia sendiri, dengan kata lain mengatur ulang thermostat inflamasi.

Adalah penting untuk mengingat bahwa infeksi yang berbeda memicu jenis respon kekebalan yang berbeda. Sedang terjadi pertempuran evolusioner antara sistem kekebalan tubuh kita dengan pathogen. Sementara banyak penyakit yang ditimbulkan oleh aktifitas inflamasi berlebihan dari respon kekebalan tubuh, respon seperti ini masih dibutuhkan untuk mengontrol infeksi dari tuberculosis, legionella penumophila dan Leishmania. Penggunaan ganja bagi jenis-jenis infeksi ini dapat berakibat mematikan seperti yang diindikasikan dari penelitian pada binatang [32], karena beberapa jenis infeksi benar-benar membutuhkan respon yang meningkatkan inflamasi untuk meningkatkan kesempatan bertahan hidup mereka seperti yang ditunjukkan dari studi terakhir berupa kasus dengan HIV.

2.2 Avian Influenza (Flu Burung)

Permasalahan :

Flu Burung adalah salah satu penyakit karena virus paling berbahaya yang mengancam umat manusia saat ini [33]. Sumber ketakutan utama adalah virus yang bermutasi dapat memiliki kemampuan untuk berpindah tidak hanya dari burung liar kepada burung piaraan lalu kepada manusia, namun juga berpindah dari manusia ke manusia [34] dan menyebabkan pandemic global. Orang-orang Amerika Utara menjadi rawan terhadap ancaman ini sebagai akibat dari rute migrasi melewati Kanada yang banyak diambil oleh banyak burung liar [35].

Bahaya ini masih mengalahkan peristiwa meledaknya flu burung akhir-akhir ini di peternakan Kalkun di Kanada yang menyebabkan matinya ribuan ekor burung [36]. Wartawan Kanada melaporkan bahwa fasilitas Baxter’s International European di Austria dengan tidak sengaja menyediakan material yang telah tercemar dengan jenis virus influenza yang mematikan, H5N1, kepada perusahaan riset yang kemudian mengirimkan contohnya ke negara-negara Eropa [37]. Ketika sampelnya disuntikkan kepada hewan, kematian yang tidak terduga memicu penyelidikan yang mengidentifikasi jenis virus mematikan ini sebagai penyebab masalahnya.

Kesalahan ini dapat dengan mudah menyebabkan pandemik yang membunuh jutaan manusia. Tingkat ancaman yang ditimbulkan oleh flu burung kepada spesies manusia kemudian ditekankan kembali oleh studi yang menunjukkan peningkatan tak terduga dalam resistansi kepada pengobatan antivirus yang sedang digunakan [33]. Flu burung, bila dapat bermutasi sampai bisa menginfeksi manusia dengan efektif, dapat membunuh jutaan manusia dalam satu musim.

Solusinya :

Bahaya kematian yang diakibatkan oleh infeksi flu burung pada manusia sangatlah tinggi (63%) [38]. Berdasarkan studi pada binatang, tampak bahwa flu burung memicu respon yang meningkatkan inflasi (pro-inflammatory) yang berlipat-lipat lebih besar daripada yang disebabkan oleh infeksi jenis virus influenza lain baik pada paru-paru [39] maupun pada otak [40]. Respon imunitas (kekebalan) pro-inflamasi yang jelas-jelas berlebihan mengakibatkan perkembangan yang mematikan dari adult respiratory disease syndrome (ADRS) atau di Indonesia dikenal dengan SARS (Severe Adult respitatory Syndrome) atau Sindrom Pernafasan Akut Dewasa dan juga sekaligus kegagalan berbagai organ [41]. Kami membuat hipotesis bahwa down-regulasi yang menyelamatkan nyawa dari tingginya respon inflamasi terhadap flu burung dapat dicapai dengan memakan secara oral dosis fitocannabinoid yang tepat tanpa mengganggu kontrol imun terhadap virus (mengeset ulang thermostat inflamasi). Menghisap atau menguapkan ganja tidak dapat bekerja, dan justru membuat keadaan bertambah buruk karena menambah kadar inflamasi tambahan pada paru-paru.

Pada umumnya terdapat dua tahapan dalam respon imunitas yang manapun. Pertama-tama, pasukan alami dari sistem imunitas tubuh merespon dengan memulai inflamasi akut dan pembunuhan sel-sel oleh radikal bebas. Respon umum ini kemudian berkurang seiring dengan acquired immune yang lebih terarah mulai bekerja. Respon imunitas yang berhasil dicirikan dengan kontrol terhadap infeksi dalam hal berkurangnya bahaya bagi organisme yang terinfeksi. Tujuan ini sulit dan kompleks untuk dicapai. Baik faktor lingkungan maupun genetika, serta kesempatan juga menentukan hasil dari infeksi yang terjadi.

Fungsi yang dilakukan oleh sel-sel kekebalan tubuh alamiah sangat tergantung pada inflamasi, dan sebagai konsekuensi-nya menghasilkan kerusakan sampingan pada jaringan-jaringan di sekitar. Neutrofil, monosit dan makrofage adalah sel ‘migratoris’ yang berpindah ke lokasi infeksi dan memulai respon kekebalan alamiah. Pada akhirnya, sel-sel dari jenis-jenis yang sama ini juga bertanggung jawab atas transisi ke acquired response sebagai hasil dari kehadiran dan antigen uptake. Pemikiran saat ini menyebutkan bahwa sel monosit melepaskan protein pengikat, MCL-1, yang menempel pada reseptor chemokine CCR2 pada sel dendritik baru yang menghasilkan TNF dan iNOS (Tip) [42], dimana pada saat infeksi tingkat lanjut memicu [43].

Ada banyak studi yang menunjukkan kapasitas cannabinoid untuk mengurangi serangan respon kekebalan yang pro-inflamasi. Perpindahan neutrofil [44] dan monosit dinhibisi (dihambat) dengan mengaktifkan reseptor CB2 [45]. Dalam langkah yang serupa, cannabinoid mengurangi respon terhadap chemokynes yang pro-inflamasi dan cytokines [46] termasuk TNF [47-49]. Sangat relevan dengan proposal kami, efek dari THC pada inflamasi yang disebabkan oleh influenza telah diteliti [50,51]. Studi ini menunjukkan kalau THC bisa mencegah kematian sel-sel epitelial paru-paru akibat influenza walaupun ada peningkatan dalam serangan virus.

Dalam rangka mengapresiasi signifikansi dari penemuan ini, model termostat bisa membantu. Termostat inflamasi dari Homo Sapiens diatur pada ratusan juta tahun yang lalu. Manusia telah menjalani kehidupan yang kotor dan singkat. Respon inflamasi yang kuat menjadi sangat penting. Pada beberapa kesempatan, seperti yang terjadi dengan infeksi influenza di dunia modern yang lebih bersih, termostat inflamasi mungkin diatur terlalu tinggi. Sebagai akibatnya, daripada melindungi kita, sistem kekebalan tubuh kita malah membunuh kita sendiri.

Biologi tidak pernah sederhana. Virus influenza sendiri bersifat cytolitic dan karenanya destruktif terhadap sel-sel epitelial, dan pertahanan kita juga rumit [52]. Pertanyaan kemudian menjadi, apa yang membunuh pertama? virus atau sistem kekebalan tubuh? Jawaban yang mungkin, tetapi kompleks adalah bahwa hasilnya akan tergantung pada keseimbangan biokimia yang idiosinkratik (unik pada masing-masing manusia) dari seorang individu, paparannya pada masa lalu, serta rumus genetik mereka.

Studi Kasus

Hal yang penting adalah bagaimana dialog yang kompleks antara agen infeksi dan organisme yang terinfeksi meningkatkan kemungkinan bertahan hidup atau mati. Bisakah seorang individu mengurangi inflamasi dan konsekuensi mematikannya sementara masih mengontrol infeksi virus? Kami memiliki jawaban yang terbatas namun signifikan. Steve Kubby memiliki pheochromocytoma yang telah bermetastasis dan tidak dapat dioperasi. Ia adalah survivor jangka panjang satu-satunya dari penyakit ini, telah mengidapnya selama 35 tahun. Pengobatan satu-satunya adalah ganja. Akhir-akhir ini, ia terkena kasus influenza umum yang serius, ia mengobati dirinya sendiri dengan lozenges berisi ekstrak ganja daripada menghisapnya dengan dibakar. Gejalanya menjadi lebih ringan daripada yang biasa terjadi ketika ia mendapat flu dan merokok ganja di masa lalu. Menurunkan inflamasi yang diatur oleh kekebalan tubuh tidak membahayakan dirinya dan faktanya malah terlihat bermanfaat.

Saat ini penting untuk menentukan apakah lozenges kami efektif dalam mengurangi kematian akibat flu burung. Kami merasa pekerjaan ini sangatlah penting karena orang-orang terus-menerus muncul dengan varian baru dari virus influenza, seperti jenis virus flu burung dan flu babi yang saat ini sedang mengancam manusia. Karena keragaman intrinsik tingkat tinggi yang dimiliki oleh virus influenza, hanya masalah waktu sebelum permasalahan ini menjadi semakin serius. Kami berharap dapat menyediakan solusi yang aman, efektif dan murah terhadap ancaman ini, yang secara literal dapat membunuh jutaan manusia. Sangat penting untuk memulai pekerjaan ini secepat mungkin. Ketika “Flu Spanyol” (Spanish Flu) meledak pada tahun 1918, lebih banyak orang meninggal karenanya daripada perang dunia pertama.

Jurnal:

1. Nicolis, G. & Prigogine, I. Exploring Complexity: An Introduction (W.H. Freeman & Company, 1989).

2. Melamede, R. J. Dissipative Structures and the Origins of Life. Interjournal Complex Systems 601 (2006).

3. Melamede, R. Harm reduction--the cannabis paradox. Harm Reduct J 2, 17 (2005).

4. Burstein, S. H. & Zurier, R. B. Cannabinoids, Endocannabinoids, and Related Analogs in Inflammation. AAPS J (2009).

5. Melamede, R. J. Endocannabinoids: Multi-scaled, Global Homeostatic Regulators of Cells and Society. Interjournal Complex Systems 1669 (2006).

6. Zimmer, A., Zimmer, A. M., Hohmann, A. G., Herkenham, M. & Bonner, T. I. Increased mortality, hypoactivity, and hypoalgesia in cannabinoid CB1 receptor knockout mice. Proc. Natl. Acad. Sci. U S A 96, 5780-5785 (1999).

7. Mach, F. & Steffens, S. The role of the endocannabinoid system in atherosclerosis. J. Neuroendocrinol. 20 Suppl 1, 53-57 (2008).

8. Pacher, P. & Hasko, G. Endocannabinoids and cannabinoid receptors in ischaemia-reperfusion injury and preconditioning. Br. J. Pharmacol. (2008).

9. Hosking, R. D. & Zajicek, J. P. Therapeutic potential of cannabis in pain medicine. Br J Anaesth (2008).

10. Rog, D. J., Nurmikko, T. J. & Young, C. A. Oromucosal delta9-tetrahydrocannabinol/cannabidiol for neuropathic pain associated with multiple sclerosis: an uncontrolled, open-label, 2-year extension trial. Clin Ther 29, 2068-2079 (2007).

11. Cabral, G. A., Raborn, E. S., Griffin, L., Dennis, J. & Marciano-Cabral, F. CB(2) receptors in the brain: role in central immune function. Br. J. Pharmacol. (2007).

12. Eisenstein, T. K., Meissler, J. J., Wilson, Q., Gaughan, J. P. & Adler, M. W. Anandamide and Delta(9)­tetrahydrocannabinol directly inhibit cells of the immune system via CB(2) receptors. J. Neuroimmunol. (2007).

13. Klein, T. W. & Cabral, G. A. Cannabinoid-induced immune suppression and modulation of antigen-presenting cells. J Neuroimmune Pharmacol 1, 50-64 (2006).

14. Verhoeckx, K. C. et al. Unheated Cannabis sativa extracts and its major compound THC-acid have potential immuno-modulating properties not mediated by CB1 and CB2 receptor coupled pathways. Int Immunopharmacol 6, 656-665 (2006).

15. Ofek, O. et al. Peripheral cannabinoid receptor, CB2, regulates bone mass. Proc. Natl. Acad. Sci. U S A 103, 696-701 (2006).

16. Idris, A. I. et al. Regulation of bone mass, bone loss and osteoclast activity by cannabinoid receptors. Nat. Med. 11, 774-779 (2005).

17. Blazquez, C. et al. Cannabinoids inhibit glioma cell invasion by down-regulating matrix metalloproteinase-2 expression. Cancer Res. 68, 1945-1952 (2008).

18. Widmer, M., Hanemann, O. & Zajicek, J. High concentrations of cannabinoids activate apoptosis in human U373MG glioma cells. J. Neurosci. Res. (2008).

19. Ramer, R. & Hinz, B. Inhibition of cancer cell invasion by cannabinoids via increased expression of tissue inhibitor of matrix metalloproteinases-1. J. Natl. Cancer Inst. 100, 59-69 (2008).

20. Preet, A., Ganju, R. K. & Groopman, J. E. Delta(9)-Tetrahydrocannabinol inhibits epithelial growth factor-induced lung cancer cell migration in vitro as well as its growth and metastasis in vivo. Oncogene (2007).

21. Velasco, G. et al. Cannabinoids and gliomas. Mol. Neurobiol. 36, 60-67 (2007).

22. Ligresti, A. et al. Antitumor activity of plant cannabinoids with emphasis on the effect of cannabidiol on human breast carcinoma. J Pharmacol Exp Ther 318, 1375-1387 (2006).

23. Guzman, M. et al. A pilot clinical study of Delta(9)-tetrahydrocannabinol in patients with recurrent glioblastoma multiforme. Br. J. Cancer (2006).

24. Caffarel, M. M., Sarrio, D., Palacios, J., Guzman, M. & Sanchez, C. Delta}9-Tetrahydrocannabinol Inhibits Cell Cycle Progression in Human Breast Cancer Cells through Cdc2 Regulation. Cancer Res. 66, 6615-6621 (2006).

25. NIH. NTP Toxicology and Carcinogenesis Studies of 1-Trans-Delta(9)-Tetrahydrocannabinol (CAS No. 1972-08-3) in F344 Rats and B6C3F1 Mice (Gavage Studies). Natl Toxicol Program Tech Rep Ser S 446, 1­317 (1996).

26. Buckley, N. E. et al. Immunomodulation by cannabinoids is absent in mice deficient for the cannabinoid CB(2) receptor. Eur. J. Pharmacol. 396, 141-149 (2000).

27. Kunos, G. & Batkai, S. Novel physiologic functions of endocannabinoids as revealed through the use of mutant mice. Neurochem Res 26, 1015-1021 (2001).

28. Buckley, N. E. The Peripheral Cannabinoid Receptor Knockout Mice: an Update. Br. J. Pharmacol. 153, 309-318 (2008).

29. Springs, A. E., Karmaus, P. W., Crawford, R. B., Kaplan, B. L. & Kaminski, N. E. Effects of targeted deletion of cannabinoid receptors CB1 and CB2 on immune competence and sensitivity to immune modulation by {Delta}9-tetrahydrocannabinol. J. Leukoc. Biol. (2008).

30. Walczak, J. S., Price, T. J. & Cervero, F. Cannabinoid CB(1) receptors are expressed in the mouse urinary bladder and their activation modulates afferent bladder activity. Neuroscience 159, 1154-1163 (2009).

31. Balaban, R. S., Nemoto, S. & Finkel, T. Mitochondria, oxidants, and aging. Cell 120, 483-495 (2005).

32. Newton, C. A., Klein, T. W. & Friedman, H. Secondary immunity to Legionella pneumophila and Th1 activity are suppressed by delta-9-tetrahydrocannabinol injection. Infect. Immun. 62, 4015-4020 (1994).

33. Khanna, M., Kumar, P., Choudhary, K., Kumar, B. & Vijayan, V. K. Emerging influenza virus: a global threat. J Biosci 33, 475-482 (2008).

34. Jeong, O. M. et al. Experimental infection of chickens, ducks and quails with the highly pathogenic H5N1 avian influenza virus. J Vet Sci 10, 53-60 (2009).

35. Anekonda, T. S. & Adamus, G. Resveratrol prevents antibody-induced apoptotic death of retinal cells through upregulation of Sirt1 and Ku70. BMC Res Notes 1, 122 (2008).

36. Times, A. Two more farms under quarantine. (2009).

37. D., Z. Vaccine maker's snafu sparks pandemic scare. World Net Daily (2009).

38. Baskin, C. R. et al. Early and sustained innate immune response defines pathology and death in nonhuman primates infected by highly pathogenic influenza virus. Proc. Natl. Acad. Sci. U S A 106, 3455­3460 (2009).

39. Chan, M. C. et al. Proinflammatory cytokine responses induced by influenza A (H5N1) viruses in primary human alveolar and bronchial epithelial cells. Respir Res 6, 135 (2005).

40. Korteweg, C. & Gu, J. Pathology, molecular biology, and pathogenesis of avian influenza A (H5N1) infection in humans. Am. J. Pathol. 172, 1155-1170 (2008).

41. To, K. F. et al. Pathology of fatal human infection associated with avian influenza A H5N1 virus. J. Med. Virol. 63, 242-246 (2001).

42. Aldridge, J. R. J. et al. TNF/iNOS-producing dendritic cells are the necessary evil of lethal influenza virus infection. Proc. Natl. Acad. Sci. U S A 106, 5306-5311 (2009).

43. Pamer, E. G. Tipping the balance in favor of protective immunity during influenza virus infection. Proc. Natl. Acad. Sci. U S A 106, 4961-4962 (2009).

44. McHugh, D., Tanner, C., Mechoulam, R., Pertwee, R. G. & Ross, R. A. Inhibition of human neutrophil chemotaxis by endogenous cannabinoids and phytocannabinoids: evidence for a site distinct from CB1 and CB2. Mol. Pharmacol. 73, 441-450 (2008).

45. Montecucco, F., Burger, F., Mach, F. & Steffens, S. The CB2 cannabinoid receptor agonist JWH-015 modulates human monocyte migration through defined intracellular signaling pathways. Am J Physiol Heart Circ Physiol (2008).

46. Di Filippo, C., Rossi, F., Rossi, S. & D'Amico, M. Cannabinoid CB2 receptor activation reduces mouse myocardial ischemia-reperfusion injury: involvement of cytokine/chemokines and PMN. J. Leukoc. Biol. 75, 453-459 (2004).

47. Rajesh, M. et al. CB(2) cannabinoid receptor agonists attenuate TNF-alpha-induced human vascular smooth muscle cell proliferation and migration. Br. J. Pharmacol. (2007).

48. Rajesh, M. et al. Cannabinoid-2 receptor stimulation attenuates TNF{alpha}-induced human endothelial cell activation, transendothelial migration of monocytes, and monocyte-endothelial adhesion. Am J Physiol Heart Circ Physiol (2007).

49. Facchinetti, F., Del Giudice, E., Furegato, S., Passarotto, M. & Leon, A. Cannabinoids ablate release of TNFalpha in rat microglial cells stimulated with lypopolysaccharide. Glia 41, 161-168 (2003).

50. Buchweitz, J. P., Karmaus, P. W., Williams, K. J., Harkema, J. R. & Kaminski, N. E. Targeted deletion of cannabinoid receptors CB1 and CB2 produced enhanced inflammatory responses to influenza A/PR/8/34 in the absence and presence of {Delta}9-tetrahydrocannabinol. J. Leukoc. Biol. (2007).

51. Buchweitz, J. P., Karmaus, P. W., Harkema, J. R., Williams, K. J. & Kaminski, N. E. Modulation Of Airway Responses To Influenza A/PR/8/34 By Delta-9-Tetrahydrocannabinol In C57BL/6 Mice. J Pharmacol Exp Ther (2007).

52. Topham, D. J., Tripp, R. A. & Doherty, P. C. CD8+ T cells clear influenza virus by perforin or Fas­dependent processes. J. Immunol. 159, 5197-5200 (1997).

dirangkum oleh: Awe

alzian@legalisasiganja.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun