Istilah "kampus/universitas hijau" diakui secara global untuk semua jenis kegiatan dalam visi "pembangunan berkelanjutan". Kampus hijau adalah kampus yang berkomitmen, proaktif dan terdidik untuk menciptakan kampus ekologi (fisik, sosial, budaya, dll) secara berkelanjutan.
Di lingkungan pendidikan tinggi, masyarakat sudah mulai menyadari bahwa manusia memiliki dampak yang besar terhadap kerusakan lingkungan dan ekosistem, sejak tahun 1990-an. Munculnya berbagai isu global lingkungan mempengaruhi kehidupan kampus. Seperti perubahan iklim; pencemaran air, udara dan tanah; krisis air, energi, dan sumber daya alam; dan pengurangan kawasan hijau. Oleh karena itu, kampus diharapkan menjadi agen perubahan yang berperan dalam menciptakan kawasan yang nyaman, bersih, teduh (hijau), asri dan sehat.Â
Walisongo Eco Green Campus adalah kampus yang berkomitmen kuat untuk membangun budaya hemat energi, hemat sumber daya dan perbaikan lingkungan, pendidikan untuk menciptakan gaya hidup sehat dan lingkungan belajar yang kondusif secara berkelanjutan.
Parameter kampus hijau ada enam kriteria dan 39 indikator, yaitu lingkungan dan infrastruktur kampus, energi dan perubahan iklim, limbah, air, transportasi, serta pendidikan dan penelitian.Â
 1. Sarana dan Prasarana: diukur dengan meningkatkan pemanfaatan kawasan kampus dengan alokasi anggaran untuk penghijauan, pelestarian lingkungan dan pembangunan kampus yang berkelanjutan.Â
 2. Energi dan perubahan iklim: diukur dengan penggunaan alat/teknologi hemat energi dan pengembangan energi terbarukan.Â
 3. Limbah: Diukur dengan ketersediaan berbagai program dan teknologi pengelolaan limbah.Â
 4. Air: Diukur dengan upaya mengurangi penggunaan air, meningkatkan program konservasi air dan melindungi kelestarian habitat.Â
 5. Lalu lintas: diukur dengan adanya kebijakan lalu lintas ramah lingkungan dan perangkat yang mengurangi jumlah kendaraan pribadi dan pejalan kaki.Â
 6. Pendidikan dan Penelitian: Diukur dengan jumlah dan kontribusi kursus, studi, publikasi, situs web dan laporan yang terkait dengan kampus hijau dan pembangunan berkelanjutan.
Dari 6 parameter tersebut Walisongo Eco Green Campus sudah memenuhi standar, namun ada masalah yang harus di perhatikan secara serius yaitu masalah sampah. Sampah merupakan permasalahan yang terjadi hampir di semua kota di Indonesia. Setiap harinya, penduduk Di Indonesia memproduksi sampah, baik kegiatan domestik maupun non domestik. Di Kota Semarang, permasalahan sampah ini juga terjadi, termasuk di kampus UIN WALISONGO.Â
Study from home atau pembelajaran yang dilakukan secara daring, talah dilakukan oleh UIN Walisongo Semarang sebagai akibat munculnya Covid-19 di awal tahun 2020. Namun, pada tengah tahun 2022 atau pada semester ganjil kondisi Covid - 19 perlahan mulai turun, kasus penurunan tersebut menjadikan banyak perkuliahan tinggi negeri maupun swasta melaksanakan perkuliahan ofline setelah 2 tahun lebih melakukan perkuliahan secara online.Â
Sistem perkuliahan secara offline menjadikan mahasiswa di haruskan datang ke kampus untuk mengikuti kegiatan perkuliahan. Termasuk UIN Walisongo Semarang sudah melaksanakan perkuliahan secara ofline, hal itu mengakibatkan beberapa ruang kelas menjadi kotor, seperti halnya di gedung ISDB FST, banyak sekali sampah yang tertinggal di dalam loker meja ruang kelas, sampah yang tertinggal biasanya berpa sampah plastik bekas makanan, dan sampah kertas. Untuk ruang kelas yang sering di gunakan seperti ruang kelas 2.2, 3.11 menjadikan dua kelas tersebut sangat kotor.Â
Gambar  kondisi loker meja ISDB FST kelas 3.11
Nyatanya kebersihan lingkungan kampus tidak hanya menjadi tanggung jawab rektor, dekan, dosen, bahkan pegawai kampus pegawai, tanggung jawab tersebut merupakan milik seluruh warga kampus, dikarenakan kebersihan sebagian dari iman. Namun banyak mahasiswa yang malas hanya sekedar membuang sampah.Â
Tempat sampah adalah tempat di mana sampah disimpan sementara, biasanya terbuat dari logam atau plastik. Di dalam ruangan, tempat sampah biasanya disimpan di dapur untuk membuang barang-barang dapur lainnya seperti kulit buah atau botol. Tempat sampah yang di gunakan UIN WALISONGO sudah sesuai dengan tempat sampah yang benar yaitu tempat sampah pemilahan.Â
Tetapi, tempat sampah yang baik tersebut hanya terdapat di beberapa tempat seperti pada lobi lantai satu gedung ISDB FST, kemudian pada lantai 2 sebelah kamar mandi. Kebanyakan tempat sampah di gedung ISDB FST hanya sebuah tempat sampah berukuran 50liter berwarna biru, yang tidak ada sistem pemilahan sampah, mengakibatkan semua sampah baik sampah organik, non organik, kaca, kertas, dll, banyak tertumpuk di dalam, untuk letak tempat sampah tersebut pun sangan jauh, 6 ruangan hanya terdapat 1 tempat sampah merupakan salah satu faktor malasnya mahasiswa untuk membuang sampah pada tempatnya.
Maka dari itu mahasiswa dapat menerapkan sistem "Lihat sampah ambil, buang pada tempatnya", jika sistem tersebut dapat berjalan, maka masalah sampah yang terdapat pada gedung ISDB FST dapat di tangani secara tepat, kesadaran serta tanggung jawab akan kebersihan kampus yang dilakukan bersama dapat menjadikan kampus lebih sehat dan lebih nyaman. Ketika lingkungan nyaman pembelajaran dapat dilaksanakan secara baik.
UIN WALISONGO Semarang mempunyai bank sampah dengan tujuan pokok didirikannya Bank Sampah adalah agar dapat berkontribusi dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah di UIN Walisongo Semarang. Bank sampah ini dapat di lakukan secara ofline maupun dapat di akses secara online melewati aplikasi, hal ini dapat memudahkan seluruh warga perguruan tinggi, dan menjadikan perguruan tinggi UIN Walisongo Semarang menjadi green campus. Apa sih bank sampah itu?
Jatepankki dalam bahasa Estonia atau bank sampah dalam bahasa Indonesia adalah sistem pengelolaan sampah umum yang bekerja berdasarkan prinsip daur ulang. Cara ini dapat meningkatkan nilai ekonomis sampah kering. Pada saat yang sama, orang-orang yang menjadi nasabah bank juga menang. Tujuan pendirian bank bekas sebenarnya bukan bank bekas itu sendiri.Â
Bank sampah adalah strategi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat umum untuk "berteman" dengan sampah untuk mendapatkan keuntungan finansial langsung dari sampah.Â
Kesimpulan: Kampus hijau merupakan tanggung jawab seluruh warga kampus, kebersihan sebagian dari iman, lingkungan sehat menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih nyaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H