Mohon tunggu...
Nur Al Zahra
Nur Al Zahra Mohon Tunggu... Penulis - 📝

A Learner

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Nilai Strategis dan Ancaman Keamanan Selat Malaka

27 Oktober 2021   19:14 Diperbarui: 28 Oktober 2021   10:03 1056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by oceanweek.co.id

Selat Malaka merupakan perairan yang membentang sepanjang 500 mil (805 km), dengan lebar di sisi selatan 40 mil (65 km) dan melebar sepanjang kurang lebih 155 mil (250 km) di sisi utara. 

Mengutip dari The International Hydrographic Organization, letak Selat Malaka ini berbatasan dengan Pulau Sumatera dan Lem Voalan di bagian utara, di bagian timur ia berbatasan dengan Tanjung Piai di Malaysia dan Karimun, pantai Semenanjung Malaysia di bagian utara dan Tanjung Kedabu dan Karimun di bagian selatan. 

Dapat dilihat dari letak geografisnya bahwa Selat Malaka berada di bawah kedaulatan tiga negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia dan juga Singapura.

Tidak hanya menjadi tempat yang strategis bagi ketiga negara berdaulat tersebut, Selat Malaka juga menjadi gerbang utama bahkan disebut-sebut sebagai selat internasional yang menghubungkan negara-negara Timur Tengah, Afrika bahkan Eropa melalui Samudera Hindia dan Samudera Atlantik ke negara-negara Timur Jauh melalui Laut Cina Selatan dan Samudera Pasifik. 

Kehadiran Selat Malaka menjadikan ia sebagai rute perdagangan laut tersibuk pada posisi kedua setelah Selat Hormuz di Timur Tengah. Sebagai gerbang utama lalu lintas dunia, Selat Malaka dilewati 60.000 sampai 90.000 lebih kapal-kapal di setiap tahunnya. Kapal-kapal tersebut membawa barang dagang dunia, Liquefied Natural Gas (LNG) dunia, barel minyak sampai kebutuhan sehari-sehari.

Kesibukan di Selat Malaka terjadi tidak pada hari ini saja karena apabila kita melihat kembali dari sejarahnya, Selat Malaka telah menjadi jalur maritim yang vital sejak masa Kerajaan Sriwijaya. 

Selat ini pada saat itu menjadi pusat perekonomian bagi kerajaan-kerajaan di sekitarnya dilihat dari sejarah kejayaan ekonominya yang berkembang pesat sebab lokasinya yang sangat strategis. Selat Malaka kian bernilai strategis dengan meningkatnya kegiatan ekonomi di kawasan Asia-Pasifik pasca Perang Dingin.

Bagi Indonesia sendiri sebagai littoral state (negara pesisir), Selat Malaka menjadi bagian dari kepentingan negara secara ekonomi dan politik. Sebagaimana yang dicantumkan dala Konvensi PBB tentang hukum laut United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada tahun 1982 yang dirativikasi oleh Indonesia dengan UU RI Nomor 17 tahun 1985, Indonesia diakui dunia memiliki legalitas hukum terhadap wilayah teritorialnya, baik darat, laut dan udara di atasnya.

Seperti halnya pasar yang sibuk nan rawan akan copet, Selat Malaka sebagai jalur lalu lintas kapal dunia juga rawan akan ancaman keamanan

Ancaman keamanan yang dihadapi pun tidak hanya satu dimensi atau aktor saja, akan tetapi juga multidimensi, multifaktor dan melibatkan multiaktor. Bukan hanya bagi littoral states, user states atau negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang dan Tiongkok bahkan non-state actor pun menghadapinya. 

Ada beberapa ancaman yang dapat dijabarkan oleh penulis dalam artikel ini. Ancaman yang pertama adalah perompakan atau piracy dan perampokan bersenjata atau armed robbery dan terorisme yang bukan lagi menjadi masalah baru. 

Menurut laporan International Maritime Bureau (IMB), persentase kejadian perompakan di wilayah Laut Cina Selatan, Selat Malaka serta perairan Asia Timur kian meningkat. Tidak hanya itu, Selat Malaka juga dilaporkan sebagai wilayah dengan tingkat serangan terhadap kapal serta kekerasan maritim terbesar di dunia. 

Pada tahun 2005, tercatat sebanyak 40% kasus perompakan oleh International Maritime Organization (IMO) yang merugiikan ekonomi dunia sebesar kurang lebih USD 3 juta. Permasalahan yang terjadi di Selat Malaka tersebut disebabkan pengamanan laut oleh negara-negara pantai sekitar yang lemah.

Kejahatan-kejahatan laut tersebut tidak hanya dilakukan dengan kekerasan, akan tetapi juga didukung dengan senjata api modern dan teknologi yang canggih. Pelaku kejahatan laut mencuri isi kapal, mencuri kapal, menyandera, menculik bahkan membunuh awak kapal. 

Bukan hanya kapal-kapal kecil yang mereka serang, bahkan kapal-kapal bermuatan besar pun menjadi sasaran utama mereka. Kejahatan laut tentunya merugikan banyak sekali pihak, baik pihak-pihak yang melakukan transaksi di Selat Malaka juga keselamatan para pelaut yang kemudian dapat menyebabkan meningkatnya biaya asuransi, dibatasinya perdagangan bebas dan juga menimbulkan ketegangan antara user states dan littoral states.

Baik user states maupun littoral states, keduanya akan dirugikan akibat kejahatan-kejahatan laut yang terjadi di Selat Malaka ini. User states bisa saja kemudian terpaksa harus mengganti jalur laut alternatif yang jarak tempuhnya lebih jauh lagi. 

Apabila jarak tempuh semakin jauh, tentunya biaya operasional juga akan semakin naik yang kemudian mengakibatkan naiknya harga barang dan jasa. Hal tersebut dapat menimbulkan efek domino pada ekonomi. 

Begitupu dengan littoral states dengan kepentingan-kepentingannya sendiri. Indonesia dengan kepentingan legalitas kedaulatan dan pertahanan juga keamanan. 

Malaysia yang menjadikan Selat Malaka sebagai sumber pertumbuhan ekonomi negaranya. Selanjutnya Singapura yang diuntungkan oleh Selat Malaka yang mendorongnya sebagai pusat transportasi global.

Selat Malaka sebagai jalur maritim yang menjadi tempat lalu lalang banyak kapal dan tempat berbagai kepentingan negara-negara di belahan dunia perlu sangat diperhatikan akan keamanannya. 

Tindakan kejahatan yang terjadi di selat ini apabila tidak ditangani sesegera mungkin akan melahirkan masalah yang jauh lebih kompleks. Sebaiknya, Indonesia, Malaysia dan Singapura sebagai littoral states bertanggung jawab atas keamanan di Selat Malaka seperti menguatkan kembali kerja sama yang telah mereka sepakati pada tahun 2004 silam.

Referensi:

ICC-IMB Report. “Piracy and Armed Robbery Against Ships”, Annual Report 2003 dan Report 1 January 2004-30 Juni 2004.

Umaña, Felipe. “Threat Convergence Transnational Security Threats in the Strait of Malacca”, http://library.fundforpeace.org/library/ttcvr1213-threatconvergence-malaccastraits-08e.pdf, diakses pada 20 Oktober 2021.

Saeri, M. “Karakteristik dan Permasalahan Selat Malaka”, Jurnal Transnasional, Vol. 4, No. 2, (2013), 810.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun