Di pabrik tempe Ibu Cuci, Malabar, Kota BogorFenomena langkanya kedelai membuat para perajin tahu dan tempe di Pulau Jawa melakukan aksi mogok produksi selama tiga hari, Senin (21/2/2022) hingga Rabu (23/2/2022). Akibatnya, sejumlah konsumen mulai mengeluhkan tahu dan tempe yang menghilang dari sejumlah pasar akibat aksi mogok produksi tersebut. Langkanya keberadaan kedelai menjadikan harga tahu dan tempe di pasaran melambung tinggi.
Aksi mogok produksi bagi pabrik tahu dan tempe digagas oleh Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (KOPTI) yang berpusat di Jakarta. Rencana mogok produksi tahu tempe ini direncanakan oleh KOPTI dan para produsen tempe dengan tujuan agar konsumen tahu tempe mengetahui bahwa kelangkaan dan kenaikan harga tahu tempe disebabkan naiknya harga kedelai. Seluruh pabrik tahu dan tempe menerima selebaran yang berisi perintah untuk ikut serta dalam aksi tersebut. Pengurus KOPTI bahkan melakukan sweeping di setiap wilayah. Bagi pabrik tahu dan tempe yang ketahuan tetap melakukan produksi, maka akan diminta untuk berhenti dan tidak melanjutkan proses produksi tersebut.
Aksi mogok produksi juga dialami oleh salah satu pabrik tempe di daerah Malabar, Kota Bogor. Ibu Cuci, sang pemilik pabrik tempe membenarkan adanya aksi tersebut.
"Iya benar (aksi mogok produksi tersebut), kemarin sempet dapet selebaran dari KOPTI buat mogok produksi selama tiga hari, dari Senin sampai Rabu," ujar Ibu Cuci saat dijumpai di pabrik tempe miliknya, di Malabar, Minggu (27/2/2022).
Ibu Cuci mengatakan, awalnya hanya perajin tahu dan tempe di Jabodetabek dan Jawa Barat yang akan melakukan aksi mogok produksi. Hingga akhirnya, secara sukarela perajin di Banten, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur menyatakan ikut aksi mogok tersebut.
Ibu Cuci dan para pemilik pabrik tempe lainnya masih belum mengetahui persis apa yang menjadikan harga kedelai mendadak naik drastis. Mereka hanya mengikuti harga yang telah ditetapkan oleh importir kedelai.
"Saya juga nggak tau (naiknya harga kedelai) gara-gara apa, karena kedelai kan kita impor, jadi kalo harga naik yaudah ikutin aja harga dari produsen kedelainya," kata Ibu Cuci.
Sejak bulan Februari, harga kedelai terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini disampaikan oleh Ibu Cuci yang mengaku kenaikan harga kedelai mencapai 30%. Kenaikan harga tersebut bahkan masih terus berlanjut hingga sekarang. Sebelum adanya lonjakan, harga kedelai berkisar Rp9.000,00/kg, sedangkan saat ini harga kedelai bisa mencapai Rp12.000.00/kg dan masih terus mengalami kenaikan. Oleh karena itu, para produsen tempe menuntut pemerintah untuk menstabilkan harga kedelai di pasaran. Apabila tuntutan ini terpenuhi, maka produksi tahu dan tempe akan kembali dilanjutkan.
Pabrik tempe yang dikelola oleh Ibu Cuci dan suami setidaknya memesan satu ton kedelai dalam sekali pembelian. Satu ton kedelai tersebut biasanya habis dalam dua belas hari kerja proses pembuatan tempe. Jadi, kenaikan harga kedelai sangat terasa kenaikannya saat melalukan pembelian, terutama dalam sebulan terakhir.
"Kadang (harga kedelai) Rp12.100,00 (per kilo), kadang Rp12.200,00 (per kilo). Kemarin terakhir pesen masih Rp11.100,00 (per kilo), sekarang bisa-bisa Rp11.400,00 (per kilo). Pasti nanti pas mesen lagi udah Rp12.000,00 (per kilo)," kata Ibu Cuci.
Ibu Cuci tentunya merasa kebingungan dengan fenomena kelangkaan kedelai ini. Beliau mengaku tidak tega untuk menaikkan harga tempe, karena sebagian besar pelanggannya hanyalah pedagang di pasar tradisional, tukang sayur keliling, ataupun tetangga di sekitar tempat tinggalnya. Akhirnya Ibu Cuci mensiasati hal ini dengan cara mengurangi ukuran tempe yang ia jual.
"Nggak berani naikin harga (tempe), paling ukurannya aja dikecilin. Soalnya kasian tukang sayurnya, nanti jualnya gimana," tutur Ibu Cuci.
Para produsen tempe masih belum mengetahui di angka berapa harga kedelai akan berhenti. Pasalnya, harga kedelai belum kembali normal dan masih terus mengalami kenaikan hingga sekarang.
"Katanya masih naik lagi (harga kedelai), belum turun juga. Tapi saya juga kurang tau, soalnya belum pesen (kedelai) lagi. Kemarin ada tetangga yang pesen (kedelai) dan udah dateng, harganya Rp11.400,00 (per kilo), berarti masih naik terus kan," tutur Ibu Cuci.
Menurut Ibu Cuci, sejauh ini belum ada langkah dan solusi dari Dinas Pemerintah Kota Bogor terkait kelangkaan kedelai yang menyebabkan harga tempe menjadi ikut melonjak. Tentu saja masyarakat dan para produsen tempe berharap pemerintah segera memberikan solusi untuk hal ini, karena mereka merasa resah apabila tempe yang menjadi makanan sehari-hari harganya terus mengalami kenaikan.
Fenomena kelangkaan kedelai yang menyebabkan naiknya harga tempe juga pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya, bahkan hampir menjadi agenda rutin setiap tahunnya. Hal ini dituturkan oleh Ibu Cuci yang juga pernah mengalami aksi mogok produksi saat pergantian tahun 2021 lalu. Beliau mengatakan kenaikan harga yang terjadi tahun ini adalah yang paling parah.
"Taun sebelumnya pernah (terjadi kenaikan harga kedelai), tapi ini yang paling parah. Dulu (harga kedelai) naik tapi bisa turun lagi, kalo sekarang enggak, naik-naik terus malah. Waktu tahun baru 2021 juga pernah mogok (produksi) tiga hari. Jadi hampir setahun sekali,"
Harga tempe yang terus mengalami kenaikan tidak menjadikan masyarakat berhenti mengonsumsi tempe. Pasalnya, masih banyak masyarakat yang tetap membeli dan menjadikan tempe sebagai makanan sehari-hari di tengah naiknya harga pokok kedelai, namun tetap memaklumi dengan ukuran tempe yang sedikit mengecil.
"Pembeli masih tetep beli (tempe), paling cuma nanya harga doang. Diakalin kita sendiri aja dikecilin (ukuran tempe) atau gimana," tambahnya.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menduga, harga kedelai internasional mengalami kenaikan karena China memborong kedelai untuk mendukung reformasi peternakan babi di negaranya. Perombakan itu diperkirakan membutuhkan banyak pasokan kedelai sebagai salah satu bahan baku pakan ternak. Berhubung Indonesia bergantung 80-90% pasokan kedelai impor, tentu saja terkena imbasnya langsung. Terutama perajin tahu dan tempe di Tanah Air, yang membutuhkan sekitar 3 juta ton kedelai setiap tahunnya.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat nilai impor kedelai pada tahun 2021 mencapai US$ 1,48 miliar atau Rp 21,2 triliun (Rp 14.300/dolar). Nilai tersebut naik 47,8% dibandingkan tahun 2020. Volume impor kedelai mencapai 2,49 juta ton. Ini naik 0,58% dibandingkan tahun 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H