Pernahkah anda berpikir, mengapa ketika sedang cemas terkadang perut mulas atau bahkan sering ke toilet? Atau, jika sedang stres, perut malah jadi perih? Ternyata, hal ini terjadi akibat hubungan komunikasi antara saluran pencernaan dengan otak. Lagi-lagi, kita diingatkan bagaimana kesehatan mental dan kesehatan fisik saling mempengaruhi sehingga tidak ada satu yang boleh diabaikan dibandingkan yang lain.
Hubungan komunikasi yang dimiliki antara keduanya disebut sebagai poros usus-otak atau gut-brain axis. Secara sederhana, ketika seseorang mengalami stres, otak akan memberi sinyal kepada saluran pencernaan untuk mengurangi aktivitasnya serta mempengaruhi hormon-hormon untuk dapat memastikan tubuh berkonsentrasi dalam menyelesaikan stres yang dimaksud. Setelah stres diatasi, maka tubuh dapat kembali ke fungsi semula. Oleh karena itu, seseorang cenderung tidak nafsu makan saat sakit atau stres mental. Selain itu, karena penggunaan glukosa tubuh tinggi saat stres, seseorang menjadi memiliki keinginan makan makanan yang manis setelahnya. Â
Namun, jika stres berkepanjangan atau ada kondisi mental tertentu seperti gangguan cemas atau depresi, sistem adaptasi ini dapat memberikan masalah bagi fungsi pencernaan. Gangguan fungsi pada permukaan saluran pencernaan, gangguan kontraksi saluran cerna, serta gangguan keseimbangan flora (bakteri) usus menjadi beberapa contoh akibat yang timbul.
Penelitian belakangan ini menaruh perhatian terhadap pentingnya kesehatan saluran cerna kita dengan kesehatan mental. Ditemukan bahwa ternyata bakteri baik seperti Lactobacillus casei, beberapa spesies Bifidobacterium, Bacillus, dapat membantu dalam produksi senyawa kimia otak (neurotransmitter) seperti serotonin, norepinefrin, dan GABA (Gamma-Aminobutyric Acid) yang penting dalam menjaga kesehatan mental. Serotonin erat hubungannya dengan kejadian depresi, sedangkan GABA penting dalam gangguan cemas. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa apa yang ada di piring kita penting dalam kesehatan fisik dan mental.
Stres akan menghasilkan hormon kortisol yang dalam jangka panjang dapat mempengaruhi sel pelindung di usus. Seperti fenomena cemas yang dapat menyebabkan rasa mulas, hal ini juga dipengaruhi oleh komunikasi antara saluran cerna dan otak sehingga mempengaruhi kontraksi dinding saluran cerna. Selain itu, kebiasaan konsumsi makanan yang tinggi akan lemak jenuh seperti fast food dapat mempengaruhi keseimbangan bakteri baik dalam usus yang dapat mengganggu kesehatan pencernaan, seperti begah, kosntipasi, serta lebih rentan mengalami infeksi. Adanya masalah pada saluran cerna dapat menjadi stressor tersendiri yang juga akan mempengaruhi kesejahteraan mental.Â
Oleh karena itu, penting menjaga keseimbangan bakteri usus dengan menjaga keseimbangan gizi dalam piring kita. Beberapa makanan seperti yogurt dan tempe merupakan makanan yang kaya akan probiotik yang dapat membantu dalam menjaga keseimbangan bakteri usus sehingga diharapkan dapat memberikan efek baik bagi kesehatan saluran cerna dan mental.
Variasi makanan dalam piring kita juga penting. Secara umum, semua komponen gizi baik karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral memiliki peran masing-masing dalam menjaga keseimbangan kesehatan tubuh kita baik fisik dan mental. Belakangan ini juga diteliti tentang vitamin dan mineral yang dianggap penting dalam menjaga kesehatan mental, mengingat perannya juga pada kesehatan sistem saraf.
Peran Kalium pada Kesehatan MentalÂ
Salah satu mineral yang penting dalam tubuh, tidak hanya untuk kesehatan fisik, namun juga kesehatan mental, yakni kalium atau potassium. Banyak ditemukan pada buah-buahan seperti alpukat dan pisang, sayuran hijau, ikan serta unggas, dan kacang-kacangan, manfaat kalium tidak dapat disepelekan.
Menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh, membantu dalam menjaga kontraksi otot dan memelihara kesehatan saraf serta menjaga tekanan darah merupakan beberapa manfaat dari kadar kalium yang normal. Kalium yang banyak terbuang, seperti akibat diare, muntah, penggunaan obat tertentu dapat menyebabkan dehidrasi. Pada kondisi kalium yang tidak seimbang seperti jumlahnya yang terlalu rendah (hipokalemia) maupun terlalu tinggi (hiperkalemia) dapat menyebabkan gangguan kontraksi otot yang menyebabkan lemas otot hingga mengganggu irama jantung. Â
Efek kalium tidak hanya mempengaruhi otot, namun juga fungsi saraf dan kesehatan mental. Penelitian menyebutkan kebiasaan konsumsi makanan yang rendah kalium namun tinggi natrium, seperti fast food, dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko depresi dan cemas. Mekanisme yang mungkin mempengaruhi yakni kebiasaan diet ini dapat mengubah fungsi saraf dan senyawa kimia otak (neurotransmitter) serta mempengaruhi gut-brain axis. Makanan yang tinggi lemak jenuh, gula, serta natrium atau sodium, dapat mengganggu perkembangan fungsi otak, seperti area frontal, limbik dan hipokampus yang berperan pada kognisi dan perilaku. Oleh karena itu, pada usia anak dan remaja sebaiknya makanan seperti ini dihindari atau dibatasi.
Tidak hanya meningkatkan risiko cemas dan depresi, kalium yang rendah dapat meningkatkan risiko eksaserbasi (kekambuhan) pada mereka dengan masalah gangguan jiwa sebelumnya seperti skizofrenia, bipolar.
Vitamin B pada Kesehatan MentalÂ
Meski masih dibutuhkan penelitian lebih mendalam, belakangan ini ditemukan bahwa vitamin B terutama vitamin B6 dan B12 berperan dalam mengurangi gangguan cemas. Vitamin B6 dihubungkan dengan peningkatan senyawa kimia otak berupa GABA, yang berfungsi dalam menurunkan kecemasan. Sedangkan vitamin B12 dihubungkan dengan fungsinya dalam memelihara struktur saraf meski beberapa penelitian menunjukkan hubungannya dalam menurunkan kecemasan tidak cukup signifikan. Vitamin B ini dapat ditemukan pada produk susu, daging seperti ikan dan unggas, umbi-umbian seperti kentang, kacang-kacang maupun buah-buahan. Â
Sejatinya, diet yang baik adalah diet yang seimbang dengan porsi antara karbohidrat, protein, lemak serta vitamin dan mineral sesuai dengan kadar yang disarankan. Tidak ada satupun komponen gizi yang lebih baik dari yang lain. Hal ini juga berlaku untuk vitamin dan mineral yang masing-masing memiliki kadar yang dibutuhkan dan fungsi berbeda yang sama pentingnya.
Sayangnya, akhir-akhir ini seseorang sering terjebak dalam diet yang kurang memperhatikan kaidah tersebut sehingga cenderung memilih makanan yang memiliki lemak jenuh, manis atau tinggi natrium. Bukan tidak boleh, namun konsumsinya sebaiknya dibatasi. Konsumsi makanan yang seimbang dan lengkap zat gizinya tidak hanya membantu dalam menjaga kesehatan fisik, namun juga mental. Jika ada kondisi tertentu yang menyebabkan pemenuhan gizi tersebut sulit dilakukan, maka suplementasi dapat dipertimbangkan dengan konsultasi kepada dokter terlebih dahulu.
Gizi yang baik tidak hanya mempengaruhi kesehatan fisik namun juga kesehatan mental. Oleh karena itu, mulai berikan perhatian terhadap apa yang ada di piring anda sedini mungkin untuk masa kini dan masa depan yang sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H