Mohon tunggu...
Alyssa Diandra
Alyssa Diandra Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Umum

Berbagi ilmu kesehatan lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pikun Bukan Sekadar Mudah Lupa

9 Oktober 2024   19:01 Diperbarui: 10 Oktober 2024   09:45 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang terlintas ketika mendengar kata pikun? Mungkin akan terlintas, "ohh dia sudah tua", atau lebih sering muncul, "ah pasti dia seorang pelupa". 

Di kalangan masyarakat umum, pikun dikaitkan suatu kondisi pada populasi berusia lanjut dimana terjadi penurunan daya ingat. Namun, apakah benar pikun hanya sebatas penurunan daya ingat? Ternyata tidak. Pikun lebih luas dari itu.

Secara medis, pikun atau dikenal dengan demensia merupakan suatu penurunan fungsi kognitif, seperti daya ingat, berbahasa, dan kemampuan berpikir, yang bersifat progresif hingga mengganggu aktivitas sehari-hari penderita. 

Kondisi ini umum terjadi pada usia lanjut (>65 tahun) meskipun tidak jarang ditemukan pada usia yang lebih muda.

Beberapa penyebab demensia yang sering ditemukan yakni

  • Alzheimer

Azheimer mungkin merupakan salah satu penyebab tersering dari demensia. Penurunan daya ingat menjadi salah satu manifestasi utama pada Alzheimer. 

Riwayat Alzheimer pada keluarga meningkatkan risiko Alzheimer 3 kali lipat pada keturunan tingkat pertamanya. Adanya penumpukan plak amyloid menjadi penyebab utama dari penyakit ini.

Riwayat hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, hingga riwayat stroke dapat menjadi faktor risiko pada demensia jenis ini. Penurunan fungsi kognitif yang dialami cenderung lebih cepat jika dibandingkan dengan Alzheimer.

  • Penyebab lain  

Riwayat penggunaan alkohol berat, penyakit Parkinson, trauma otak, tumor otak, infeksi pada otak dapat menjadi beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya demensia.

Lalu, jika demensia tidak hanya sekedar mudah lupa, apakah gejala lainnya?

Demensia dapat memberikan tanda dan gejala yang cukup luas. Pada tahap awal, gejala lebih sulit disadari karena bersifat samar serta penderita biasanya menyangkal terhadap gejalanya. 

Seiring dengan perjalanan penyakit, gejala menjadi lebih jelas dan dapat disadari orang sekitarnya. Beberapa diantaranya yakni

  • Penurunan daya ingat

Penurunan daya ingat terutama pada kejadian yang baru saja atau belum lama terjadi merupakan gejala yang sering muncul. 

Biasanya orang dengan demensia akan lebih mudah menceritakan masa lalunya ketimbang mengingat apa yang mereka makan tadi pagi. Jika proses demensia terus berjalan, lama kelamaan daya ingat jangka panjangnya juga akan ikut terganggu.   

  • Perubahan suasana perasaan

Perubahan sifat penderita yang mudah marah, menjadi seseorang yang mudah curiga, cenderung menyalahkan orang lain tidak jarang ditemui pada mereka dengan demensia. 

Selain itu, dapat juga perubahan sikap menjadi tidak ada minat melakukan kegiatan, mementingkan diri sendiri, mengeluarkan kata-kata kasar atau tidak sopan.

  • Adanya gejala psikotik

Halusinasi tidak jarang ditemui pada penderita demensia. Halusinasi penglihatan, seperti melihat hal-hal yang sebenarnya tidak ada, halusinasi taktil atau merasa ada hewan yang merayap di kulitnya, merupakan contoh halusinasi yang dapat muncul. 

Selain itu, penderita juga dapat menunjukkan suatu waham seperti penderita merasa dijahati keluarga.

  • Gangguan intelektual

Adanya penurunan kemampuan berhitung, pengetahuan umum juga dapat terjadi selain gangguan daya ingat.  

  • Gangguan berbahasa

Seringkali penderita tidak mampu menyelesaikan kata-katanya sehingga terdiam sesaat dan jika dianjutkan dapat saja berpindah ke topik lain. Hal lainnya yang dapat terjadi, ada kecenderungan mengulang jawaban yang sama meski ditanyakan pertanyaan yang berbeda.

  • Gangguan daya nilai dan orientasi

Kurangnya penilaian terhadap konsekuensi dari perilakunya dapat terjadi terutama pada kondisi yang berat.Selain itu, orientasi penderita terhadap waktu, tempat dan orang juga dapat berkurang seiring dengan waktu. 

Oleh karena itu, pasien akan sulit mengenali misalnya hari, tempat hingga orang.

Konsultasi dengan psikiater ataupun dokter spesialis saraf dapat membantu untuk memastikan kondisi yang dialami lebih lanjut serta penanganan yang diperlukan. 

Tes psikologis, pemeriksaan penunjang baik laboratorium maupun radiologis seperti MRI, pemeriksaan sistem saraf dapat membantu dalam menentukan diagnosis tergantung klinis, riwayat, serta kebutuhan penderita.

Demensia umumnya tidak dapat sembuh, namun dapat diperlambat perjalanan penyakitnya. Selain pemberian obat, kondisi demensia amat membutuhkan kondisi lingkungan yang kondusif untuk menjaga kualitas hidup mereka. Meski mereka demensia, bukan berarti mereka dibatasi dan tidak boleh melakukan apapun. 

Beberapa hal yang dapat dilakukan seperti:

1. Ajak penderita berpartisipasi dalam aktivitas yang sederhana seperti membuat jadwal harian kegiatannya. Selain itu, ajak penderita untuk mencatat hal penting dalam, misalnya buku, untuk membantu penderita mengingat.

2. Pastikan tetap mendapatkan nutrisi yang cukup, istirahat cukup, serta aktif secara fisik dengan pengawasan pelaku rawat atau keluarga.

3. Habiskan waktu bersama orang terdekat dalam aktivitas sederhana dan komunikasi yang baik. Tetap aktif merupakan kunci yang baik untuk merangsang otak.

4. Hindari konsumsi alkohol dan merokok.

5. Pastikan mitigasi risiko seperti penerangan yang cukup, alat bantu dengar, jalan, atau melihat jika diperlukan, lantai yang tidak licin untuk menghindari risiko jatuh.

Jika penderita suka berjalan-jalan atau memiliki risiko tersesat, pastikan mereka membawa identitas serta catatan kontak yang dapat dihubungi kalau-kalau terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.

Hidup bersama dengan penderita demensia bukanlah hal yang mudah. Perasaan sedih, kesal, khawatir tidak jarang muncul melihat perbedaan kondisi penderita.

 Menghadapi perilaku penderita juga dapat membuat kewalahan dan lelah. Memiliki dukungan terutama orang terdekat dalam merawat penderita sangat penting agar pelaku rawat tetap dapat menjaga kesehatannya.

Jangan lupa untuk menjaga diri dengan konsumsi makanan yang sehat, senantiasa aktif secara fisik, hindari rokok dan alkohol, istirahat cukup diharapkan dapat menurunkan risiko demensia.

Menghadapi demensia tidaklah mudah. Namun, penderita demensia juga berhak memiliki kualitas hidup yang baik, begitu juga dengan pelaku rawat atau keluarga. 

Ingat bahwa penderita demensia memiliki gangguan akan daya nilai, sehingga mungkin ia tidak menyadari akibat dari perilakunya. 

Maka, penting bagi keluarga dan pelaku rawat untuk tidak memasukkan ke hati, mengonfrontasi terlalu jauh perilakunya. Pemahaman akan kondisi serta pengawasan menjadi poin penting dalam menghadapi penderita. 

Pastikan mendapatkan informasi yang sesuai dengan kondisi penderita dan diskusikan lebih lanjut dengan tenaga profesional terkait pengobatan hingga cara menghadapi penderita. Salam sehat jiwa.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun