Mohon tunggu...
Alyssa Diandra
Alyssa Diandra Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Umum

Berbagi ilmu kesehatan lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Berteman dengan Diabetes Melitus

26 Juni 2024   12:56 Diperbarui: 26 Juni 2024   12:58 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

"Bapak kena kencing manis, gulanya tinggi jadi mesti berobat"

Kata-kata ini mungkin sering kita dengar terjadi pada kerabat kita atau bahkan diri kita sendiri. Terdengar sederhana, namun bagi sebagian orang didiagnosis kencing manis, atau secara medis disebut diabetes melitus, terutama diabetes mellitus tipe 2, dapat menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan. Perubahan pola diet seperti mengurangi makanan manis merupakan hal yang mudah diucapkan namun sulit dijalankan. Apalagi kalau penderita adalah penyuka manis, atau sebagian makanan yang tersedia di sekitarnya adalah manis.

Selain itu, pemikiran bahwa derajat penyakit sudah berat dan tidak bisa sembuh sering kali menghantui terutama jika kondisi penderita mengharuskan penggunaan insulin. Padahal indikasi insulin bukan itu.  Adanya komplikasi ke organ tertentu saat terdiagnosis juga menambah stressor penderita. Bingung, takut, stres dapat dimengerti mengingat akan ada perubahan gaya hidup yang dihadapi. Namun, jika tidak diatas dengan baik, dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental terutama gangguan cemas dan depresi.

Bagaimana peran kesehatan mental dengan diabetes melitus?

Masalah kesehatan mental yang paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus adalah cemas dan depresi. Keduanya bisa muncul setelah adanya diabetes melitus terutama akibat ketidakmampuan menerima kondisinya, atau sebaliknya. Akibatnya, dapat mempengaruhi perjalanan penyakit, seperti gula darah yang sulit dikontrol atau kejadian komplikasi yang tinggi, serta mempengaruhi keberlanjutan terapi.  Pada mereka dengan kemampuan menghadapi masalah atau mekanisme koping yang kurang baik, misalnya menghindar atau menyangkal akan kondisinya, penderita sering memutuskan untuk tidak melanjutkan terapi.

Masalah kesehatan mental seperti cemas dan depresi juga menjadi salah satu faktor dari diabetes melitus. Penyakit degeneratif lain seperti penyakit jantung, obesitas, dan hipertensi juga meningkat risikonya akibat dari masalah kesehatan mental. Mekanisme yang terjadi berupa adanya respon stres tubuh yang dipicu sehingga meningkatkan hormon stres, seperti kortisol, glukagon, adrenalin, dan meningkatkan pelepasan gula. Respon ini pada dasarnya baik untuk tubuh. Namun, jika ada stres yang berkepanjangan misalnya  akibat cemas atau depresi, maka dapat menjadi salah satu faktor yang meningkatkan resistensi insulin.


Mekanisme ini juga berlaku jika stres, cemas atau depresi muncul pasca diabetes melitus. Akibat dari mekanisme ini, gula akan lebih sulit dikontrol, obat bertambah, program terapi lebih berat, dan penderita menjadi semakin stres dan lama-lama ditakutkan menghentikan pengobatan. Jika hal ini terjadi, maka risiko terjadinya komplikasi baik ke ginjal, saraf, dan jantung akan semakin tinggi.

Bagaimana menghadapinya?

Pada tahun 2021, Indonesia menduduki peringkat ke-5 di dunia sebagai negara dengan penderita diabetes melitus tertinggi sebanyak 19.5 juta jiwa. Meski penyakit ini terkesan menyeramkan dengan segala pengobatan dan komplikasinya, faktanya penyakit ini dapat dikendalikan. Bagi yang sudah menggunakan insulin pun, perubahan ke obat anti-diabetes (OAD) masih memungkinkan berdasarkan penilaian dokter terhadap kondisi klinis penderita.   

Adanya masalah kesehatan mental yang menyertai tidak dapat diabaikan. Pentingnya penanganan secara bersama akan membantu mengurangi risiko komplikasi lebih lanjut. Menerima diagnosis diabetes melitus, atau penyakit kronis lainnya memang tidak mudah karena dapat mengubah hidup seseorang secara signifikan. Oleh karena itu, peran keluarga dan orang terdekat penting dalam mendukung dan membantu penerimaan kondisi penderita.

Jika masalah kesehatan mental tersebut telah cukup mengganggu fungsi kehidupan penderita misalnya masalah tidur, menarik diri, emosi tidak stabil, atau bahkan ada kecendrungan menyakiti diri atau orang lain, sebaiknya dikonsultasikan dengan tenaga professional, baik psikolog maupun psikiater.

Meskipun perubahan pola hidup sulit, mungkin hal ini dapat membantu anda seperti

  • Jaga pola hidup seimbang dan kurangi makanan manis secara perlahan. Tentunya berhenti makan makanan manis secara tiba-tiba tidak mudah apalagi ketika anda dalam kondisi stres. Membuat catatan dengan target tertentu secara bertahap dapat membantu tubuh anda beradaptasi dengan pola hidup baru anda. Kemudian, hindari menyatukan lebih dari 1 jenis karbohidrat misalnya nasi, mi, kentang, singkong dan ubi. Cara lain, mengganti sumber karbohidrat simplek dengan yang komplek seperti nasi putih dengan nasi merah.
  • Mulailah berolahraga. Tidak perlu mengambil langkah besar. Mulai jalan di sekitar rumah 10 menit kemudian naik bertahap dapat dilakukan. Ajak teman berolahraga bersama atau gunakan musik untuk menemani saat berolahraga. Jalan kaki dan penggunaan transportasi umum juga dapat membantu menambah langkah jika tujuannya memungkinkan. Meditasi, yoga, dan latihan nafas juga dapat membantu untuk menenangkan pikiran 
  • Meminta orang yang dipercaya untuk membantu mengingatkan dan memantau perkembangan dari perubahan yang dijalani
  • Mengikuti komunitas penderita diabetes, seperti PERSADIA (Persatuan Diabetes Indonesia), sobat diabet, atau lainnya dapat membantu mengurangi stres dalam menghadapi penyakit ini dan sebagai sumber dukungan. Seringkali komunitas seperti ini membantu karena penderita lebih merasa diterima dan dipahami kondisinya.

Diabetes mellitus mungkin sudah terjadi, tetapi tidak berarti mengurangi makna hidup. Jangan biarkan penyakit ini merenggut hidup kita dengan tetap menjaga pola hidup dan mental yang sehat. Jadikan diabetes melitus sebagai teman yang mengingatkan anda betapa pentingnya menjaga gaya hidup untuk kesehatan fisik dan jiwa anda.   

Referensi : 

https://www.healthline.com/health/diabetes/with-anxiety

Bickett A, Tapp H. Anxiety and diabetes: Innovative approaches to management in primary care. Exp Biol Med (Maywood). 2016 Sep;241(15):1724-31. doi: 10.1177/1535370216657613. Epub 2016 Jul 6. PMID: 27390262; PMCID: PMC4999621.

Oguz N. Anxiety and Depression in Diabetic Patients. ejmi. 2018; 2(4): 174-177

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun