Mohon tunggu...
Alyssa Diandra
Alyssa Diandra Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Umum

Berbagi ilmu kesehatan lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mari Lebih Peka Terhadap Kecenderungan Bunuh Diri

27 Desember 2023   22:19 Diperbarui: 28 Desember 2023   11:02 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu, masyarakat dikejutkan oleh pemberitaan mengenai seorang suami yang mengajak anak dan istrinya bunuh diri. Kasus ini menyita perhatian publik dan banyak yang menyayangkan karena pelakunya adalah seorang guru. 

Lalu, baru saja muncul berita bahwa salah satu artis mancanegara meninggal akibat bunuh diri. Hal ini menunjukkan bahwa bunuh diri bisa terjadi pada siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, ras, pendidikan, pekerjaan, agama serta status sosial.

Menurut WHO, 700.000 orang melakukan bunuh diri setiap tahunnya. Bahkan bunuh diri tercatat sebagai penyebab kematian tertinggi keempat pada kelompok berusia 15-29 tahun. 

Tentunya ini mengkhawatirkan mengingat usia tersebut merupakan usia remaja hingga dewasa muda yang masih produktif. Lebih lanjut, data menyebutkan bahwa wanita lebih sering melakukan percobaan bunuh diri, namun kasus bunuh diri lebih sering ditemukan pada pria.

Faktor yang mempengaruhi perilaku bunuh diri 

Berbagai faktor terlibat ketika membahas mengenai perilaku bunuh diri. Faktor dari dalam dan luar diri ikut berperan dalam mendorong seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Beberapa hal tersebut yakni:

Stigma

Masalah bunuh diri di Indonesia masih tabu untuk dibicarakan. Kurang iman, dianggap lemah dan kurang bersyukur, merupakan beberapa kata-kata yang sering diucapkan ketika mendengar seseorang ingin bunuh diri. 

Stigma dan diskriminasi seringkali membuat seseorang kian merasa buruk, tidak berharga, malu dan pada akhirnya enggan mencari bantuan.

Keluarga

Seperti pisau bermata dua, keluarga dapat menjadi faktor pelindung maupun faktor risiko. Tak jarang keluarga yang tidak harmonis, adanya kekerasan dalam rumah tangga merupakan alasan seseorang memutuskan untuk mengakhiri hidup. 

Selain itu, jika keluarga cenderung menghindari atau mengabaikan topik ini, maka dapat mencegah seseorang mencari pertolongan dan memperburuk kondisi seseorang tersebut. 

Sebaliknya, komunikasi keluarga terjaga baik, adanya keterbukaan, penerimaan serta dukungan dari anggota keluarga merupakan faktor yang dapat mencegah tindakan ini.

Agama

Serupa dengan keluarga, agama dapat mencegah seseorang mencari bantuan sekaligus mencegah seseorang melakukan tindakan mengakhiri hidup. 

Peran agama dalam mengurangi stigma mengenai bunuh diri di masyarakat, mendorong diskusi mengenai kesehatan mental diharapkan dapat mendorong seseorang mencari pertolongan.

Siapa saja kelompok berisiko?

Beberapa kelompok dianggap berisiko melakukan tindakan bunuh diri. Mereka dengan pengalaman tidak menyenangkan di masa lalu seperti diabaikan, mengalami kekerasan baik fisik, seksual maupun emosional terutama dalam frekuensi dan jangka waktu yang panjang akan meningkatkan risiko untuk melakukan tindakan mengakhiri hidup. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan respon tubuh menjadi lebih rentan terhadap stres akibat kondisi tersebut.

Kelompok dengan masalah kesehatan mental seperti gangguan mood (depresi, bipolar), gangguan cemas, skizofrenia, gangguan kepribadian memiliki risiko lebih tinggi dari populasi umum untuk melakukan tindakan bunuh diri. 

Beberapa kelompok lainnya seperti korban bencana, orang yang terisolasi atau hidup sendiri, kehilangan keluarga terdekat, memiliki masalah sosio-ekonomi, memiliki penyakit atau rasa nyeri berkepanjangan, kelompok minoritas, penyalahgunaan obat serta riwayat keluarga dengan bunuh diri juga merupakan populasi berisiko.

Apa tanda orang dengan kecenderungan bunuh diri?

Beberapa emosi yang dapat muncul ketika seseorang memiliki kecenderungan bunuh diri

  • Adanya ekspresi kesepian yang mendalam atau merasa terisolasi
  • Benci dan muak terhadap diri sendiri atau merasa menjadi beban bagi orang lain
  • Putus asa akan masa depan
  • Tidak memiliki alasan untuk hidup, ingin lepas dari penderitaan atau rasa sakit yang dialami
  • Adanya rasa bersalah yang mendalam, malu, dan menyalahkan diri terus menerus akan suatu kejadian

Kondisi tersebut dapat mencetuskan pikiran untuk bunuh diri yang mempengaruhi perilaku seseorang menjadi menarik diri, tidak tertarik untuk melakukan hal yang disukai, melakukan hal yang membahayakan diri sendiri, tidak memperhatikan penampilan dan kebutuhan diri sendiri, perubahan perilaku hingga mulai menulis menyelesaikan urusannya dengan orang lain atau mulai mencari referensi atau membuat rencana untuk bunuh diri.

Bagaimana usaha untuk mencegah bunuh diri?

Pencegahan bunuh diri merupakan hasil kolaborasi dari seluruh lapisan masyarakat. Ketika menemukan seseorang menunjukkan tanda-tanda menarik diri, murung, sedih, dan beberapa seperti yang disebutkan sebelumnya, maka pendekatan untuk bersikap empati, mendengarkan dan memahami kondisinya tanpa menghakimi menjadi penting.

Jika dirasa ada kemungkinan bunuh diri, maka perlu ditanyakan mengenai pikiran untuk bunuh diri. Banyak orang enggan menanyakan pertanyaan tersebut karena dirasa kurang nyaman dan takut memunculkan ide bunuh diri. Padahal tidak benar. 

Meminta bantuan kepada orang lain yang dirasa lebih siap dapat dilakukan jika seseorang belum yakin atau kurang nyaman untuk melakukan pendekatan.

Dukungan sosial merupakan faktor penting untuk mencegah seseorang melakukan bunuh diri karena mereka membutuhkan bantuan. Namun dapat dimengerti bahwa menghadapi isu ini bukanlah perkara yang mudah. 

Stigma yang berlaku, rasa tidak nyaman yang ditimbulkan, atau bahkan bingung bagaimana harus menyikapinya, membuat sebagian orang enggan untuk membahas isu ini lebih lanjut. Mengarahkan orang dengan kecenderungan bunuh diri kepada orang yang dianggap lebih kompeten baik tokoh agama maupun ke profesional (psikolog atau psikiater) dapat dipilih agar mereka mendapatkan penanganan yang dibutuhkan.

Mari bersama kita tumbuhkan kesadaran bahwa orang dengan kecenderungan bunuh diri bukanlah suatu kelemahan untuk diabaikan. Mereka membutuhkan bantuan. Dukungan kita dapat sangat berarti bagi mereka.  

Referensi:

  • Onie S, Vina A, Taufik K, Abraham J, Setiyawati D, Colucci E, Nilam JF, Onie S, Hunt A, Saputra AF, Hidayati NE, Harsono C, Bestari D, Muhdi N, Wolter A, Liem A, Rochmawati I, Ardian J, Prasojo RE, Heri Setiawan YA, Heny G, Purnawan H, Gamayanti IL, Senosoenoto HA, Jenarut M, Prawira B, Trianggoro C, Warbung E, Novita Mudjianto CL, Ariani AS, Irmansyah I, Mulia M, Badudu J, Badudu M, Kumolohadi R, Zein RA, Mahadi S, Wongkaren T, Josifovski N, Larsen ME. Indonesian first national suicide prevention strategy: key findings from the qualitative situational analysis. Lancet Reg Health Southeast Asia. 2023 Jul 4;16:100245. doi: 10.1016/j.lansea.2023.100245. PMID: 37694181; PMCID: PMC10485777.
  • WHO. Suicide. 2023. Diakses dari  https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/suicide
  • Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Pedoman Pertolongan Pertama Psikologis Pada Upaya Bunuh Diri. Diakses dari http://www.cpmh.psikologi.ugm.ac.id/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun