Di Indonesia kejahatan seksual sudah semakin mengkhawatirkan, pasalnya semakin banyaknya korban dari kekerasan seksual. Akan tetapi, hukum yang mengatur terkait masalah tersebut belum menegakkan aturannya secara tegas. Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang menyerang, merendahkan, menghina yang terkait pada masalah hasrat seksual yang sifatnya memaksa dan mengakibatkan korbannya menderita secara psikis maupun fisik. Undang-undang penghapusan kekerasan seksual dalam hal ini dibuat guna untuk menangani, mencegah, memulihkan, melindungi serta menindaklanjuti masalah kekerasan sosial agak tidak berlanjut pada korban berikutnya untuk kedepannya.
Rancangan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual atau RUU TPKS tidak hanya bertujuan guna menangani aksi kekerasan seksual dikalangan masyarakat musnah, namun juga sebagai wujud kepedulian agar korban dari kejahatan dalam kegiatan seksual dapat dipulihkan baik secara psikis maupun secara fisik. Seperti yang telah tercantum dalam RUU TPKS, korban dari kejahatan sosial memiliki hak berupa perlindungan, penanganan, serta pemulihan agar kondisinya menjadi lebih baik dan hal ini sifatnya ialah berkelanjutan.
Sebelum disahkan, banyak sekali masalah yang muncul terkait dengan RUU TPKS. Karena ada beberapa pihak yang berbeda pemahaman yang terbagi menjadi respon positif dan juga respon negatif. Ada pihak yang beranggapan bahwa RUU tersebut mengesampingkan nilai-nilai dalam agama. Walaupun banyak perdebatan dikalangan masyarakat, namun banyak juga pihak yang masih pro terkait pengesahan RUU TPKS yang bertujuan guna melindungi para korban agar kasus tersebut tidak terus meninggi untuk kedepannya.
Yang menjadi korban dalam kejahatan kekerasan sosial pada umumnya adalah kaum perempuan, namun hal ini bisa juga terjadi pada laki-laki. Sehingga masalah ini harus segera dituntaskan. Pemerintah terkadang masih saja lamban dalam mengesahkan undang-undang yang salah satunya adalah RUU TPKS yang dalam hal ini sangat mengganggu ketenangan para korbannya. Tujuan pengesahan undang-undang ini adalah untuk menangani kejahatan seksual terkait cara dalam pelaksanannya agar para korban memperoleh keadilan serta perlindungan dan pelakunya dapat dihukum akibat ulah kejahatannya.
Dalam berbagai lingkungan masyarakat, hal ini tidak dapat dihilangkan secara seutuhnya. Hukum yang terdapat di Indonesia dalam menangani kejahatan seksual belum secara menyeluruh. Kadang kala kejahatan seksual baru dianggap sebuah kejahatan apabila korbannya telah menderita secara fisik yang mengakibatkan hanya berfokus terhadap kekerasan fisik yang dialami oleh korbannya. Di Indonesia, kejahatan seksual mungkin sudah berjumlah ratusan bahkan ribuan setiap tahunnya. Dalam hal ini, korban yang mengalami kekerasan seksual bukan hanya dialami oleh orang dewasa namun juga anak-anak, remaja bahkan balita sekalipun.
Ketika tahun 2020 silam, kita masih saja menunggu agar UU terkait kekerasan seskual disahkan oleh DPR maupun pemerintah. Namun, ketika tahun 2020 dibulan maret DPR mencabut kembali RUU terkait menghapus kekerasan seksual dikalangan masyarakat melalui daftar prolegnas. Prolegnas atau Program Legislasi Nasional adalah instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis tercantum dalam UU nomor 10 tahun 2004 pada pasal 1 nomor 9.Â
Terkait peraturan ini, pihak komnas perempuan berpendapat bahwasanya dalam membahasan terkait RUU penghapusan dalam kekerasan seksual bukanlah satu hal yang begitu sulit namun dalam hal ini memperlihatkan bahwa pihak lembaga legislatif belum terlalu memprioritaskan dalam membentuk payung hukum bagi kekerasan seksual. Hal yang mendorong lambannya dalam kegiatan pembahasan terkait masalah ini ialah karena masih terdapat konfigurasi politik antar fraksi.
Akhirnya pada tahun 2021 rancangan undang-undang kejahatan seksual dimasukkan ke dalam prolegnas prioritas agar dapat disahkan dan menjadi sarana perlindungan bagi masyarakat yang menjadi korban. Hal ini adalah sebagai langkah untuk melindungi para perempuan dan juga anak remaja yang merupakan korban pada umumnya. Banyaknya korban dan masih berkeliarannya pelaku dalam kejahatan seksual menjadi landasan utama bagi RUU TPKS disahkan, dan pada tanggal 12 april 2022 kemarin RUU TPKS menjadi UU TPKS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H