Mohon tunggu...
Alysia Valeria
Alysia Valeria Mohon Tunggu... Lainnya - -

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Indonesia Darurat Stunting

14 November 2022   09:34 Diperbarui: 14 November 2022   09:43 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Indeks Pembangunan Manusia merupakan indikator yang fundamental dalam mengukur kelayakan dan kualitas hidup para penduduk di suatu negara. Sebagai negara berkembang, Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia hanya menempati peringkat 108 dari 187 negara di dunia. Untuk mendorong pembangunan manusia di Indonesia, diperlukan perhatian yang menyeluruh pada aspek kesehatan terutama untuk generasi penerus bangsa. Namun, faktanya salah satu ancaman terbesar terhadap pembangunan kesehatan yang Indonesia hadapi adalah masalah stunting atau gizi buruk pada balita (bayi lima tahun). 

Stunting adalah masalah kekurangan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan (PHK) yang menyebabkan terhambatnya pengembangan otak dan tumbuh kembang anak. Pada tahun 2018, Indonesia merupakan negara penyumbang angka stunting tertinggi ke-5 di dunia dan ke-2 di Asia. Sebanyak 30,8% bayi berusia di bawah 5 tahun di Indonesia mengalami stunting karena masalah ekonomi dan pendidikan keluarga. Hal ini berbanding terbalik dengan negara-negara maju yang memiliki tingkat stunting rendah. Pada tahun yang sama, angka stunting pada balita di Amerika Serikat hanya mencapai 3,4%. Sedangkan, hanya 1,7% balita di Jerman mengalami stunting pada tahun 2016. Bahkan, rata-rata tingkat stunting balita pada negara-negara di Eropa hanya menyentuh angka 4,5%. Data-data tersebut membuktikan betapa tinggi kasus gizi buruk atau stunting yang ada di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara maju di dunia. 

Sesuai ketetapan dari World Health Organization, prevalensi stunting Indonesia dikategorikan tinggi karena telah melewati batas, yaitu di atas angka 20%. Kasus stunting sendiri pun banyak ditemukan di wilayah Indonesia dengan tingkat kemiskinan tinggi dan pendidikan rendah. Berdasarkan titik penyebaran, hampir seluruh provinsi di Indonesia, kecuali Sumatera Selatan menunjukan persentase stunting di atas batas WHO. Sebanyak 14 provinsi menunjukan tingkat stunting di atas rata-rata nasional, terutama di kawasan tengah dan timur Indonesia seperti Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua. Provinsi Sulawesi Barat menempati angka stunting tertinggi yaitu 39,7%, sedangkan Nusa Tenggara Timur berada di posisi kedua yaitu 38,7%. 

Pada tahun 2030, tingkat ekonomi Indonesia diprediksi untuk menempati 5 besar dunia dan pada tahun 2050, menempati peringkat ke-4 dunia di bawah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil dan jumlah populasi tinggi. Pada 2030, Indonesia akan mengalami bonus demografi dimana penduduk produktif berusia 15-64 tahun akan mencapai 70% atau setara dengan 180 juta dari seluruh total populasi. Namun, bonus demografi yang dianggap akan menjadi penggerak utama dari perekonomian nasional akan memberikan ancaman serius jika masalah stunting balita masih menunjukan angka yang tinggi. Hal ini dikarenakan balita yang mengalami stunting di masa sekarang akan menjadi sumber daya manusia produktif di masa yang akan datang. World Bank bahkan menyatakan bahwa masalah stunting yang berkelanjutan di suatu negara dapat menimbulkan kerugian ekonomi sebesar 2-3% dari Produk Domestik Bruto per tahunnya. 

Di Indonesia, akses terhadap makanan bergizi yang seimbang belum merata terutama di wilayah Tengah dan Timur. Padahal, faktor utama dari masalah stunting adalah kurangnya asupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan. Sejak menjadi janin hingga berumur dua tahun, pertumbuhan otak dan tubuh anak berkembang pesat sehingga dibutuhkan pemenuhan gizi yang optimal pada masa tersebut. Pola asuh dari orangtua pun sangat berperan penting dalam mencegah stunting. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengadakan program yang paling efektif untuk melatih para ibu dalam menjaga kesehatan diri dan anak, salah satunya melalui program Pesut Mahakam yang sukses digencarkan di Samarinda.

Program Pesut Mahakam merupakan suatu gagasan dari seorang dokter yaitu Drg. Rika Ratna Puspita, Kepala Puskesmas Bukuan di Samarinda. Hal ini dilatarbelakangi oleh suatu masalah yang dihadapi banyak keluarga yaitu stunting pada anak-anak dengan dana yang terbatas untuk mengatasinya. Tujuan dari program ini hanya satu yaitu meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak dengan layanan dan staf terpadu.

Dalam program ini, dibentuk tim bidan, ahli gizi, dan sukarelawan kesehatan masyarakat (kader) untuk bekerja sama menjaga kebutuhan kesehatan dan gizi sekelompok ibu hamil, ibu, dan anaknya di suatu wilayah tertentu. Mereka membentuk ikatan yang erat untuk bekerja sama dalam merencanakan pendekatan yang paling efisien dan efektif untuk melacak, mengajari, dan mendukung ibu dan anak mereka dalam kesehatan dan gizi. Tujuannya adalah untuk melacak anak-anak secara intensif selama 1.000 hari pertama dan paling penting dalam hidup mereka ketika mereka berada pada risiko terbesar stunting. Program tersebut kemudian dilanjutkan dengan pemantauan anak-anak melalui posyandu hingga anak-anak berusia 5 tahun.

Program Pesut Mahakam mengintegrasikan dua program terpisah -- program kesehatan ibu bernama 'Bidadari Ramah' dan program gizi bernama 'POZISI' (Pondok Gizi Terintegrasi ASI Eksklusif dan Perilaku Hidup Bersih Sehat).  Hal ini bertujuan untuk mengurangi tingginya insiden kematian ibu dan masalah gizi buruk, termasuk prevalensi stunting. Program Bidadari Ramah memberikan pelayanan antenatal care dan postnatal care, serta pendidikan dan konseling kehamilan. Dalam program tersebut, terdapat jadwal kunjungan rumah ke ibu hamil, termasuk ibu hamil yang sulit dijangkau, atau tidak terdaftar. Program POZISI, di sisi lain, memberikan layanan konseling tentang ASI eksklusif, inisiasi menyusui dini, pemberian makan bayi dan anak, serta gaya hidup bersih dan sehat.

Program Pesut Mahakam pun diadakan setiap tiga bulan di ruang yang memungkinkan bagi anak-anak untuk bermain dengan aman dalam jangkauan ibu mereka, dengan mainan yang disediakan oleh Pondok Gizi. Sementara itu, para ibu belajar tentang ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI dari ahli gizi Puskesmas. Di ruangan yang berdekatan, ibu hamil berkumpul untuk belajar tentang kehamilan, diet sehat, kebutuhan nutrisi tambahan dalam kehamilan mereka dan inisiasi menyusui dini di antara topik lainnya. Lalu, para ibu juga mendapatkan pelajaran memasak oleh para kader yaitu bagaimana memasak makanan pendamping yang sehat dengan menggunakan bahan makanan lokal yang sering tersedia. 

Pada dasarnya, terdapat 5 tahapan atau strategi dalam menjaga keadaan ibu hamil. Pertama, melacak wanita hamil, memberikan konseling kelompok, kunjungan rumah dan pemberian makanan tambahan bagi mereka yang mengalami chronic energy deficient (CED). Kedua, setiap kehamilan berisiko tinggi dilacak lebih intensif dan ibu hamil mendapat kunjungan rumah baik dari bidan maupun kader. Ketiga, ibu hamil diberikan nama dan nomor kontak bidan yang ditunjuk untuk dihubungi selama keadaan darurat. Keempat, bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah dipantau pertumbuhannya secara lebih teratur dan cermat. Promosi pertumbuhan diberikan dalam konseling kelompok. Terakhir, ibu-ibu diajak mengikuti kursus memasak dan pendidikan tentang air, sanitasi dan higiene. Makanan tambahan dengan menggunakan makanan yang tersedia secara lokal juga diberikan untuk anak-anak kurang gizi.

Setelah program ini berjalan, waktu dan upaya yang dilakukan para tim membuahkan beberapa hasil. Pada awal program tahun 2016, terdapat 13 anak yang mengalami gizi buruk akut. Setelah hampir satu tahun masa tindak lanjut, 12 anak mencapai berat badan normal. Selain itu, fokus program pada peningkatan status gizi ibu hamil yang mengalami chronic energy deficient (CED) juga telah menunjukkan hasil yang mengesankan. Pada tahun 2017, terdapat 38 ibu hamil yang mengalami CED, namun karena intervensi yang diberikan melalui program tersebut, tidak ada bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun