Pernyataan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum(AU) saat menjadi Tahanan KPK  yang secara spesial berterima kasih kepada SBY dan menjadikan peristiwa yang ada sebagai hadiah (kado) ulang tahun 2014 menjadi pesan politik yang sangat jelas yang ditujukan kepada pemimpin dinasti politik Cikeas. Kepada publik,  AU ingin menunjukkan bahwa peristiwa yang terjadi pada dirinya tidak bisa dilepaskan dari pertarungan kepentingan politik internal di Partai Demokrat dan SBY yang diingatkan agar tidak menghindar dan cuci tangan.
Pertarungan AU tampaknya semakin terbuka dan lugas berhadap-hadapan kepada SBY yang diduga memiliki peran penting yang membuat mantan Ketua Umum Partai Demokrat ini akhirnya menjadi tersangka atau ditersangkakan sehingga akhirnya ditahan. Semuanya terjadi karena sejak awal AU menyebut dirinya bukan sosok yang didinginkan dan direstui oleh dinasti Cikeas untuk memimpin Partai Demokrat.
Walaupun akhirnya dapat memenangkan Kongres Partai Demokrat di Bandung tahun 2010 lalu tampaknya kubu politik Cikeas tetap tidak ikhlas dengan fakta politik yang ada mengingat Ibas sebagai wakil kubu Cikeas sejak awal adalah pendukung utama Andi Mallarangeng. Untuk merayu dan meluluhkan hati SBY maka AU mengusulkan agar Ibas dijadikan Sekjen Partai Demokrat yang akhirnya disetujui.
Setelah Kongres Demokrat, faktanya otoritas kekuasaan politik di Partai Demokrat tetap berada di tangan SBY dengan memegang tiga jabatan penting sekaligus yaitu sebagai Ketua Dewan Kehormatan, Ketua Majlis Tinggi dan Ketua Dewan Pembina. Kekuatan kubu politik Cikeas ini semakin terkonsentrasi ketika sang putra mahkota yaitu Ibas juga direstui menjadi Sekjen Partai Demokrat.
Setelah muncul kasus Hambalang, gejolak di Partai Demokrat semakin menjadi-jadi yang mencapai puncaknya ketika kewenangan AU diambil alih oleh Majlis Tinggi Partai Dremokrat-- dimana Anas Urbaningrum diminta untuk lebih berkonsentrasi terhadap kasus hukumnya. Melalui pidatonya di Jeddah Arab Sudi, SBY secara gamblang juga 'bermohon' kepada KPK agar status hukum Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum segera diperjelas.
Setelah Pidato SBY itulah segera terjadi kemajuan yang signifikan yaitu berupa 'bocornya' draf Sprindik AU dan sekaligus  pada tanggal 22 Februari 2012 status AU ditingkatkan menjadi tersangka sehingga pada tanggal 23 Februari 2012 sang Ketua Umum Partai Demokrat hasil Kongres tahun 2010 di Bandung ini menyatakan berhenti. Terhadap serangkaian kejadian itu maka kubu politik AU bersama PPI-nya menganggap telah terjadi politisasi dan intervensi yang ujungnya untuk mentersangkakan mantan Ketua Umum Partai Demokrat dan menggulingkan dari posisinya sebagai orang nomor satu di partai pemenang Pemilu tahun 2009.
Terhadap berbagai alibi dan tuduhan tersebut kubu politik Cikeas telah membantahnya dan apa yang terjadi pada AU adalah konsekuensi atas tindakan pribadinya yang diduga ikut terlibat dalam kasus Hambalang. Kubu Cikeas tidak mungkin bisa serta tidak pernah mau melakukan intervensi hukum kepada KPK sehingga kasus yang menjerat AU adalah murni persoalan hukum, dan sama sekali bukan persoalan politik.
Pembelaan seperti itu tetap saja ditolak oleh kubu politik AU bahwa kasus yang menimpa Ketua Presidium PPI ini sangat kental dengan intervensi dan aroma politisasi. Hal ini terlihat ketika KPK terus menyasar orang-orang dekat AU untuk diperiksa sebagai saksi, sementara pihak-pihak lain yang juga bertanggung jawab dalam Kongres Demokrat seperti Ibas yang posisinya sebagai Ketua Pengarah Kongres dan SBY sebagai Penanggung Jawab Kongres sama sekali tidak pernah diperiksa KPK dan ada kesan sengaja dihindari.
Semua itu menjadi pertanyaan serius dari kubu AU karena semua akar persoalan yang akhirnya membuat mantan Ketua Umum partai Demokrat ini ditahan adalah berawal dari Kongres yang katanya banjir money politics dan diduga dilakukan oleh tim sukses semua kandidat.   Terjadinya politik uang juga diketahui oleh SBY dan yang bersangkutan terkesan mendiamkan (membolehkannya) karena dipersepsikan sebagai uang transport yang wajar semata.
Dalam konteks inilah AU merasa dijadikan target untuk dikorbankan sendirian karena posisinya sebagai ketua Umum Partai Demokrat yang sejak awal tidak dikehendaki karena seperti duri dalam daging. Karena merasa dikorbankan, maka AU kini mulai melakukan serangan serius dan perlawanan terbuka yang lebih berfokus pada SBY sebagai pemimpin politik dinasti Cikeas.
Pernyataan lugas AU yang ditujukan kepada SBY memberi pesan politik yang sangat dalam bahwa kubu Cikeas dan pimpinannya tidak 'steril' seperti Malaikat. Kelompok politik ini juga mengetahui terhadap persoalan yang kini membuat AU harus masuk tahanan KPK karena terjadinya pat gulipat dalam kasus Hambalang.
Dalam konteks inilah AU memiliki target agar kubu politik Cikeas tidak terus dihindari dan dianggap steril dari pusaran kasus yang menjerat dirinya yang semuanya berawal dari Kongres I Partai Demokrat. AU ingin mendesak kepada KPK agar adil memeriksa siapapun juga, termasuk Ibas yang pernah disebut Yulianis (Anak Buah Nazarudin) yang diduga menerima aliran uang 200 ribu Dolar AS saat Kongres Partai Demokrat.
Desakan kubu AU itu cukup rasional karena hingga kini pengakuan Yulianis itu tidak pernah ditindaklanjuti oleh KPK. Dalam konteks inilah KPK terlihat menghindari kelompok-kelompok yang sedang berada dipuncak kekuasaan sehingga dianggapnya sebagai bentuk tebang pilih dalam menegakkan hukum.
Disamping itu, banyak orang-orang yang disebut dekat dengan Cikeas seperti Sylvia Shaleha (Bu Pur) dan Widodo (sepupu SBY) yang diduga ikut terlibat dalam skandal Proyek Hamblang juga terkesan tidak diburu perannya.  Semua ini memunculkan dugaan bahwa sedang terjadi 'bancaan' proyek Hambalang yang diduga tidak hanya dilakukan oleh kubu Anas, tetapi juga diperankan oleh orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan Cikeas.
Target Anas yang langsung ditujukan kepada SBY adalah bahwa dalam masa kepemimpinanya telah mengalami kegagalan pemberantasan korupsi karena nyatanya kasus-kasus korupsi juga terjadi di lingkaran kekuasaannya. Posisi demikian akan terus dipersepsikan sebagai pemimpin yang tidak tegas terhadap pemberantasan korupsi, terutamna jika terkait dengan orang-orang dekatnya, khususnya dilingkungan keluarganya.
Target perlawanan AU adalah membuat SBY tidak mampu meninggalkan legacy terindah diujung masa pemerintahannnya, karena faktanya banyak kasus kaotrupsi yang terjadi di partainya, melibatkan orang-orang dekatnya dan diduga juga menyasar keluarga dekatnya. AU tampaknya tidak ingin dibebani kesalahan Kongres I Partai Demokrat secara sendirian karena itu dirinya ingin terus menyasar orang-orang yang diduga harus bertanggungjawab dengan mengedepankan target untuk terus mengejar Ibas dan terus menampar kubu politik Cikeas.
AU ingin menunjukkan kepada publik nasional maupun internasional bahwa kasus yang menimpa dirinya tidak terlepas dari campur tangan dan kepentingan politik Cikeas. Karena itu AU berusaha terus melawan dengan menunjukkan bahwa dinasti politik Cikeas ternyata tidak steril seperti malaikat yang pasti terbebas dari berbagai dugaan kasus korupsi, termasuk dipusaran kasus Hambalang yang kini sedang menjerat dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H