Mohon tunggu...
Aly Imron DJ
Aly Imron DJ Mohon Tunggu... wartawan & wiraswasta -

Tuhan Tidak Tidur (Gusti Mboten Sare). email: alyimrondj@yahoo.com, Hp. 085866940999

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Harakiri Demokrat di Tengah Meroketnya Harga LPG

4 Januari 2014   11:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:10 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tingkat elektabilitas Partai Demokrat yang terus menurun   serta kepuasan publik yang semakin rendah terhadap pemerintahan SBY diperkirakan  semakin sulit dinaikkan mengingat fokus seluruh kekuatan masyarakat sudah tertuju pada  pertarungan politik.  Pamor partai penguasa yang terus melorot karena secara bertubi-tubi terus didera kasus korupsi serta kinerja pemerintahan SBY yang stagnan dan cenderung menurun pastilah menjadi sasaran empuk untuk terus menyudutkan eksistensi partai penguasa ini diajang Pemilu yang tinggal 3 bulan lagi.

Ditengah semakin rendahnya elektabilitas Demokrat serta menurunnya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden SBY saat  memasuki tahun politik ini tiba-tiba Pertamina (Pemerintah) menaikkan harga harga LPG Non Subsidi 12 Kg hingga mencapai diatas 50%. Kebijakan  demikian tentu  menyentak kehidupan publik karena ditengah kehidupan ekonomi yang masih 'lesu' -- tiba-tiba masyarakat dihadapkan pada kenaikan harga kebutuhan pokok yang sangat memberatkan.

Imbas dari kenaikan harga LPG yang sangat drastis itu pasti memukul perekonomian masyarakat, terutama yang bergerak di disektor UMKM karena mau tidak mau harus meningkatkan harga jual produknya kepada konsumen. Kebijakan di tahun politik demikian sangat meresahkan dan menyulitkan masyarakat, karena disamping harga LPG yang telah meroket-- keberadaannya juga sangat sulit ditemuai ditingkat pengecer.

Imbas dari meroketnya harga LPG 12 Kg tersebut tentu membuat masyarakat segera beramai-ramai  bermigrasi (pindah) ke tabung gas LPG  bersubsidi 3 Kg. Karena faktor inilah tabung Gas LPG 3 Kg kini juga menghilang, langka  dan sulit ditemui ditingkat pengecer  sehingga masyarakat dibuat bingung, cemas  dan kesulitan dalam memenuhi  kebutuhannya yang paling pokok  untuk kepentingan konsumsi.

Untuk memperoleh LPG 3 Kg kini masyarakat harus berputar-putar dari satu  pengecer ke pengecer  lain karena mayoritas sedang mengalami kekosongan stok. Jikapun  ada maka harganya juga sudah naik cukup tinggi antara 16-25 ribu  pertabung karena pasokan yang sangat langka dan dibatasi dari agen ke pengecer.

Realitas itu telah menambah penderitaan masyarakat di tingkat bawah  sehingga berimbas pada keresahan dan ketidakpercayaan kepada pemerintah terus meningkat. Pemerintah dianggap bersikap egois dengan lebih mendasarkan kebijaksanannya pada kalkulasi  untung dan rugi semata,  sementara masyarakat  harus memikirkan kepentingan dirinya serta  terkesan  'dibiarkan' mengatasi kesulitannya sendirian.

Kondisi seperti itu sangat tidak adil dan sekaligus menyakiti hati publik  karena ditengah kebijakan pemerintah yang menaikkan harga LPG secara meroket ternyata disana-disana sini terus terjadi kasus korupsi yang merugikan keuangan negara yang sangat besar. Kasus korupsi di  sektor  Migas yang kini melibatkan mantan Kepala SKK Migas  menjadi contoh nyata betapa pemerintah (Pertamina) membabi buta dalam menerapkan kebijakasanaan  yang menyakiti dan  membuat menderita mayoritas masyarakat.

Dalam konteks politik,  menaikkan harga LPG secara membabi buta yang memiliki efak domino yang sangat parah bagi masyarakat miskin adalah tindakan sangat tidak populer, terutama ketika memasuki tahun kompetisi politik.  Disadari atau tidak,  tindakan menaikkan  harga LPG secara membabi buta ini menjadi badai yang semakin merontokkan elektabilitas Partai Demokrat sebagai partai penguasa.

Sebagai partai Penguasa,  Demokrat dianggap yang paling bertanggungjawab  atas kebijakan  yang sangat memberatkan dan meresahkan masyarakat sehingga pasti berkorelasi dengan semakin menurunnya tingkat kepercayaan dan kepuasan publik terhadap kinerja Presiden SBY. Kebijakan tidak populer  dan sangat tidak tepat momentumnya yang ditempuh  pemerintah (Pertamina) ketika memasuki tahun politik adalah tindakan kontraproduktif  dan sekaligus dapat semakin menenggelamkan elektabilitas Partai Demokrat.

Demokrat sebagai partai penguasa pasti akan menjadi bulan-bulan masyarakat dan sekaligus dianggap paling bertanggungjawab terhadap kenaikan harga LPG yang sangat meroket saat ini. Kebijakan menaikkan harga LPG 12 KG  lebih dari 50%   adalah tindakan bunuh diri politik bagi partai  penguasa  karena terjadi disaat semua kekuatan politik sedang berusaha keras merayu, mendekati  dan mencari simpati mayoritas masyarakat.

Kini Partai Demokrat harus bersiap menerima resiko dari dampak kenaikan LPG 12 KG yang memiliki efek domino yang sangat parah dan luas ditengah masyarakat. Publik pasti  merasa dipermainkan dan marah kepada pemerintahan  SBY dan Partai Demokrat  sehingga kenaikan harga LPG ini akan semakin menambah suram masa depan Partai Demokrat karena lelektabilitasnya terus diderus dan ditenggelamkan oleh berbagai kebijakan yang tidak populis dan sangat menyakiti hati rakyat.

Itulah resiko politik yang akan dipanen Partai Demokrat jika sebagai partai penguasa tetap diam dan membiarkan masyarakatnya mengalami keresahan, kesulitan dan penderitaan hidup akibat kebijakan Pertamina  yang tidak populis dan sangat menyalahi  momentum. Kebijakan yang tidak sensitif dan elitis seperti itu harus segera 'ditolak' oleh Partai Demokrat secara lugas jika partai penguasa ini tidak mau melakukan bunuh diri (harakiri) di tahun politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun