Tingkat elektabilitas Partai Demokrat yang terus menurun  serta kepuasan publik yang semakin rendah terhadap pemerintahan SBY diperkirakan semakin sulit dinaikkan mengingat fokus seluruh kekuatan masyarakat sudah tertuju pada pertarungan politik. Pamor partai penguasa yang terus melorot karena secara bertubi-tubi terus didera kasus korupsi serta kinerja pemerintahan SBY yang stagnan dan cenderung menurun pastilah menjadi sasaran empuk untuk terus menyudutkan eksistensi partai penguasa ini diajang Pemilu yang tinggal 3 bulan lagi.
Ditengah semakin rendahnya elektabilitas Demokrat serta menurunnya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden SBY saat memasuki tahun politik ini tiba-tiba Pertamina (Pemerintah) menaikkan harga harga LPG Non Subsidi 12 Kg hingga mencapai diatas 50%. Kebijakan demikian tentu menyentak kehidupan publik karena ditengah kehidupan ekonomi yang masih 'lesu' -- tiba-tiba masyarakat dihadapkan pada kenaikan harga kebutuhan pokok yang sangat memberatkan.
Imbas dari kenaikan harga LPG yang sangat drastis itu pasti memukul perekonomian masyarakat, terutama yang bergerak di disektor UMKM karena mau tidak mau harus meningkatkan harga jual produknya kepada konsumen. Kebijakan di tahun politik demikian sangat meresahkan dan menyulitkan masyarakat, karena disamping harga LPG yang telah meroket-- keberadaannya juga sangat sulit ditemuai ditingkat pengecer.
Imbas dari meroketnya harga LPG 12 Kg tersebut tentu membuat masyarakat segera beramai-ramai bermigrasi (pindah) ke tabung gas LPG bersubsidi 3 Kg. Karena faktor inilah tabung Gas LPG 3 Kg kini juga menghilang, langka dan sulit ditemui ditingkat pengecer sehingga masyarakat dibuat bingung, cemas dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya yang paling pokok untuk kepentingan konsumsi.
Untuk memperoleh LPG 3 Kg kini masyarakat harus berputar-putar dari satu pengecer ke pengecer lain karena mayoritas sedang mengalami kekosongan stok. Jikapun ada maka harganya juga sudah naik cukup tinggi antara 16-25 ribu pertabung karena pasokan yang sangat langka dan dibatasi dari agen ke pengecer.
Realitas itu telah menambah penderitaan masyarakat di tingkat bawah sehingga berimbas pada keresahan dan ketidakpercayaan kepada pemerintah terus meningkat. Pemerintah dianggap bersikap egois dengan lebih mendasarkan kebijaksanannya pada kalkulasi untung dan rugi semata, sementara masyarakat harus memikirkan kepentingan dirinya serta terkesan 'dibiarkan' mengatasi kesulitannya sendirian.
Kondisi seperti itu sangat tidak adil dan sekaligus menyakiti hati publik karena ditengah kebijakan pemerintah yang menaikkan harga LPG secara meroket ternyata disana-disana sini terus terjadi kasus korupsi yang merugikan keuangan negara yang sangat besar. Kasus korupsi di sektor Migas yang kini melibatkan mantan Kepala SKK Migas menjadi contoh nyata betapa pemerintah (Pertamina) membabi buta dalam menerapkan kebijakasanaan yang menyakiti dan membuat menderita mayoritas masyarakat.
Dalam konteks politik, menaikkan harga LPG secara membabi buta yang memiliki efak domino yang sangat parah bagi masyarakat miskin adalah tindakan sangat tidak populer, terutama ketika memasuki tahun kompetisi politik. Disadari atau tidak, tindakan menaikkan harga LPG secara membabi buta ini menjadi badai yang semakin merontokkan elektabilitas Partai Demokrat sebagai partai penguasa.
Sebagai partai Penguasa, Demokrat dianggap yang paling bertanggungjawab atas kebijakan yang sangat memberatkan dan meresahkan masyarakat sehingga pasti berkorelasi dengan semakin menurunnya tingkat kepercayaan dan kepuasan publik terhadap kinerja Presiden SBY. Kebijakan tidak populer dan sangat tidak tepat momentumnya yang ditempuh pemerintah (Pertamina) ketika memasuki tahun politik adalah tindakan kontraproduktif dan sekaligus dapat semakin menenggelamkan elektabilitas Partai Demokrat.
Demokrat sebagai partai penguasa pasti akan menjadi bulan-bulan masyarakat dan sekaligus dianggap paling bertanggungjawab terhadap kenaikan harga LPG yang sangat meroket saat ini. Kebijakan menaikkan harga LPG 12 KG lebih dari 50%  adalah tindakan bunuh diri politik bagi partai penguasa karena terjadi disaat semua kekuatan politik sedang berusaha keras merayu, mendekati dan mencari simpati mayoritas masyarakat.
Kini Partai Demokrat harus bersiap menerima resiko dari dampak kenaikan LPG 12 KG yang memiliki efek domino yang sangat parah dan luas ditengah masyarakat. Publik pasti merasa dipermainkan dan marah kepada pemerintahan SBY dan Partai Demokrat sehingga kenaikan harga LPG ini akan semakin menambah suram masa depan Partai Demokrat karena lelektabilitasnya terus diderus dan ditenggelamkan oleh berbagai kebijakan yang tidak populis dan sangat menyakiti hati rakyat.