Stigma parpol paling korup dan terjadinya karma 'iklan katakan tidak pada korupsi, padahal korupsi' menjadi serangan politik yang sangat sulit dibantah oleh Demokrat dihadapan publik. Mayoritas bintang iklan politik ini kini telah tersandung kasus korupsi sehingga keberadaannya sekaligus menjadi aktor penting bagi kehancuran elektabilitas Demokrat.
Nazarudin, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum dan sejumlah elit Demokrat yang terus disebut dan diduga terlibat korupsi dalam sejumlah kasus, baik di Wisma Atlet, Hambalang dan SKK Migas serta lainnya yang proses hukumnya di KPK hingga kini belum tuntas menjadi beban sangat berat bagi parpol ini untuk bisa segera bangkit. Realitas demikian yang telah menghancurkan elektabilitas Demokrat sehingga sangat berat untuk diselamatkan dalam Pemilu mendatang.
Disamping faktor dan aktor korupsi yang telah menghancurkan elektabilitas Demokrat, parpol penguasa ini juga sedang menghadapi kondisi yang sangat sulit-- dimana tingkat kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan SBY di akhir masa baktinya semakin turun. Terus menurunnya kepuasan terhadap kinerja pemerintah dianggap berkorelasi langsung terhadap jatuhnya elektabilitas Demokrat-- apalagi parpol ini juga dipimpin langsung oleh SBY yang juga menjabat sebagai Presiden.
Tampilnya SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat tampaknya akan sulit melakukan gerakan penyelamatan parpol ini karena faktanya tren elektabilitas parpol justru terus menurun menjelang pemilu 9 April mendatang. Dalam konteks inilah posisi SBY justru menjadi salah satu beban (sebab) ikut menurunnya elektabilitas Demokrat karena tingkat kepuasaan publik terhadap kinerja pemerintahnya semakin rendah.
Bagi sebagian besar para elit Demokrat, SBY adalah pusat kekuatan dan harapan sehingga dirinya didorong tampil menjadi Ketua Umum demi sebuah misi penyelamatan masa depan partai penguasa ini. Anggapan ini akan diuji di Pemilu mendatang, jika Demokrat berjaya kembali maka misi penyelamatan partai adalah berhasil, sebaliknya jika gagal maka 'kewibawaan' SBY sebagai pusat kekuatan dan harapan di partai ini pasti digugat secara beramai-ramai oleh kadernya sendiri.
Itulah pertaruhan terakhir Partai Demokrat, ditengah terus memburuknya elektabilitas maka kini semua kader hanya memiliki dua pilihan untuk bisa ditempuh yaitu tetap optimis dengan terus bekerja keras serta mengharapkan keajaiban jurus sakti politik SBY sebagai Ketua Umum dan sekaligus seorang Presiden.
Pemilu 9 April mendatang sebagai ajang pembuktian; apakah SBY bisa tampil sebagai aktor yang mampu menyelamtakan partainya dari ancaman kehancuran atau sebaliknya justru menjadi faktor dan aktor yang menjatuhkan Partai Demokrat sehingga terpental menjadi kekuatan politik yang tidak terlalu diperhiutungkan. Pembuktiannya kita tunggu 9 April mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H