Sobat Kompasiana pasti sudah tidak asing lagi dengan berbagai unggahan foto makanan dan minuman manis di berbagai platform media sosial yang cantik dan sangat menggiurkan. Hal tersebut menjadi sebuah tren di kalangan anak muda yang disebut "sweet tooth". Fenomena ini menggambarkan gaya hidup anak muda yang gemar mengonsumsi makanan dan minuman manis, seperti kue, donat, milkshake, boba, dan berbagai dessert lainnya yang kemudian menjadi bagian dari estetika media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Pinterest. Namun, di balik tampilan yang menggiurkan, tren ini menyimpan sejumlah risiko kesehatan yang serius.
Tren "sweet tooth" demi aesthetic tidak muncul begitu saja. Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap popularitasnya, antara lain:
- Media Sosial dan Budaya Visual
       Media sosial, terutama platform berbasis gambar dan video seperti Instagram dan TikTok, memainkan peran penting dalam mempopulerkan tren ini. Makanan manis dengan tampilan yang menarik, seperti kue berwarna-warni, es krim dengan topping unik, dan minuman boba dengan warna pastel, sering kali dianggap "instagrammable" dan sangat disukai di media sosial. Algoritma platform ini cenderung mempromosikan konten yang menarik secara visual, sehingga mendorong lebih banyak orang untuk berbagi dan mengikuti tren tersebut.
- Pengaruh Influencer
Influencer dengan jumlah pengikut besar sering kali mempromosikan gaya hidup "sweet tooth" ini, baik secara langsung maupun melalui sponsor dan endorsement. Mereka sering berbagi momen-momen "cheat day" atau rekomendasi tempat makan dessert yang menarik, yang akan mendorong pengikut mereka untuk menirunya.
- Mudahnya Akses dan Inovasi Produk
       Dengan meningkatnya popularitas tren makanan manis, banyak pengusaha di bidang makanan berlomba-lomba menciptakan inovasi produk yang unik dan menarik secara visual. Akses yang mudah ke produk-produk ini, baik melalui toko fisik maupun layanan pengantaran online, semakin memudahkan tren ini berkembang.
- Persepsi tentang Self-Reward
Konsumsi makanan manis sering kali dikaitkan dengan kebahagiaan, perayaan, dan momen bersantai. Banyak orang merasa bahwa menikmati dessert adalah bentuk self-care atau cara untuk menghargai diri sendiri setelah hari yang melelahkan. Hal ini semakin diperkuat oleh budaya konsumen yang mendorong indulgensi dan kepuasan instan.
Meskipun tampak menyenangkan, tren "sweet tooth" ini dapat berdampak negatif pada kesehatan jika tidak dikontrol dengan baik. Beberapa risiko yang akan dihadapi antara lain:
- Risiko Diabetes Tipe 2
Konsumsi gula yang berlebihan merupakan faktor risiko utama untuk berkembangnya diabetes tipe 2. Menurut WHO, peningkatan asupan gula, terutama dari minuman manis, berkontribusi signifikan terhadap meningkatnya prevalensi diabetes global, termasuk di kalangan anak muda. Konsumsi rutin makanan dan minuman manis dapat menyebabkan resistensi insulin, yaitu kondisi ketika tubuh tidak lagi merespons hormon insulin secara efektif, yang pada akhirnya meningkatkan kadar gula darah.
- Obesitas
 Makanan dan minuman manis umumnya tinggi kalori tetapi rendah nutrisi. Asupan kalori yang berlebihan dari gula dapat menyebabkan penambahan berat badan yang tidak sehat, yang merupakan faktor risiko utama untuk obesitas. Obesitas sendiri terkait dengan berbagai penyakit serius lainnya, seperti penyakit jantung, stroke, dan berbagai jenis kanker.
3. Kerusakan Gigi
Gula adalah makanan favorit bakteri di dalam mulut. Bakteri akan mengubah gula menjadi asam yang dapat merusak enamel gigi, menyebabkan karies atau gigi berlubang. Fenomena "sweet tooth" ini meningkatkan risiko kerusakan gigi, terutama jika kebersihan mulut tidak dijaga dengan baik setelah konsumsi makanan manis.
4. Gangguan Pola Makan
Tren "sweet tooth" juga dapat memicu gangguan pola makan, terutama pada remaja yang sangat terpengaruh oleh media sosial dan standar kecantikan yang tidak realistis. Di satu sisi, mereka didorong untuk menikmati makanan manis sebagai bagian dari aesthetic tertentu, sementara di sisi lain, mereka juga dihadapkan dengan tekanan untuk tetap langsing dan sehat. Konflik ini dapat menyebabkan perilaku makan yang tidak sehat, seperti siklus diet yang ketat.
Meskipun ada risiko kesehatan, bukan berarti tren "sweet tooth" ini tidak bisa dinikmati dengan cara yang lebih sehat. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil untuk menjaga keseimbangan:
- Kendalikan Porsi
Penting untuk tetap menikmati makanan manis dalam jumlah yang moderat. Membatasi porsi dan frekuensi konsumsi makanan manis dapat membantu mengurangi risiko kesehatan. Menggunakan piring kecil atau berbagi dessert dengan teman bisa menjadi strategi untuk mengendalikan porsi.
- Edukasi Diri tentang Kandungan Gula
Banyak orang tidak menyadari berapa banyak gula yang terkandung dalam makanan dan minuman sehari-hari. Sobat Kompasiana bisa mulai membuat pilihan yang lebih sehat dengan memperhatikan label nutrisi dan memahami kandungan gula yang tercantum dalam kemasan. Menyadari bahaya dari gula tersembunyi (hidden sugars) juga penting untuk mengurangi konsumsi secara tidak sadar.
- Tetapkan Hari Khusus untuk Indulgensi
Menetapkan hari khusus untuk menikmati makanan manis dapat membantu mengurangi konsumsi berlebihan. Konsep "cheat day" dapat Sobat Kompasiana gunakan untuk tetap menikmati makanan favorit tanpa harus merusak diet harian yang sehat.
- Gabungkan dengan Aktivitas Fisik
Jika Sobat Kompasiana menyukai makanan manis, pastikan untuk mengimbanginya dengan aktivitas fisik yang cukup. Olahraga teratur tidak hanya membantu membakar kalori berlebih tetapi juga meningkatkan metabolisme dan kesehatan secara keseluruhan.
- Jangan Gunakan Makanan Manis sebagai Pelarian Emosional
Sobat Kompasiana sebaiknya menghindari menggunakan makanan manis sebagai alat untuk mengatasi stres atau masalah emosional. Alihkan ke aktivitas lain yang lebih positif, seperti berbicara dengan teman, bermeditasi, atau melakukan hobi.
Fenomena "sweet tooth" demi aesthetic mencerminkan bagaimana budaya visual dan media sosial mempengaruhi gaya hidup dan kebiasaan konsumsi kita. Meskipun tren ini memberikan kesenangan dan kepuasan estetika, penting untuk menyadari dampak negatif yang mungkin terjadi terhadap kesehatan. Mengadopsi pendekatan yang lebih seimbang dan bertanggung jawab terhadap konsumsi makanan manis adalah kunci untuk menikmati tren ini tanpa membahayakan kesehatan. Dengan kesadaran dan langkah-langkah yang bijak, kita dapat menikmati tren "sweet tooth" ini tanpa harus mengorbankan kesehatan kita.
Referensi
1. World Health Organization (WHO). "Sugars intake for adults and children." WHO, 2015.
2. Harvard T.H. Chan School of Public Health. "The Sweet Danger of Sugar." Harvard Health Publishing, 2019.
3. Journal of Affective Disorders. "Dietary patterns and mental health in a representative sample of Iranian adolescents." Elsevier, 2020.
4. American Heart Association. "Added Sugars." AHA, 2018.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI