Cyberbullying merupakan bentuk Bullying yang sangat rentan terjadi pada usia remaja, yang sekarang lebih mudah dan banyak dilakukan dengan menggunakan alat elektronik atau digital. Hal ini sejalan dengan pernyataan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2014 yang menyebutkan bentuk pelanggaran bullying dibagi menjadi 4 yaitu bullying fisik, bullying seksual, bullying verbal, dan bullying di media sosial (Cyberbullying).
 KPAI (2014) juga menjelaskan bahwa bentuk pelanggaran kekerasan di media sosial (cyberbullying) menjadi permasalahan serius yang harus ditangani terutama pada remaja. Cyberbullying merupakan penyalahgunaan teknologi di media sosial untuk mengancam, melecehkan, dan mempermalukan seseorang (Fisher, 2013).
 Jejaring sosial juga dijadikan sebagai tempat mengeluarkan segala bentuk luapan emosi, dan sering juga mengungkapkan kemarahan dalam bentuk caci maki dan hinaan pada orang lainatau kelompok tertentu. Kondisi ini seringberlanjut pada permusuhan dalam pergaulan didunia nyata. Penelitian yang dilakukan oleh Martin, Coyier, Vansistine dan Schroeder (Aini, dan Apriani, 2019). menyatakan bahwa kemarahan yang diungkapkan dalam internet dalam jangka pendek membuat pelaku merasa lega dalam mengekspresikan kemarahannya, namun selanjutnya pelaku akan menyadari bahwa halitu merupakan cara yang salah karena berdampak secara emosional khususnya bagi pembaca atau yang menjadi subyek penderita.Kondisi ini tentunya mudah sekali menyebabkan permusuhan dalam pertemanan yang dijalin lewat media tersebut.
Beberapa hal terkait dengan cyberbullying yaitu:
1) Cyberbullying dapat terjadi 24 jam sehari, 7 hari seminggu dan menjangkau anak-anak saat mereka sendirian, pagi,siang maupun malam hari;
2) Pesan dan gambar dapat di-posting tanpa nama dan menyebar dengancepat sehingga tidak mudah untuk menelusuri sumbernya;
3) Sulitnya menghapus pesan atau gambar yang sudah terposting dan menyebar di dunia maya.
 Tingginya angka cyberbullying di Indonesia sangat dipengaruhi oleh penggunaan internet yang meningkat setiap tahunnya terutama dikalangan remaja. Sebagai masyarakat yang setiap harinya berkutat dengan dunia teknologi dan media sosial harus bersifat bijak dalam menghadapi dilema perkembangan teknologi informasi tersebut. Beberapa kasus cyberbullying yang telah terjadi bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat khususnya remaja untuk lebih bijak dan berhati-hati dalam menggunakan media sosial termasuk facebook.
Bukan cuma di dunia nyata saja, Amanda banyak menghabiskan waktu bergaul di dunia maya. Hal yang lumrah dilakukan anak-anak yang hidup di generasi digital. Mulai dari media sosial seperti Facebook, Amanda mendapatkan banyak kenalan.
Karena sifatnya yang mudah bergaul, ramah, dan cantik, tak jarang pertemuan di media sosial saja tidak cukup. Perbincangan beralih ke media obrol di dunia maya, seperti chatting dan video-calling.
Semuanya berawal pada saat Amanda kenalan dengan seorang cowo di Internet yg berhasil membujuk dia untuk menunjukkan buah dadanya lewat webcam. Setahun kemudian, cowo itu menyebarkan foto topless Amanda lewat Internet, bahkan membuat sebuah account Facebook yg menjadikan foto topless Amanda tersebut sebagai profile picturenya. Hal itu membuat banyak orang membully Amanda, dan hal itu membuat Amanda dicemooh di sekolah dan di lingkungannya. Sebulan sebelum bunuh diri, Amanda mengupload sebuah video di youtube yg berisi kisah hidupnya yg menyedihkan.
Kisah Amanda Todd merupakan suatu kisah yang tragis. Di mana anak seusianya yang seharusnya sedang menikmati masa-masa perkembangan harus mengalami depresi yang berat. Tanpa harus menghakimi apa-apa, kisah Amanda Todd memberikan kita pelajaran untuk lebih bisa menggunakan internet dengan bijaksana. Serta pentingnya bimbingan orang tua yang tidak hanya melarang namun juga memberikan arahan mengenai internet dan kemungkinan-kemungkinan yang ada di dalamnya seperti informasi seks dan pergaulan.
Masa remaja merupakan periode kehidupan yang penuh dinamika karena pada masa tersebut terjadinya transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja sehingga masa remaja ini bisa dikatakan sebagai masa labil. Sedangkan penggunaan tekonologi informasi di kalangan remaja semakin meningkat dari tahun ke tahun. Remaja dapat menghabiskan waktu selama 5 jam dalam sehari bahkan lebih. Remaja laki-laki menggunakan internet untuk online, membuka web dan bermain game online sedangkan remaja perempuan menggunakan internet untuk membuka jejaring sosial, chatting, dan berbelanja lewat online shop.
Selain daripada itu masih banyak kasus-kasus cyberbullying yang belum terekspos oleh media. Padahal banyak postingan di facebook baik tulisan maupun gambar yang menyimpang dari etika sehingga menimbulkan bullying namun tidak sampai pada ranah hukum.
Perilaku cyberbullying dapat memberikan dampak negatif, antara lain korban mengalami depresi, kecemasan, ketidaknyamanan, prestasi di sekolah menurun, tidak mau bergaul dengan teman-teman sebaya, menghindar dari lingkungan sosial, dan adanya upaya bunuh diri. Cyberbullying yang dialami remaja secara berkepanjangan akan menimbulkan stres berat, melumpuhkan rasa percaya diri sehingga memicunya untuk melakukan tindakan-tindakan menyimpang seperti mencontek, membolos, kabur dari rumah, bahkan sampai minum minuman keras atau menggunakan narkoba. Cyberbullying juga dapat membuat mereka menjadi murung, dilanda rasa khawatir, dan selalu merasa bersalah atau gagal. Sedangkan dampak yang paling menakutkan adalah apabila korban cyberbullying sampai berpikir untuk mengakhiri hidupnya (bunuh diri) oleh karena tidak mampu menghadapi masalah yang tengah dihadapinya.
Tindakan cyberbullying yang dilakukan oleh remaja di media sosial facebook sudah semakin menghawatirkan. Cyberbullying tidak hanya memberikan dampak negatif pada korban namun juga pelaku. Cyberbullying adalah intimidasi yang dilakukan pelaku dengan tujuan melecehkan atau mempermalukan korban melalui perangkat teknologi misalnya penggunaan media sosial. Terdapat faktor internal dari diri pelaku dan korban itu sendiri.
Masa remaja merupakan periode kehidupan yang penuh dinamika karena pada masa tersebut terjadinya transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja sehingga masa remaja ini bisa dikatakan sebagai masa labil.
Estimasi jumlah remaja yang mengalami cyberbullying di Indonesia sangat tinggi, Survei global yang dilakukan oleh Ipsos terhadap 18.687 orang tua dari 24 negara, termasuk Indonesia, menemukan bahwa 12% orang tua menyatakan bahwa anak mereka pernah mengalami cyberbullying dan 60% diantaranya menyatakan bahwa anak-anak tersebut mengalami cyberbullying pada jejaring sosial seperti Facebook.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H