Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam nya.
Bahkan, Indonesia menjadi salah satu Negara yang berhasil masuk dalam 7 keajaiban dunia. Dan, Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki luas wilayah lautannya lebih besar daripada daratan. Dalam salah satu artikel yang ditulis di GoodNews From Indonesia mengenai fakta lautan, disebutkan bahwa luas total wilayah Indonesia adalah 7,81 juta km yang terdiri dari 2,01 juta km daratan, 3,25 juta km lautan, dan sisanya adalah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Maka, pantas jika Indonesia disebut sebagai Negara Maritim.
Hal ini tentu berpengaruh pada spesies ikan yang Indonesia miliki. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, populasi ikan di lautan Indonesia meningkat dua kali lipat, ketika kondisi ikan di lautan dunia justru turun drastis.
Dalam Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Badan Karantina Ikan, Pengendalian mutu dan Keamanaan hasil perikanan tahun 2015 menyebutkan bahwa diperkirakan ada 8500 spesies ikan hidup di peraira Indonesia (Australian museum) atau merupakan 45% dari jumlah spesies yang ada di dunia. Sebanyak 1300 spesies dari jumlah tersebut menempati perairan tawar. Fakta yang begitu luar biasa tentang kelautan di Indonesia.
Dengan fakta tersebut, seharusnya kita bangga dan semakin mencintai bumi pertiwi ini. Namun sayangnya, alih-alih mencintai dengan menjaga alam, manusia seringkali melakukan hal-hal yang malah merusak alam itu sendiri. entah menebang pohon sembarangan, menembaki satwa yang dilindungi, menjadikan satwa-satwa sebagai bahan hiburan, atau hingga menangkapi ikan secara berlebihan.
Kita, sebagai manusia, terutama di Indonesia memang harus bisa memanfaatkan segala sesuatu yang Tuhan kasih melalui alam ini. Namun, bukan untuk di gunakan secara berlebihan, dan bahkan merusaknya.
Kita sering tidak sadar, bahwa kita sering melakukan kejahatan pada bumi. Dimulai dari hal terkecil, seperti membuang sampah tidak pada tempatnya. Entah itu dijalanan, di got depan rumah, atau mungkin di sungai. Dari mulai sampah kering hingga basah. Dari mulai sampah makanan hingga sampah plastic. Dan, hal-hal yang terlihat kecil tersebut, sebenarnya mampu membahayakan makhluk hidup lain, terutama makhluk hidup di lautan. Tidak percaya? Mari kita lihat penjelasannya.
Indonesia, menduduki peringkat kedua sebagai Negara penghasil sampah plastic terbesar di dunia. Negara kita berkontribusi atas 3,2 juta ton sampah di lautan setiap tahunnya.
Hal ini membuat Indonesia menjadi penghasil sampah plastic terbanyak di Asia Tenggara. Dan fakta ini memberikan kesedihan baru bagi kita, bahwa ternyata telah banyak satwa laut yang mati akibat mengonsumsi sampah plastic. Dilansir brilio.net dari oceancrusaders.org, ada 25 triliun puing-puing plastic di lautan.
Dari massa itu, 269.000 ton mengapung di permukaan.sementara sekitar empat miliar microfiber plastic perkilometer persegi mengotori laut dalam. Kini, plastik telah menjadi ‘menu makanan’ bagi satwa laut, atau bisa dikatakan plastic kini menjadi ‘penghuni’ baru di laut. Studi terbaru yang ditulis oleh para peneliti du Universitas Plymouth, ada 700 spesies laut yang berbeda terancam oleh plastik. Bahkan 693 spesies telah didokumentasikan mengalami gangguan karena puing-puing plastic. Kenyataan yang begitu menyedihkan.
Sampah-sampah yang berada di lautan, bukanlah sampah-sampah baru yang memang sengaja di buang di laut. Sampah-sampah ini mengalir, dari tempat-tempat disekitar kita hingga akhirnya sampai di lautan. Sampah plastic sendiri membutuhkan waktu yang lama agar dapat hancur dan terurai. Menurut data, plastic membutuhkan waktu 50-100 tahun untuk dapat terurai seluruhnya.
Seorang wanita bernama Ivana Kurniawati, memberikan informasi mengejutkan melalui akun instagramnya @.ivana_kurniawati. Melalui story nya, ia membagikan beberapa foto disertai dengan caption “Sampah kita nyasar di negeri Orang” dengan location di Phuket, Thailand. Postingan tersebut langsung viral di berbagai media sosial.
Betapa mengejutkannya, bahwa sampah-sampah kita, terutama sampah plastic bisa sampai di dataran pantai Thailand. Yang lebih mengejutkan, ditemukan bangkai penyu yang utuh dengan cangkangnya di pinggiran pantai. Di duga ia mati karena menelan terlalu banyak sampah plastik. Melalui video story nya, ia memperlihatkan bahwa sampah-sampah itu berdatangan dari tengah laut menuju pinggiran pantai. Dan dari sampah yang di temukan, banyak yang berasal dari Indonesia.
Seperti sandal, bungkus ciki, racun tikus, ale-ale, hingga produk mie instan. Menurut info yang dibagikan, warga lokal dan para turis telah membersihkan sampah-sampah ini berhari-hari. Meski telah jelas info tersebut, kebiasaan netizen Indonesia tidak pernah hilang, yaitu ‘komentar’.
Setelah membagikan postingannya, Ivana memberikan gambar lain tentang banyaknya netizen Indonesia yang membandingkan sampah tersebut dengan sampah yang masuk ke Indonesia, banyak juga menuduh Ivana berbohong dengan mengatakan hal itu terjadi pasti di pantai Indonesia. Padahal sudah jelas tertulis, Ivana dan tunangannya, beserta rekan-rekannya sedang berada di pantai Nai Yang Beach.
Maka, kini plastic seolah telah resmi menjadi ‘penghuni’ lautan, bukan hanya di Indonesia. Dan kini, plastic seolah telah menjadi ‘menu makanan’ bagi para penghuni lautan. Indonesia, dengan kekayaan lautnya, dan dengan segala sampah plastiknya.
Mari kita rubah semuanya, dimulai dari sekarang, dimulai dari kita, dimulai dari hal kecil. Ketika kita telah berhasil merubah diri kita, maka kita akan mampu merubah dunia. Satu sampah yang kau buang pada tempatnya, satu spesies lautan kau selamatkan nyawanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H