Mohon tunggu...
Alya Shafira
Alya Shafira Mohon Tunggu... Lainnya - Kementerian Sekretariat Negara, Sekretariat Wakil Presiden

Introvert berusaha untuk mengeluarkan sisi ekstrovert saat bekerja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kehidupan Diaspora di Seoul, Korea Selatan

25 April 2024   20:00 Diperbarui: 25 April 2024   20:04 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi magister  merupakan sebuah keajaiban yang saya tidak pernah bayangan. Selama ini mimpi itu hanyalah sebuah mimpi, sampai akhirnya dapat lahir di dunia nyata. Kesempatan itu didapatkan dari berbagai peluang yang memang tidak semua orang bisa dapatkan, persyaratan yang ketat, pendaftar yang tidak dapat dihitung, dan waktu yang sangat terbatas. Apakah itu hanya keberuntungan? Atau memang jalan Tuhan? Yang bisa saya lakukan setelahnya hanyalah melakukan yang terbaik agar tidak menyia-nyiakan kesempatan dan membanggakan mereka yang telah mendukung saya.

Saya mendapatkan beasiswa KOICA (Korean International Cooperation Agency), sebuah institusi di bawah Pemerintah Korea Selatan, dan diterima di Ewha Womans University, Seoul. Seperti namanya, Ewha Womans University merupakan universitas khusus perempuan yang telah berdiri sejak 1886 oleh Mary F. Scranton, seorang misionaris Amerika. Berkembang selama lebih dari 100 tahun, sekarang telah menjadi salah satu universitas swasta terbaik di Korea Selatan.

Bagaimanakah kehidupan di Seoul? Menarik. 

Tentu bisa dibilang kehidupan di sana jauh lebih advanced dibandingkan di Jakarta, seperti transportasi umumnya, keamanannya, teknologinya, dan berbagai macam lagi. Tetapi di sini saya akan berfokus pada kehidupan sosial seorang diaspora yang berusaha mencari tempatnya di dunia internasional.

Saat mengampu studi di luar negeri, saya bertekad untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial di kampus maupun di luar kampus dengan para diaspora dari negara lain. Berbeda dengan bayangan umum, saya masuk ke dalam lingkungan kampus yang sangat internasional. Sebagian besar teman sekelas saya merupakan diaspora dari Asia Tenggara, Amerika, Eropa, India, Afrika, dan berbagai macam negara lainnya. Saya awalnya bahkan berusaha untuk tidak bergantung pada teman-teman sesama Indonesia, dengan alasan “sudah sekolah di luar negeri masa temenannya tetep sama orang Indonesia?”

Ironisnya, tentu saja teman dekat saya di sana tetap orang Indonesia. 

Tidak dapat dipungkiri, hidup di negara lain dalam jangka waktu lama tanpa keluarga ataupun teman dekat, terasa ada yang hampa. Sekuat apapun kita berusaha untuk menutupi kehampaan itu, tetap akan merindukan kampung halaman. Di saat itulah, komunitas diaspora Indonesia membantuku.

Selama hampir satu tahun, saya mengikuti Kelompok Tari Tradisional Indonesia (KTTI) di KBRI Seoul. Awalnya hanya ikut sebagai kegiatan olahraga dan tidak ada niat untuk terus datang, ternyata kelompok itulah yang membuatku nyaman tinggal di Seoul. Bahkan di situlah saya belajar banyak tentang kesenian tradisional Indonesia yang selama ini hanya dinikmati tanpa dimengerti. 

Anggota KTTI terdiri dari para senior yang sudah lama tinggal di Korea Selatan tetapi tidak mau meninggalkan tradisi maupun seni tradisional mereka. Bagi mereka yang merindukan Indonesia, berkumpul dengan teman-teman KTTI benar-benar berasa seperti kembali ke Indonesia. Suasana nyaman, pembicaraan dan candaannya benar seorang Indonesia, sampai makan bersama pun makan makanan Indonesia, feels right at home.

Melalui KTTI, saya juga mendapatkan koneksi dengan para senior yang sudah lama tinggal di Korea Selatan, sehingga mendapat tips and trik tinggal di Seoul. Traveling ke luar kota Seoul, piknik di Sungai Hangang, nonton festival kembang api terbesar di Seoul, bahkan berkesempatan untuk tampil di acara festival Korea maupun Indonesia menarikan tari tradisional yang tidak pernah saya lakukan sebelumnya.

Pengalaman-pengalaman tersebut membuka kesempatan untuk memperkenalkan tradisi Indonesia kepada komunitas internasional lainnya. Tentu saja melalui sosial media, saya meng-upload kegiatan-kegiatan tari KTTI, sehingga membuka jalan bagi saya untuk menarik teman dari negara lain tersebut dalam kehidupan diaspora saya. Pada beberapa kesempatan, saya juga mengajak mereka untuk ikut kegiatan KTTI untuk mempelajari apa yang telah saya pelajari tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun