Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu instrumen dalam keuangan negara yang digunakan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara. Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap transaksi jual beli barang atau jasa kena pajak. Di Indonesia, kebijakan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% telah menimbulkan polemik di masyarakat.
Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Mentri Keuangan Sri Mulyani beranggapan kebijakan ini dilakukan guna mendanai berbagai program pembangunan dan pelayanan publik, terutama setelah pandemi yang melemahkan kondisi fiskal (Liputan 6).
Sri Mulyani juga menyebut bahwa tarif PPN Indonesia yang akan menjadi 12% masih relatif rendah dibandingkan dengan negara lain, seperti Brasil (17%), India (18%), dan Turki (20%).
Namun, kebijakan ini menuai kritik karena dianggap memberatkan masyarakat, terutama kelompok menengah kebawah dan para pelaku usaha. Hal ini didukung munculnya petisi berjudul "Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!" di laman Change.org yang telah ditandatangani 196.000 orang per 27 Desember 2024.
Ironisnya, kebijakan ini lahir dari pemerintah yang didukung oleh mayoritas suara dalam Pemilu 2024 lalu, di mana pasangan Prabowo Subianto--Gibran Rakabuming memperoleh 58% suara. Kemenangan mayoritas ini mencerminkan kelemahan sistem demokrasi. Dalam bukunya yang berjudul Democracy in America, Alexis de Tocqueville menjelaskan bahwa demokrasi akan menciptakan paradoks tirani mayoritas (Anthony 2001:75-76).
Tirani mayoritas terjadi ketika keputusan yang diambil berdasarkan suara mayoritas mengabaikan kepentingan kelompok minoritas atau bahkan merugikan seluruh masyarakat, termasuk mayoritas itu sendiri (Roring 2022). Kebijakan PPN 12% ini menjadi salah satu contoh, di mana keputusan yang didukung mayoritas pemilih justru berpotensi membebani seluruh lapisan masyarakat. Baik kelompok yang tidak memilih maupun mereka yang mendukung, kebijakan ini pada akhirnya berdampak pada ekonomi masyarakat.
PPN 12 Persen
Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% telah resmi disetujui pada Senin, 16 Desember 2024 dan akan berlaku mulai 1 Januari 2025 (CNN). Kenaikan PPN sebesar 1% ini merupakan kelanjutan dari kebijakan sebelumnya yang ada pada 2022 lalu, di mana tarif PPN dinaikkan dari 10% menjadi 11%. Berdasarkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, barang dan jasa yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat, seperti bahan pokok, pendidikan, kesehatan, dan transportasi umum, tidak dikenakan kenaikan tarif PPN. Namun, barang-barang konsumsi, jasa hiburan, layanan digital, dan barang impor akan terdampak oleh kenaikan tarif menjadi 12 %.
Meskipun barang primer tidak terdampak pada kenaikan PPN, barang sekunder menjadi terkena dampaknya. Kelompok masyarakat menengah ke bawah, yang memiliki proporsi pengeluaran lebih besar untuk barang-barang konsumsi, akan lebih merasakan tekanan ekonomi dibandingkan kelompok berpenghasilan tinggi. Kebijakan ini justru hanya akan memperlebar kesenjangan ekonomi.
Kenaikan ini mendapat banyak tentangan dari masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah dan para pelaku usaha. Menurut Survey yang dikeluarkan oleh Inventure pada Oktober 2024 lalu, data menunjukkan bahwa 92% kelas menengah ingin Presiden Prabowo Subianto membatalkan atau merevisi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN menjadi 12%. Selain itu data terbaru dari petisi Change.org yang berjudul "Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!" menunjukkan bahwa lebih dari 196.000 orang telah mentandatangani petisi.
Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Pasal 7 ayat 3 disebutkan "Tarif PPN dapat diubah paling tinggi 15 persen dan paling rendah 5 persen dan perubahan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah." Peraturan Pemerintah atau yang disingkat PP sendiri merupakan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya (UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan). Hal ini menjelaskan bahwa penetapan kenaikan PPN sebesar 12% ditetapkan oleh Presiden Indonesia saat ini, yaitu Prabowo Subianto melalui persetujuan DPR RI.