Adapun tantangan yang dialami para jurnalis berdasarkan penuturan Meiki terletak bagaimana seorang jurnalis harus bisa menyesuaikan gaya tulisannya dengan keadaan masyarakat. Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa isu lingkungan, terutama perubahan iklim membosankan dan tidak menarik. Maka dari itu, seorang jurnalis memilih gaya penuturan feature dengan mengemasnya sebagai cerita yang terjadi di lapangan untuk menghindari tulisan yang menjenuhkan.
"Di Indonesia masih jarang media yang membahas secara khusus tentang isu lingkungan, seperti perubahan iklim karena masyarakat Indonesia kurang tertarik dengan isu tersebut sehingga redaksi memilih isu yang lebih menarik walau para jurnalis sudah memiliki keinginan untuk mengupasnya. Berbanding terbalik dengan negara maju yang masyarakatnya sudah memiliki kesadaran sehingga media juga banyak yang mengusut isu lingkungan," imbuh Meiki
Kolaborasi yang Dilakukan Para Jurnalis dan Aktivis Lingkungan dalam Menghadapi Perubahan Iklim dan Kekurangan Produk Jurnalis Audio Visual
"Walhi Jawa Barat bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung pernah melakukan kolaborasi dalam pembuatan liputan khusus, salah satunya pembangkit listrik tenaga batubara. Kami mengajak para jurnalis ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan menjelaskan keterkaitan TPA dengan perubahan iklim," cerita Meiki sebagai bentuk gambaran utuh para jurnalis mengenai dampak yang akan terjadi pada lingkungan.
Walhi Jawa Barat juga mendorong para jurnalis untuk memperdalam isu korupsi yang pernah terjadi pada pembangkit listrik tenaga batubara. Tidak hanya memberikan dampak pada lingkungan, seperti pencemaran udara dan perubahan iklim yang disebabkan emisi karbon. Namun, pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara juga membawa dampak perubahan pada sektor ekonomi warga sekitar yang menjadikan hal tersebut sebagai sumber kehidupan mereka sehari-hari.
Meiki mengungkapkan bahwa masyarakat secara umum lebih menyukai produk jurnalis sains yang dibungkus dalam bentuk audio visual atau hanya visual saja, seperti foto. Namun, yang menjadi tantangan adalah produk audio visual memiliki keterbatasan dibandingkan produk cetak sehingga isu yang dibahas kurang mendalam. Dengan demikian, produk cetak, seperti tulisan masih dibutuhkan dalam menyampaikan informasi mengenai perubahan iklim.
Tantangan Para Jurnalis Sain dalam Memproduksi Berita Perubahan Iklim dan Walhi Jawa Barat dalam Membangun Kesadaran Masyarakat
"Dalam pembuatan produksi berita para jurnalis mengalami berbagai tantangan, begitupula yang dirasakan Walhi Jawa Barat. Namun hal ini tidak membuat kami mundur untuk mengupas isu perubahan iklim dalam mewujudkan kesadaran masyarakat," tutur Meiki
Adapun tantangan yang dialami para jurnalis berdasarkan penuturan Meiki terletak bagaimana seorang jurnalis harus bisa menyesuaikan gaya tulisannya dengan keadaan masyarakat. Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa isu lingkungan, terutama perubahan iklim membosankan dan tidak menarik. Maka dari itu, seorang jurnalis memilih gaya penuturan feature dengan mengemasnya sebagai cerita yang terjadi di lapangan untuk menghindari tulisan yang menjenuhkan.
"Di Indonesia masih jarang media yang membahas secara khusus tentang isu lingkungan, seperti perubahan iklim karena masyarakat Indonesia kurang tertarik dengan isu tersebut sehingga redaksi memilih isu yang lebih menarik walau para jurnalis sudah memiliki keinginan untuk mengupasnya. Berbanding terbalik dengan negara maju yang masyarakatnya sudah memiliki kesadaran sehingga banyak media yang mengusut isu lingkungan," imbuh Meiki
Meiki juga menceritakan bahwa masih banyak jurnalis sains yang kurang memahami secara mendalam isu yang sedang dibahasnya. Salah satunya ketika seorang jurnalis sains mengangkat isu sampah, tetapi tidak benar-benar menguasai isu tersebut. Maka dari itu, seorang jurnalis sains juga membutuhkan relasi yang luas dan narasumber ahli di bidang lingkungan yang dapat membantunya dalam memahami konteks isu secara lebih mendalam.