Mohon tunggu...
Alya Lathifa
Alya Lathifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Hukum Perdata Islam di Indonesia

21 Maret 2023   16:50 Diperbarui: 21 Maret 2023   18:04 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama: Alya Lathifa Rahmawati

Nim: 212121150

Prodi: Hukum Keluarga Islam 

Kelas: 4E

1. Hukum Perdata Islam di Indonesia

Hukum Perdata Islam di Indonesia merupakan suatu hukum privat dan materiil yang mengatur hak dan kewajiban seseorang di Indonesia yang menganut agama Islam. Hukum ini tidak dapat dipisahkan oleh sejarah Islam yang menunjukkan sebuah institusi yang menunjukkan bukti signifikan. Dalam hukum ini mengkaji tentang perihal hubungan manusia dengan badan hukum satu sama lain terhadap suatu benda yang keniscayaannyakeniscayaannya/keberadaannya mewarnai tata cara hukum di Indonesia. Hukum ini bersifat mengikat yang didasari dengan Al-Quran, Sunnah yang harus diyakini untuk setiap umat muslim baik dalam hubungan sosial, ketuhanan maupun makhluk ciptaannya dengan tuhannya.

2. Prinsip perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI

Bahwa suatu perkawinan akan membentuk keluarga yang kekal sampai maut memisahkan dan tidak serta merta untuk permainan. Perkawinan yang dinyatakan sah apabila  dilaksanakan sesuai kepercayaan dan hukumnya  masing-masing. 

Ketika seorang suami akan  berpoligami harus se izin istri karena akan menjadi bukti kekuatan yang harus dipenuhi sebelum mengajukan ke pengadilan. Suami juga harus menjamin bahwa ia mampu menafkshi istri dan anak-anak nya baik jasmani malun rohaninya dan memberikan waktu yang adil untuk keduanya ketika sudah disahkan. Apabila tidak melalui proses peradilan akan menimbulkan  kekerasan dalam rumah tangga dan tidak mendapatkan haknya sebagaimana yang  seharusnya. Pengadilan hanya memberikan izin kepada suami yang akan berpoligami apabila istri tidak bisa memberikan keturunan, istri yang cacat badan/penyakit yang tidak dapat disembubkan dan  istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebPrinsip perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI

\Bahwa suatu perkawinan akan membentuk keluarga yang kekal sampai maut memisahkan dan tidak serta merta untuk permainan. Perkawinan yang dinyatakan sah apabila  dilaksanakan sesuai kepercayaan dan hukumnya  masing-masing. 

Ketika seorang suami akan  berpoligami harus se izin istri karena akan menjadi bukti kekuatan yang harus dipenuhi sebelum mengajukan ke pengadilan. Suami juga harus menjamin bahwa ia mampu menafkshi istri dan anak-anak nya baik jasmani malun rohaninya dan memberikan waktu yang adil untuk keduanya ketika sudah disahkan. Apabila tidak melalui proses peradilan akan menimbulkan  kekerasan dalam rumah tangga dan tidak mendapatkan haknya sebagaimana yang  seharusnya. Pengadilan hanya memberikan izin kepada suami yang akan berpoligami apabila istri tidak bisa memberikan keturunan, istri yang cacat badan/penyakit yang tidak dapat disembubkan dan  istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri. agai istri.

3. Dampak pentingnya pencatatan perkawinan dan dampak jika tidak melakukan pencatatan perkawinan sosiologis, religious, yuridis
 Pentingnya melakukan pencatatan perkawinan dapat memberikan kepercayaan dan hak bahwa suami istri menjadi pasangan yang sah.  Hal ini untuk mendapatkan kepastian hukum dan nasab untuk keturunannya nanti . 

Perkawinan yang dilaksanakan sesuai kepercayaan akan tetapi belum dicatatkan dalam negara sama halnya melakukan pernikahan sirri dan pada catatan negara mereka sama-sama berstatus lajang. Sehingga perlindungan hukum yang terkait dengan hak perempuan akan menjadi lemah dan tidak bisa dilindungi untuk mendapatkan nafkah, warisan dan harta gono gini bila terjadi perceraian.

Perkawinan merupakan perbuatan hukum yang menimbulkan konsekuensi yuridis sangat luas, yang mana dokumen pencatatan perkawinan pada kemudian hari dapat dibuktikan dengan autentik sehingga masing-masing pihak mendapatkan perlindungan oleh negara ketika terjadi problem.  Perkawinan  yang tidak dicatatkan akan mengahambat status anak yang akan memiliki akte kelahiran dan penyelenggaraan pendidikan karena status mereka tidak diketahui dengan jelas baik dalam agama maupun negara.

4. Pendapat ulama dan KHI tentang perkawinan wanita hamil
Menurut pendapat Imam syafi'i bahwa menikahi  wanita yang telah hamil karena perbuatan zina makan diperbolehkan baik orang yang menghanilinya atau orang lain. 

Pendapat imam maliki menjadi tidak sah kecuali laki-laki yang menghamili harus memenuhi syarat terlebih dahulu. Pendapat imam hanafiyah hukum menikahi wanita hamil tetap sah baik laki-laki yang menghamili maupun tidak serta tidak boleh berkumpul kecuali saat melahirkan. 

Pasal 53 KHI seorang yang telah melakukan zina tidak diberikan hukuman kan tetapi mereka diharuskan untuk segera melangsungkan pernikahan agar tidak menimbulkan kontroversi lebih lanjut. Walaupun seorang yang telah melakukan zina akan didera 100 kali namun dalam KHI berlandaskan dalam QS. An-Nur: 3 bahwa laki-laki yang berzina tidak menikahi melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik dan perempuan yang berzina tidak dikawini melaikan laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik. Dengan demikian diharamkan atas orang-orang mukmin. 

5. Cara menghindari perceraian
-Menjaga komunikasi dengan baik sesama pasangan
-Menghindari tindakan kekerasan,
-Menghargai setiap pendapat dari pasangan
-Berdoa dan dan tawakal epada Allah swt
 -Memperbaiki diri atas kesalahan yang telah diperbuat.
 -Saling menguatkan ketika mengahadapi permasalahan yang terjadi.

6. Judul: Pembaruan hukum wakaf di Indonesia
    Nama pengarang: Siska Lis Sukistiani , M.Ag,M.E.Sy.
Kesimpulan dari buku tersebut untuk mengoptimalkan fungsi wakaf yang berpedoman aspek hukum dalam ajaran Islam. Pembaruan ini dilaksanakan sesuai rencana tata ruang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariat atas persetujuan BWI. 

Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 2004 yang dibentuk dalam rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia. BWI dibentuk bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang sudah dikelola nadzir tetapi membina agar dikelola dengan baik dan memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan sosial,pemberdayaan ekonomi,maupun mengembangan infrastruktur publik. 

Visi dari badan wakaf Indonesia yaitu terwujudnya lembaga independen yang dipercaya masyarakat, mempunyai kemampuan dan integritas untuk mengembangkan perwakafan nasional dan internasioal. Sedangkan misi dari badan wakaf Indonesia menjadikan lembaga yang profesional, mampu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan pemberdayaan masyarakat.

Inspirasi yang saya dapatkan setelah mempelajari pembaruan hukum wakaf di Indonesia dapat memahami dan mengaplikasikan secara maksimal dan profesional, sehingga masyarakat dapat mempercayai ketika mempunyai hasrat untuk mewakafkan harta benda yang dimilikinya. Selain itu juga mempertimbangkan dengan matang keputusan yang akan diambil sebelum suatu hal yang tidak diinginkan dapat terjadi dan mengembangkan tempat perwakafan sesuai ketentuan yang telah diatur dalam syariat Islan dan perundangundangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun