Aparat masyarakat memberikan pedoman dan patokan  demi terselenggaranya pembagian harta warisan yang adil. Sengketa yang terjadi dalam masyarakat tidak selamanya dapat berakhir di pengadilan dan untuk menyelesaikan sengketa dalam masyarakat kepala desa bukan menjadi persoalan yang sederhana melaikan sudah menjadi tugas dan kewajiban dan wewenang yang melekat pada dirinya  dan kepala pemerintah desa.
Ketika terjadi sengketa di dalam keluarga perlu adanya musyawarah mufakat  yang dilakukan oleh keluarga internal terlebih dadahu agar konflik tidak menimbulkan perpecahan silaturahmi dalam keluarga. Setelah dilakukan musyawarah kemudian harta waris dibagi sesuai ketentuan yang telah di atur. Pembagian warisan dalam bentuk damai merupakan bentuk
pembagian secara damai diantara ahli waris yang mengedapankan prinsip musyawarah dan kerelaan berdasarkan kesepakatan. Solusi konflik melalui musyawarah keluarga cenderung menyisakan konflik laten (tersembunyi).
Putusan yang diberikan tidak bersifat mengikat karena tidak adanya sanksi terhadap pelanggaran terhadap hasil putusan yang diberikan. Selain
itu, masyarakat enggan menaikkan kasus ini ke pengadilan negeri karena biaya yang tinggi. Ada yang berpendapat bahwa pembagian warisan dengan cara berdamai sebagai bentuk sikap mendua. Di satu sisi mereka menginginkan ketentuan syara'sebagai acuan dalam pembagian warisan dilaksanakan tetapi di sisi lain kenyataannya mereka membagi warisan dengan cara berdamai bahkan kadang dengan memberikan hibah terlebih dahulu.
Nama anggota dari Hukum Keluarga Islam 4E:
Nurul Pujiastuti 212121132
Hamid Muhammad Nur Pua Nabu 212121149
Alya lathifa Rahmawati 212121150
Latifah Kurniawati 212121163
Resti Liyawati 212121164