Mohon tunggu...
Alya Kania
Alya Kania Mohon Tunggu... Jurnalis - is typing...

typing typing typing

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Saya Benci Ganjar Pranowo

22 November 2021   10:50 Diperbarui: 22 November 2021   12:54 2071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ganjar Pranowo. Lagi-lagi Ganjar Pranowo. Saya benci banget sama Gubernur Jawa Tengah itu. Setiap namanya disebut, pasti ada prestasi yang dicapainya. Lha Gubernur saya. Setiap namanya disebut, pasti ada masalah yang dibuatnya.

Saya tinggal di Jakarta. Tapi entah kenapa tetangga saya, teman kerja saya sampai teman nongkrong selalu bahas Ganjar. Kata mereka Ganjar hebat. Seorang pemimpin yang merakyat. Tiap hari dia blusukan. Menyelesaikan masalah rakyat langsung di lapangan.

Saya sih diam saja. Sambil emosi saya hanya tertawa. Bathin saya, ini Jakarta woy...kenapa bahas Ganjar? Apasih hebatnya dia?

Lama saya dengarkan obrolan mereka soal Ganjar. Kata mereka, selama pandemi hanya Ganjar kepala daerah yang kerja dengan baik. Ganjar, selalu aktif terjun ke lapangan. Hampir tiap hari, ia keliling ke masyarakat kota sampai desa untuk edukasi protokol kesehatan.

Masalah-masalah di rumah sakit ia tangani sendiri. Ia kerap sidak untuk melihat situasi. Kearifan lokal masyarakat tentang saling menolong didorong lewat program Jogo Tonggo. Program bantuan sosial dikawal agar tepat sasaran.

Lalu kawan-kawan saya membandingkan dengan Anies Baswedan, gubernur saya. Kata mereka, nggak pernah ada program kerja terarah untuk penanganan pandemi di Jakarta. Ia kerap cuci tangan, dan salahkan pemerintah pusat kala pandemi tak terkendali. Tapi saat pandemi menurun dan Jakarta dianggap bagus dalam penanganannya, dia yang pertama angkat tangan. Itu karena kerja keras saya. Gitu katanya.

Saya langsung nyolot. Saya katakan ke mereka, gubernur saya itu nggak kalah hebat dari Ganjar. Tiap hari, dia juga blusukan. Bukan ke rumah sakit atau perkampungan, Anies tiap hari datang ke tempat pemakaman. Ia ingin memastikan, warganya yang mati karena Covid-19 bisa dapat tempat yang nyaman. Ini baru pemimpin revolusioner namanya, bung!. Menyiapkan makam itu kan juga penting.

Selama pandemi, kata teman saya. Ganjar mengoptimalkan anggaran di Jateng untuk penanganan. Anggaran yang nggak penting dipangkas. Sumber anggaran dari sektor lain dioptimalkan.

Tak hanya ngurus kesehatan. Sektor ekonomi juga dapat perhatian. Ganjar dengan ringan tangan bantu pemasaran UMKM. Gandeng e-commerce raksasa nasional untuk pendampingan dan pemasaran. Pelan namun pasti, ekonomi Jateng tumbuh positif lagi.

Saya bantah lagi ke mereka. Itu sih biasa. Semua kepala daerah juga melakukan itu. Keren gubernur saya dong, yang anggarannya dihambur-hamburkan untuk gelar event internasional bernama Formula E. Luar biasa bukan? Berpikir out of the box namanya.

Teman-teman saya agak jengkel juga dengan jawaban saya itu. Mereka katakan, coba kalau anggaran Formula E buat bantu UMKM dan pelaku usaha kecil. Pasti lebih manfaat. Kata mereka.

Atau anggaran itu buat memperbaiki rumah tak layak huni. Meski namanya Ibu Kota Negara, tapi di Jakarta masih banyak warga miskinnya. Mereka tinggal di kolong jembatan. Atau pemukiman kumuh yang jauh dari kata nyaman.

Kata teman-teman saya, Ganjar sudah lakukan itu. Sejak 2013 memimpin Jateng, Ganjar sudah renovasi ratusan ribu rumah  tak layak huni di Jateng. Bahkan sebentar lagi, sejuta rumah tak layak huni di Jateng diperbaiki.

Saya ketawa saja. Ngapain renovasi rumah tak layak huni. Program Anies kan lebih hebat. Dia bangunkan rumah untuk rakyat, dengan DP 0 persen. Ya meski sampai sekarang tak ada peminatnya, karena syarat penghasilan untuk menikmati program itu dinaikkan. Kan bukan salah Anies. Salahkan mereka saja, kenapa miskin.

Program DP 0 persen itu kan dikorupsi, kata teman saya nyolot. KPK sudah turun, beberapa bawahan Anies sudah ditangkap dan jadi tersangka. Bisa jadi, Anies terseret ke sana. Belum lagi banyak program kerja Anies yang jadi temuan BPK. Mulai pengadaan lem aibon, pengadaan mobil pemadam kebakaran, sampai dugaan korupsi pengadaan alat rapid tes termasuk masker.

Saya mulai agak emosi juga. Tapi masa sih, gubernur saya yang hebat itu bakal jadi tersangka? Kan dia ahli silat, yang bisa menangkis setiap serangan. Paling tidak, dia jago menghindar. Pasti aman...bathin saya. Sudah banyak dugaan korupsi yang menyerang gubernur saya. Tapi karena kelincahannya, dia masih aman-aman saja. Dengan ilmunya, dia bisa bermain retorika. Dia sebut itu kelebihan bayar. Bukan korupsi lho.

Istilah keren bukan? Belum tentu Ganjar bisa membuat istilah-istilah itu. Bukan korupsi, itu kelebihan bayar!

Perdebatan beralih ke sektor pendidikan. Saya dengan bangga mengatakan, tak ada kepala daerah sehebat Anies kalau ngomong soal pendidikan. Gubernur saya itu mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Jokowi lho. Meskipun dia dipecat, tapi dia kan punya banyak pengalaman. Saya yakin, dia bisa bawa pendidikan Jakarta lebih baik lagi.

Tapi kata teman saya, tak ada program kerja yang wah di sektor pendidikan selama Anies memimpin Jakarta. Hanya biasa-biasa saja. Biasa banget malah kalau kata mereka.

Beda dengan Ganjar, yang kata mereka luar biasa. Di Jateng, Ganjar buat sekolah khusus untuk menampung anak-anak miskin. Namanya SMK Jateng. Di sekolah itu, mereka yang notabene anak kurang mampu bisa sekolah secara gratis. Dapat semua perlengkapan sekolah, tinggal di asrama plus diberi beasiswa.

Tak hanya itu. Saat mereka lulus, mereka bisa langsung bekerja. Banyak perusahaan yang sudah inden mereka. Ada yang kerja di Jepang, Jerman dan negara lainnya dengan gaji menggiurkan.

Kerjasama yang apik antara SMK Jateng dengan pelaku industri baik dalam maupun luar negeri, jadi jaminan mereka memperbaiki kehidupan. Mereka bisa dapat penghasilan dan membawa keluarga keluar dari garis kemiskinan. Keren bukan?

Lha gubernur saya, kata teman saya, boro-boro melakukan itu. Dia hanya diam saja, meski banyak pelajarnya yang saling baku hantam di jalanan. Tawuran.

Saya seruput kopi hitam yang mulai dingin. Rasanya semakin pahit karena hati saya mulai panas dengan omongan kawan-kawan saya itu. Bangsat kalian!.

Dan yang paling bikin saya esmosi adalah, saat mereka membahas soal radikalisme dan intoleransi.

Kata teman saya, Ganjar sosok yang tegas kalau soal ini. Tak ada ampun bagi siapapun di Jateng yang terafiliasi dengan ormas atau jaringan radikal. Ia bakal pecat pegawainya yang terlibat dalam gerakan-gerakan ini. Kurikulum anti radikalisme dan intoleransi dibuat. Para mantan napi terorisme digandeng untuk beri pengajaran pada masyarakat.

Lha Anies? Mana ada program itu. Justru selama ini, Anies asyik bersenggama dengan tokoh-tokoh dan ormas-ormas di Jakarta.

Saya jawab itu ya wajar saja. Gimana nggak berkawan, kan mereka juga yang membantu Anies duduk di kursi empuk gubernuran. Kelompok inilah yang membuatnya memenangkan pertandingan. Membalas kebaikan dengan kebaikan wajar saja bukan? Siapa yang nglarang Anies berkawan dengan mereka. Toh saat nyapres nanti, suara mereka bisa dimanfaatkan untuk memenangkan pertarungan. Taktik dan strategi kampanye kelompok ini sudah terbukti ampuh di pilkada 2018 lalu.

Eeh teman-teman saya malah tambah nyolot. Kata mereka, Indonesia akan hancur kalau dipimpim orang yang berafiliasi dengan kaum radikal dan ormas intoleran.

Seketika, kopi saya habiskan. Tanpa pamit, saya tinggalkan mereka yang asyik ngobrol soal Ganjar. Saya pergi, daripada nanti timbul keributan.

Ganjar. Saya makin benci sama nama itu. Gara-gara Ganjar, gubernur saya jadi tak ada harganya di kalangan rakyatnya sendiri. Dia kelihatan seperti anak kemarin sore, yang nggak bisa kerja dan nggak mudeng apa-apa. Sialan!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun