Istilah  "Syiah" berasal dari bahasa Arab yang berarti pendukung atau pembela. Pada awalnya, konsep Syiah belum dikenal pada masa Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Nama ini muncul saat konflik antara Ali dan Muawiyah, di mana kelompok yang mendukung Ali disebut "Syiah." Namun, penting dicatat bahwa komunitas Muslim Syiah belum terbentuk pada saat itu. Penggunaan istilah "Syiah" dalam terminologi mengacu pada pendukung khusus Amirul Mukminin, yakni Ali bin Abi Thalib.
Syiah menjadi sekte politik pertama dalam Islam dan muncul pada akhir kekhalifahan ketiga, berkembang pada masa pemerintahan Ali. Sejarah kemunculan Syiah juga mencakup peran Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang masuk Islam dan menjadi tokoh kunci dalam kebangkitan Syiah, meskipun ada perbedaan pendapat mengenai sejauh mana perannya.
Selain itu, adapun latar belakang kemunculan Syiah setelah kematian Ali, dengan pengaruh dari berbagai faktor sejarah dan kepercayaan. Ada pula catatan tentang kejadian-kejadian pada masa awal pertumbuhan Islam yang mendorong munculnya kelompok seperti Syiah di antara para sahabat Nabi.
Terdapat empat kelompok dalam sekte Syiah menurut Abu al-Khair al-Baghdâdi, yang meliputi kelompok ekstrim, moderat, dan liberal. Perbedaan prinsip keyakinan mengenai imâmah, terutama pergantian kedudukan Imam, menjadi faktor utama dalam pembentukan kelompok-kelompok tersebut. Beberapa kelompok ekstrim bahkan menempatkan Sayyidina Ali pada derajat kenabian atau bahkan keTuhanan. Setelah perang jamal dan shiffin, pasukan Ali terpecah menjadi empat golongan.
Salah satu kelompok ekstrim, Saba’iyah, dipimpin oleh Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang masuk Islam. Mereka memiliki pemikiran sesat yang menyebarkan kebohongan tentang Ali, bahkan dengan keyakinan bahwa Ali naik ke langit setelah terbunuh. Kelompok Ghurabiyah, meskipun tidak menempatkan Ali sebagai Tuhan, menganggap Ali lebih dimuliakan daripada Nabi Muhammad. Sedangkan Kaisaniyah, dipimpin oleh al Mukhtar ibn ‘Ubaid al-Tsaqa, memiliki keyakinan tentang bada’, yakni perubahan kehendak Allah seiring dengan perubahan ilmu-Nya.
Kelompok-kelompok ini mencerminkan keragaman dalam aliran Syiah, dari ekstrim hingga moderat, dengan perbedaan keyakinan yang mencakup mulai dari pemuliaan Ali hingga keyakinan tentang perubahan kehendak Allah.
Terdapat empat kelompok dalam sekte Syiah menurut Abu al-Khair al-Baghdâdi, yang meliputi kelompok ekstrim, moderat, dan liberal. Perbedaan prinsip keyakinan mengenai imâmah, terutama pergantian kedudukan Imam, menjadi faktor utama dalam pembentukan kelompok-kelompok tersebut. Beberapa kelompok ekstrim bahkan menempatkan Sayyidina Ali pada derajat kenabian atau bahkan keTuhanan. Setelah perang jamal dan shiffin, pasukan Ali terpecah menjadi empat golongan.
Salah satu kelompok ekstrim, Saba’iyah, dipimpin oleh Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang masuk Islam. Mereka memiliki pemikiran sesat yang menyebarkan kebohongan tentang Ali, bahkan dengan keyakinan bahwa Ali naik ke langit setelah terbunuh. Kelompok Ghurabiyah, meskipun tidak menempatkan Ali sebagai Tuhan, menganggap Ali lebih dimuliakan daripada Nabi Muhammad. Sedangkan Kaisaniyah, dipimpin oleh al Mukhtar ibn ‘Ubaid al-Tsaqa, memiliki keyakinan tentang bada’, yakni perubahan kehendak Allah seiring dengan perubahan ilmu-Nya.
Kelompok-kelompok ini mencerminkan keragaman dalam aliran Syiah, dari ekstrim hingga moderat, dengan perbedaan keyakinan yang mencakup mulai dari pemuliaan Ali hingga keyakinan tentang perubahan kehendak Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H