Secara filosofis Perkawinan menurut hukum islam adalah suatu perjanjian yang sakral dimana itu adalah suatua perjanjian dengan sadar antara kedua pihak, kemudian agar terwujudnya suatu kesakralan atau kesucian dalam perkawinan ini agara tidak danya kesalah pahaman bagi pihak lain dengan mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum baik bagi yang bersangkutan maupun orang lain. Lalu para ahli menganalisi atas berlakunya hukum yang ada , makna filosofis pencatatan perkawinan adalah untuk memberikan keamanan dan kenyamanan yang berbentuk kepastian, kekuatan dan perlindungan hukum terhadap pelaku perkawinan tersebut (suami-istri). Dengan demikian , ketika tidak terlaksananya pencatatan perkawinan, maka terdapat akibat hukumnya seperti tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak mendapatkan jaminan hak-hak keperdataan akibat perkawinannya yang tidak tercatat.
Secara sosiologis perkawinan diakui keberadaannya dilihat dari dua perspektif, yaitu pengakuan dari masyarakat dilingkungan sekitar dan dari pemerintah. Pertama, pengakuan dari masyarakat itu penting, Karena manusia sebagai makhluk sosial yang selalu bergantung pada sesamanya. Adanya peristiwa interaksi antara manusia lain dengan lainnya, jadi ketika terdapat kabara yang kemudian menjadi simpang siur dilingkunyannya itu kan berpengaruh yang menjadikan sebagai bahan perbincangan. Kemudian ada pengakuan oleh pemerintah sendiri sangant diperlukan karena untuk menjamin atau memberi kepastian hukum tatkala dikemudian hari terdapat persengketaan mengenai perkawinan.
Makna religious (agama) dalam agama islam sendiri tidak mempermasalahkan mengenai pencatatan perkawinan itu sendiri karena juka telah memenuhi syarat dan rukun yang telah ditetapkan hukum. Namun dalam agama Islam memerintahkan umat manusia sebagai hamba Allah yang taat, untuk menegakkan apa peraturan yang telah ditetapkan hukum yang telah diadakan untuk mengatur kehidupannya agar aman damai dan terciptanya masyarakat, atau muslim yang bernegara dengan segala bentuk toleransi yang dijunjung tinggi.
Kemudian secara yuridis, pencatatan perkawinan sangat diketatkan dalam hal ini. Pencatatan ini maksunya adalah sebagai bentuk perlindungan kepedulian hukum terhadap pihak yang bersangkutan , pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia sebagai tamggumg jawab yang termasuk dalam ruang lingkup Negara , yang harus dilakukan dengan prinsip Negara yang telah diatur oleh perundang undangan nomor 281 ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945. Kemudian dengan ini adanya pencatatan perkawinan akan terwujudnya hak hak yang telah ada akibat perkawinan, sehingga hak itu terpenuhi dan pihak yang bersangkutan merasa aman dan terlindung dengan adanya kepastian yang diberikan oleh hukum.
Kesimpulannya, setiap perkawinan harus dicatatkan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku pada negara yang telah ditetapkan . Sesuai dengan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 2 dapat disimpulkan bahwa pencatatan perkawinan merupakan hal yang menetukan bahwa perkawinan itu telah disahkan, yang dimana telah disahkan dengan ketentuan yaitu syarat dan tinjauan yang lain terpenuhi sesuai dengan agama dan Negara. Maka dengan pencatatan itu perkawinan menjadi jelas kesahannya, baik bagi para pihak yang bersangkutan maupun pihak yang lainnya. Bagi pihak yang tidak mencatatkan perkawinannya dengan segala alsan maka pihak tersebut tidak akan mendapatkan kepastian hukum dan kewenagan atas hak haknya. Pentingnya pencatatan perkawinan ini untuk memberikan kepastian hukum dan memberikan perlindungan bagi pihak yang melakukan perkawinan, sehingga memberikan kekuatan bukti tentang terjadinya perkawinan dan para pihak dapat mempertahankan perkawinan tersebut kepada siapapun di hadapan hukum. Sebaliknya jika pencatatan perkawinan tidak dilakukan, maka perkawinan yang dilangsungkan para pihak tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak memiliki bukti yang autentik dari negara sebagai suatu perkawinan.
Dampak negatif jika perkawinan tidak dicatatkan jika dilihat dari segi sosiologis yaitu tidak adanya pengakuan dari masyarakat dilingkungannya mengenai pelasannan perkawinannya , hal ini dapat menimbulkan fitnah bagi pihak yang bersangkutan sehingga mentalnya atau ketenangan dalam pihak tersebut akan terganggu akan hal itu. Kemudian jika dilihat dari segi religious, dalam islam sendiri tadi telah dijelaskan bahwa pencatatan perkawinan sendiri tidak berpengaruh pada sah atau tidaknya perkawinan tetapi hal ini dijelaskan pada Qs Al- Baqarah ayat 282, perkawinan ini disamakan dengan muamalah yaitu hendaklah kamu menuliskannya, jadi pembuktian ini dibuktikan dengan adanya akta nkah. Dan yang terakhir dilihat dari segi yuridis, Â bahwa perempuan yang tidak dicatakan dalam perkawinan maka ia tidak dapat pembagian mengenai warisan saat terjadi cerai mati, pembagian harta gono gini pada perceraian, tidak adanya hak nafkah, dan anak yang dilahirkan tidak ada hubungan dengan sang ayah hanya ada hubungan keperdatan dengan sang ibu saja. Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun dimata negara perkawinan tersebut tidak diakui oleh negara jika belum dicatat oleh Kantor Urusan Agama. Kemudian para pihak akan mengalami kesulitan dalam hal administratif, dan tidak memiliki sebuah dokumentasi resmi akta nikah yang bisa dijadikan sebagai alat bukti dihadapan majelis peradilan.
Penulis :
. Raihan Rafi Huda
. Ma’ruf Islamuddin
. Layla Dzurryyatur Rohmah
. Alya Azmi Novalia