D. Khittah Surabaya (1978)
Khittah Surabaya lahir pada saat muktamar muhammadiyah ke-40 di Surabaya. Khittah Surabaya secara umum berisi peneguhan identitas muhammadiyah yang berbeda dari dua khittah sebelumnnya, khittah ponorogo dan khittah Palembang, yang banyak merespon personal politik. Khittah Surabaya merupakan rehabilitasi terhadap benturan politik yang dihadapi Muhammadiyah pada periode sebelumnnya. Hal terpenting dari khittah Surabaya, yang terkait dengan sikap kebangsaan, adalah pengakuan muhammadiyah terhadap dasar Negara Indonesia, yakni pancasila dan UUD 1945.Â
 Ada lima hal yang tertuang dalam khittah Surabaya; 1) hakekat muhammadiyah; 2) muhammadiyah dan masyarakat; 3) muhammadiyah dan politik; 4) muhammadiyah dan ukhuwah islamiyah; dan 5) dasar program muhammadiyah.Â
E. Khittah Denpasar (2002)
Khittah Denpasar lahir pada siding tanwir muhammadiyah di bali tahun 2002 di era kepemimpinan prof. Dr. H. A. Syafii maarif (1998-2005). Â Reformasi tahun 1998 sangat berpengaruh dalam perumusan khittah iinii. Itulah sebabnya isi dari khittah ini dari awal hingg akhir berkaitan dengan persoalan kebangsaan. Khittah Denpasar (2002) secara garis besar berisi peneguhan identitas gerakan dan sikap dakwah amar ma'ruf nabi munkar dalam konteks berbangsa dan bernegara.Â
1. muhammadiyah berpaandangan bahwa berkiprah dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan da'wah amar ma'ruf nabi munkar.Â
2. dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, muhammadiyah lebih memilih melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral
3. muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek dari ajaran islam dalam urusan keduniawian (al-umur ad-dunyawiyat) yang harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai, Â dan dibinkai oleh nila-nilai luhur agama dan moral yang utama.Â
4. muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang bersifat praktis atau berorientasi pada kekuasaan (real politics) untuk dijalankan oleh partai-partai  politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya sistem politik yang demokratis dan beradaban sesuai dengan cita-cita luhur bangsa dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H