Mohon tunggu...
Alya Alika
Alya Alika Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

hobi saya membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fobia Sosial Menjerat para Remaja

2 November 2023   22:56 Diperbarui: 2 November 2023   23:01 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fobia Sosial Menjerat Para Remaja

Alya Alika (2306006)

Setiap orang pasti memiliki rasa cemas. Rasa cemas yang terlalu tinggi terhadap sesuatu dapat menimbulkan rasa takut yang berlebihan dan tidak rasional yang bisa disebut fobia. Fobia sosial atau gangguan kecemasan sosial merupakan gangguan ketakutan intens terhadap suatu situasi sosial yang mampu membuat penderitanya menghadapi situasi tersebut dengan tekanan dan rasa stress yang besar atau bahkan sampai menghindari situasi tersebut hingga mengganggu aktivitas sehari-hari penderita (Nevid, dkk, dalam Silvia, dkk, 2020). Rasa takut tersebut seringkali membuat penderita merasa dirinya akan dikritik oleh orang lain saat menghadapi situasi sosial. Senada dengan definisi kecemasan sosial yang dijelaskan oleh Aminah dkk (2023) yang mendefinisikan kecemasan sosial sebagai kondisi ketika seseorang merasa takut menghadapi situasi sosial dan mengalihkan dirinya saat merasa dirinya akan dikritik oleh orang lain.

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), ciri-ciri gangguan kecemasan sosial meliputi: rasa takut atau cemas yang ditandai dengan satu atau lebih situasi sosial di mana individu akan mendapatkan pengawasan yang cermat oleh orang lain seperti interaksi sosial (berkomunikasi dengan orang lain, bertemu orang yang tidak dikenal), diamati (saat makan atau minum), dan tampil di depan orang lain (memberikan pidato). Fobia sosial seringkali menyerang seseorang pada fase remaja. Pada tahun 2022 Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) melakukan survey kesehatan mental yang mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja 10-17 tahun di Indonesia. Survey tersebut menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental sementara satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental. Angka ini setara dengan 15,5 juta dan 2,45 juta remaja. Remaja dalam kelompok ini adalah remaja yang terdiagnosis dengan gangguan mental sesuai dengan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) yang menjadi panduan penegakan diagnosis gangguan mental di Indonesia. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa gangguan mental yang paling banyak diderita oleh remaja adalah gangguan cemas (gabungan antara fobia sosial dan gangguan cemas menyeluruh) sebesar 3,7%, diikuti oleh gangguan depresi mayor (1,0%), gangguan perilaku (0,9%), serta gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) masing-masing sebesar 0,5%.

Fobia sosial disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang menyebabkan fobia sosial adalah faktor genetik. Faktor genetik ini diwariskan dari orang tua. Apabila orang tua memiliki gangguan kecemasan sosial, maka kemungkinan besar sang anak pun akan mengalami gangguan kecemasan sosial. Beberapa penelitian menguji hubuangan faktor genetik dan fobia sosial. Menurut hasil penelitian dari Kendler et al. (dalam Fatahillah & Hastjarjo, 2021) mengatakan bahwa transmisi keluarga fobia sosial pada bayi kembar perempuan ditentukan oleh kombinasi antara genetik dan faktor lingkungan tempat individu tersebut hidup, masing-masing sekitar 1/3 dan 2/3. Tingkat kesesuaian fobia sosial lebih tinggi ditemukan pada kembar monozigot (24%) daripada kembar dizigot (15%). Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor genetik yang dapat mempengaruhi seseorang mengalami gangguan kecemasan sosial.

Selain faktor genetik, faktor lingkungan juga menjadi penyebab remaja terkena fobia sosial. Jika seseorang tumbuh dalam lingkungan yang memiliki tingkat kecemasan yang tinggi atau di mana masalah-masalah sosial sering terjadi, mereka dapat menjadi lebih rentan terkena fobia sosial. Selain itu, pengalaman buruk atau trauma masa lalu, seperti bully juga dapat mempengaruhi perkembangan fobia sosial. Remaja yang mengalami bullying akan merasa kesepian dan merasa dirinya terisolasi dari lingkungannya. Selain itu, korban bullying cenderung sulit terbuka apalagi percaya pada orang lain. Trauma pembullyan akan meninggalkan bekas luka emosional yang mendalam dan mengubah cara seseorang memandang dan berinteraksi dengan dunia di sekitarnya. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab remaja terkena fobia sosial.

Pengalaman sosial juga berperan penting dalam mempengaruhi perkembangan fobia sosial. Orang yang pernah mengalami situasi sosial yang memalukan atau penuh tekanan dapat mengembangkan ketakutan dan kecemasan yang berlebihan ketika berada di situasi serupa. Misalnya, saat remaja yang tidak memiliki kepercaya diri untuk berbicara di depan umum atau berpresentasi di kelas dan ia malu karena membuat kesalahan berbicara hal ini akan mengembangkan fobia. Pengalaman negatif seperti itu dapat menyebabkan remaja menghindari interaksi sosial dan memperburuk gejala fobia sosial.

Fobia sosial dapat memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan remaja yang mengalaminya. Salah satu dampak paling jelas yang dirasakan oleh remaja dengan fobia sosial adalah terbatasnya interaksi sosial mereka. Remaja dengan fobia sosial sering merasa sangat tidak nyaman dalam situasi sosial tertentu, seperti berbicara di depan umum atau bertemu dengan orang baru. Mereka cenderung menghindari situasi-situasi ini, yang dapat mengarah pada isolasi sosial. Remaja dengan fobia sosial akan mengalami kesulitan untuk terlibat dalam hubungan pertemanan yang sehat dan bermakna. Remaja dengan fobia sosial akan merasa sulit untuk menjalin persahabatan atau mempertahankan hubungan yang sehat karena ketakutan mereka akan interaksi sosial. Mereka mungkin merasa takut dan cemas berlebihan dalam situasi sosial, yang dapat menyebabkan retret emosional dan kesulitan dalam menjaga hubungan.

Dalam situasi di mana remaja dengan fobia sosial tidak dapat menghindar, seperti dalam lingkungan sekolah maupun di tempat umum, mereka sering merasa tidak nyaman, gelisah, dan cemas. Mereka khawatir tentang penilaian orang lain dan takut membuat kesalahan di depan umum. Hal ini sangat mengganggu aktivitas mereka dan dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk fokus. Sebagai akibatnya, remaja dengan fobia sosial akan mengalami kesulitan dalam mencapai potensi mereka dalam pendidikan.

Fobia sosial juga dapat mengakibatkan masalah kesehatan mental lainnya. Banyak remaja yang menderita fobia sosial juga mengalami depresi atau gangguan kecemasan lainnya. Karena fobia sosial dapat membatasi kehidupan remaja, para remaja ini seringkali merasa putus asa atau terasing dari lingkungan mereka. Para remaja ini juga mungkin merasa rendah diri atau tidak berharga karena ketidakmampuan mereka untuk menjadi seperti orang lain. Rasa takut yang berlebihan ini dapat mempengaruhi kesehatan mental secara keseluruhan dan menyebabkan masalah psikologis yang lebih serius.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan sudah banyak solusi yang telah diidentifikasi untuk membantu individu yang menderita fobia sosial. Salah satu solusi yang populer adalah terapi kognitif perilaku. Terapi kognitif merupakan suatu bentuk psikoterapi yang bertujuan untuk menangani perilaku yang maladaptif dan mereduksi penderitaan psikologis dengan cara mengubah proses kognitif individu. Terapi ini dapat digunakan pada penderita fobia social yang mengalami kecemasan sosial terhadap lingkungannya (Kapailu, dkk, 2022).

Dalam terapi kognitif ini, individu bekerja sama dengan seorang konselor untuk mengidentifikasi pikiran negatif dan keyakinan yang mendasari ketakutannya. Kemudian, mereka dilatih untuk menggantikan pikiran-pikiran negatif ini dengan pikiran yang lebih positif dan realistis. Terapi ini juga melibatkan pemaparan bertahap terhadap situasi yang menimbulkan ketakutan, dengan tujuan untuk mengurangi kecemasan dan agar individu itu menerima dengan baik tanpa ada rasa takut yang menjadikannya trauma.

Selain terapi kognitif perilaku, penggunaan obat-obatan juga dapat menjadi solusi dalam mengatasi fobia sosial. Obat-obatan seperti antidepresan dan penenang dapat meredakan gejala kecemasan yang terkait dengan fobia sosial. Namun, penggunaan obat-obatan tersebut harus dilakukan di bawah pengawasan dokter, karena penggunaannya tidak benar-benar mengatasi penyebab fobia sosial.

Selain dengan terapi dan pengobatan, ada juga solusi non-medis yang dapat membantu remaja yang menderita fobia sosial. Salah satunya adalah olahraga dan relaksasi. Melakukan olahraga secara teratur dapat membantu mengurangi kecemasan dan membantu remaja untuk menghadapi situasi sosial dengan lebih percaya diri. Teknik relaksasi, seperti meditasi dapat membantu mengurangi gejala kecemasan yang muncul saat menghadapi situasi sosial yang menakutkan.

Teknik relaksasi deep breathing atau pernafasan dalam juga membantu menangani fobia sosial. Deep breathing dilakukan untuk menenagkan jiwa dan pikiran. Menurut Harsono (dalam Hanifa & Santoso, 2016) ada langkah-langkah yang bisa dilakukan dengan teknik deep breathing untuk membantu menangani seseorang dengan fobia sosial yaitu sebagai berikut: (1) Duduk dengan badan tegak dan kedua tangan rileks berada di antara lutut; (2) Pejamkan mata, kemudian ambilah nafas perlahan-lahan sedalam-dalamnya melalui mulut (mulut jangan dibuka terlalu lebar), dan rasakan udara yang menyelinap masuk ke seluruh plosok alevoli paru-paru; (3) Keluarkan nafas secara pelan melalui mulut dan dengan dibantu oleh otot perut; (4) Rasakan hingga paru-paru seakan-akan menjadi kosong tanpa ada udara di dalamnya; (5) Kemudian istirahat sejenak dan ulangi lagi prosedur yang sudah dijelaskan di atas beberapa kali.

Namun, fobia sosial dapat dicegah dan dihindari. Dengan mengetahui dan memahami apa itu fobia sosial serta gejala-gejalanya dapat menjadi langkah awal yang penting umtuk mencegah fobia sosial. Mencari tahu tentang kondisi fobia sosial, baca buku tentang fobia sosial, dan cari sumber daya yang handal dalam menangani gangguan kecemasan sosial akan membantu kita untuk menghindari fobia sosial. Kesadaran akan fobia sosial dapat membantu mengenali tanda-tanda awal dan mencari bantuan segera, sebelum kondisi memburuk.

Fobia sosial juga dapat dicegah dengan cara menghadapi ketakutan. Jangan mencoba untuk lari dari situasi sosial yang menakutkan. Daripada menghindari ketakutan, sebaiknya hadapi saja ketakutan itu. Remaja bisa mulai melawan rasa takut dengan mencoba memberanikan diri untuk berbicara di depan kelas. Selain itu, cobalah untuk berkenalan dengan teman sekelas dan orang-orang disekitar. Lalu cobalah untuk memperluas pertemanan. Hal ini perlahan-lahan akan memperluas zona kenyamanan.

Fobia sosial adalah gangguan kecemasan sosial yang melibatkan rasa takut yang berlebihan terhadap situasi sosial, seperti berbicara di depan umum atau bertemu orang baru. Fobia sosial dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan sering menyerang remaja. Faktor genetik dan lingkungan dapat menjadi penyebabnya, termasuk pengalaman traumatis seperti bullying. Dampak fobia sosial meliputi terbatasnya interaksi sosial, masalah kesehatan mental lainnya, dan kesulitan dalam pendidikan. Terapi kognitif perilaku, obat-obatan, dan solusi non-medis seperti olahraga dan relaksasi dapat membantu mengatasi fobia sosial. Pencegahan melalui pemahaman, menghadapi ketakutan, dan memperluas zona kenyamanan juga dapat menjadi langkah-langkah penting dalam mengatasi fobia sosial.

 

Referensi:

Fatahillah, A., & Hastjarjo, T. D. (2021). Penggunaan virtual reality exposure

terhadap simtom fobia sosial pada mahasiswa saat melakukan public speaking. Gadjah Mada Journal of Professional Psychology, 7(2), 189-202.

Hanifa, R., & Santoso, M. B. (2016). Cognitive restructuring dan deep breathing

untuk pengendalian kecemasan pada penderita fobia sosial. Share: Social Work Journal, 6(2), 230.

Kapailu, F. R., Ululi, I. F., Mukti, M. R. G., & Basri, A. S. H. (2022). PENERAPAN

TERAPI KOGNITIF UNTUK REMAJA YANG MENGALAMI FOBIA SOSIAL: SEBUAH KAJIAN KEPUSTAKAAN. " PABKI (Perkumpulan Ahli Bimbingan Konseling Islam Indonesia) Prodi BKI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta", 2(1), 43-58.

Selvia, S., Prestiliano, J., & Prasida, A. S. (2020). Perancangan motion comic

sebagai media edukasi tentang kepedulian terhadap gangguan kecemasan sosial pada remaja. Intuisi: Jurnal Psikologi Ilmiah, 12(1), 48-65.

Novianti, E., Aminah, I., & Tobing, D. L. (2023). Kecemasan Sosial pada Remaja

yang Mengalami Perundungan di Desa Ragajaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat: Media Komunikasi Komunitas Kesehatan Masyarakat, 15(1), 13-17.

Penulis: Alya Alika (Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia)

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN., M.Pd. & Nadia Aulia Nadhirah, M.Pd.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun