Mbah Tugiyem juga ternyata memiliki penyakit asam urat dan lambung yang mengharuskannya unuk konsultasi ke dokter di tanggal 22 setiap bulan. Untuk setiap konsultasi, Mbah Tugiyem tidak mengeluarkan uang sepeserpun berkat BPJS dan terkadang beliau diberikan uang tambahan dari dokter yang merawatnya. Beliau pergi konsultasi dengan berjalan kaki, sebab tempat tinggal Mbah Tugiyem cukup dekat dengan rumah sakit tersebut.
“Tiap saya konsultasi nggak bayar karena ada BPJS dan kadang-kadang dikasih 50 ribu sama dokter yang ngerawat saya”
Pada awal masa pandemi, wanita asal Gunungkidul ini sempat berhenti berjualan selama 3 bulan. Selama tiga bulan itu beliau hanya berada dirumah dan terpaksa harus menjual emas miliknya untuk menopang hidupnya.
“Waktu Corona itu saya enggak jualan kesini 3 bulan, dirumah aja terus mau ga mau jual emas 5 gram untuk beli makan sama beli apa-apa” Katanya.
Selepas 3 bulan itu, barulah beliau berani untuk pergi berjualan lagi. Beruntungnya, akhir-akhir ini kasus Covid-19 di Yogyakarta sudah mulai menurun jadi beliau merasa lebih lega ketika berjualan. Namun beliau tetap menerapkan protokol kesehatan dengan memakai masker.
Semangat hidup yang dimiliki oleh Mbah Tugiyem ini perlu dicontoh oleh para kaum muda generasi penerus bangsa. Dimana Mbah Tugiyem meskipun telah renta dan sebatang kara namun beliau selalu berusaha dengan keras untuk memenuhi kehidupannya dan tidak bergantung kepada orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H