Mohon tunggu...
Alyani Ainun Nafis
Alyani Ainun Nafis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa Program Studi Administrasi Publik yang tertarik pada isu-isu kebijakan pemerintah, serta memiliki ketertarikan pada bidang pelayanan publik

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kontroversi Putusan MK no 90/PUU-XXI/2023 mengenai Persyaratan Batas Minimal Usia Capres Cawapres tahun 2024 melalui Pandangan Advokat dan Masyarakat

23 April 2024   10:59 Diperbarui: 23 April 2024   11:40 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Foto Humas/Ifa

Baru-baru ini masyarakat Indonesia telah melaksanakan pesta demokrasi yang diadakan oleh KPU selama 5 tahun sekali. Akan tetapi dalam pelaksanaan pemilu baik sebelum maupun sesudah terdapat beberapa kontroversi yang masih diperbincangkan oleh publik saat ini. Salah satunya yaitu mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) no 90/PUU-XXI/2023 mengenai perubahan syarat usia capres cawapres. Keputusan MK yang membuat geger publik ini yaitu membolehkan seseorang yang belum genap berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai calon presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah. Para pakar hukum dan sebagian besar masyarakat menilai keputusan tersebut menguntungkan salah satu pihak yaitu anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, yang dapat mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden pada pemilu 2024. Selain itu sejumlah aktivis mengecam keputusan ini karena keputusan tersebut dibuat tepat 2 hari sebelum hari terakhir pendaftaran calon presiden dan wakil presiden yaitu tanggal 23 ktober 2023.

Beragam kontroversi terkait perubahan persyaratan batas minimal usia capres dan cawapres dalam pemilu 2024 juga terjadi pada kalangan para advokat. Advokat adalah orang yang memiliki profesi sebagai pemberi jasa hukum untuk memberikan bantuan dan pendampingan terkait tindakan hukum kepada klien, baik diluar maupun dalam pengadilan dalam memberiakan jasa tersebut secara cuma-cuma atau dengan imbalan sesuai kesepakatan (Eleanora, 2016). Dalam memberikan sudut pandangnya mereka memiliki pertimbangan masing-masing. Para advokat yang mendukung kebijakan ini menilai bahwa kelayakan seorang calon presiden atau wakil presiden seharusnya didasarkan pada kualifikasi, kapabilitas, dan visi kepemimpinan mereka, bukan semata-mata pada usia mereka, sehingga bagi seseorang yang berusia kurang dari 40 tahun asal memiliki kelayakan maka berhak untuk mencalonkan diri. Sedangkan mereka yang menentang kebijakan ini berpandangan bahwa seseorang yang ingin mencalonkan sebagai capres cawapres namun usianya dibawah 40 tahun dianggap belum memiliki kematangan dan pengalaman yang cukup dalam memimpin sebuah negara. Mereka juga melihat putusan ini bukan langkah yang tepat untuk melindungi proses demokrasi dari potensi terpilihnya calon yang belum cukup matang dalam kepemimpinan. Kedua pandangan ini kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan argumen hukum yang beragam, akan tetapi putusan MK tentang masalah ini terus menjadi topik perdebatan bahkan semakin memanas setelah dilaksanakannya pemilu 2024.

Salah satu pandangan advokat yaitu Kurnia, selaku anggota PERADI dan peraih gelar Bachelor of Laws (LL.B) berpendapat bahwa Keputusan MK sangat menguntungkan Gibran Rakabuming Raka (putra sulung presiden Jokowi, dan keponakan Anwar) karena permohonan syarat capres cawapres dikabulkan oleh MK. Hal ini tentu menjadi karpet merah bagi Gibran untuk mendaftar sebagai cawapres Prabowo di pemilu 2024. Selain itu, menurut Djayadi Hanan selaku Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengatakan bahwa 57,6 % dari 24 % masyarakat yang tahu jika ketua MK yaitu Anwar Usman adalah adik ipar Presiden Jokowi mengatakan keputusan MK mengenai batasan usia calon presiden dan wakil presiden sebagai keputusan yang tidak adil (Madrim,2023).

Beragam spekulasi mengenai putusan MK no 90/PUU-XXI/2023 menjadikan masyarakat dibagi menjadi kelompok yang pro dan yang kontra. Masyarakat yang mendukung keputusan MK ini menilai keputusan tersebut dapat memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk memimpin suatu negara dengan gaya kepemimpinan yang lebih modern. Sedangkan bagi masyarakat yang kontra terhadap keputusan MK menilai putusan tersebut sudah melanggar kode etik hakim dan melanggar hak konstitusional.

Setelah menjadi berita yang menarik perhatian publik khususnya masyarakat, tentunya keputusan MK ini menjadi tonggak yang berharga dalam menjaga kesadaran kita sebagai masyarakat dalam berdemokrasi. Diharapkan putusan ini mampu membawa demokrasi di negara kita menjadi lebih baik dan dapat menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang ada sejak dulu.

Referensi :

Eleanora, Fransiska Novita. "Kode Etik Advokat Sebagai Pedoman Dalam Penegakan Hukum." JURNAL ILMIAH HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT 12.1 (2016).


Ulum, Hafizatul. "Analisis Pengaruh Pelanggaran Kode Etik Hakim Mahkamah Konstitusi Terhadap Putusan Yang Di Tetapkan:(Studi Kasus Putusan MK Nomor: 90/PUU-XXI/2023)." Unizar Law Review 6.2 (2023).

Penulis :

Alyani 'Ainun Nafis - Wanti - Muhamad Yasin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun