Mohon tunggu...
alwi hilir s.kom
alwi hilir s.kom Mohon Tunggu... Guru - Merubah generasi rapuh dengan ide inovatif

Belajar adalah suatu proses kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendekatan Transdisiplin, Peluang dan Tantangan Pendidikan di Era Disrupsi

23 September 2019   09:49 Diperbarui: 23 September 2019   10:30 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemahaman sifat dasar manusia secara intuitif merupakan inti dari seni kreatif, juga merupakan bangunan dasar ilmu-ilmu sosial. "Memahami sifat dasar manusia secara objektif, mempelajarinya secara ilmiah, memahaminya dalam seluruh manifestasinya akan memenuhi impian era pencerahan".Pendidikan tinggi yang berjalan sekarang ini umumnya masih bersifat reduksionis, yaitu terlalu kecil dan sempit perspektifnya dalam melihat dan menganalisis suatu masalah. 

Kita juga dengan mudah dapat melihat praktik pembelajaran pendidikan tinggi di Indonesia. Konsep linearitas, misalnya, masih banyak dijumpai dalam pendidikan tinggi di Indonesia. Persyaratan melanjutkan studi dari jenjang S-1 ke S-2 dan S-3, bahkan persyaratan merekrut calon tenaga pengajar di perguruan tinggi masih dipandu oleh linearitas. 

Linearitas sebatas dalam pengelolaan birokrasi keilmuan pada pengelolaan program studi barangkali masih dapat dimaklumi; namun, linearitas keilmuan jika dipahami secara ketat dan kaku akan membelenggu cara kerja, cara berpikir, kreativitas, serta inovasi para dosen dan mahasiswa. Contoh yang berlawanan dengan praktik linearitas adalah bidang seni (art), seperti seni arsitektur dan desain industri.

Bidang seni dapat diterima di universitas teknologi, meskipun kita umumnya tidak menganggapnya ilmiah. Sayangnya, justru pendidikan seni seperti ini yang amat sangat langka dijumpai dalam setiap lapis pendidikan di Tanah Air, kecuali yang mengkhususkan diri pada studi seni seperti Institut Seni Indonesia (ISI). 

Universitas masa depan akan lebih bercorak sintesis atau lebih tepat disebut penyatuan---antara berpikir reduksionistik (proses berpikir sempit, perspektif terbatas) dan berpikir kreatif (proses berpikir yang kaya perspektif dan alternatif)---yang bisa diduga akan dihidupkan kembali dan diperkuat. 

Ke depan, permasalahan yang sangat sulit dan membingungkan menuntut digunakannya pemecahan masalah secara interdisipliner dan transdisipliner. Persoalan sulit seperti itu akan dipecahkan oleh sekelompok mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu secara bersama-sama. Mahasiswa-mahasiswa ini, bersama-sama dengan ahli-ahli dari berbagai disiplin ilmu, akan bekerja sama secara lebih radikal.

Tidak dapat diingkari memang bahwa keterampilan teknis (technical skill) adalah perwujudan kecerdasan dan kepandaian manusia yang mengagumkan untuk membantu mengurangi beban dan kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan kehidupannya. 

Namun, kepandaian dan kecerdasan teknis seperti itu tidak dapat dihargai sedemikian rupa tanpa mengikutsertakan, apalagi sampai mengabaikan peran humaniora, seperti umumnya anggapan orang sekarang ini. Keilmuan teknik (engineering) tidaklah lebih baik daripada sejarah seni (philosophy and history of art) dan begitu pula sebaliknya. 

Masyarakat memerlukan keduanya, bahkan sering kali kombinasi keduanya. Bahkan, dalam era digital saat ini, kita perlu mencermati apa yang disampaikan oleh Steve Jobs ketika memperkenalkan edisi baru iPad. "Dalam DNA Apple itu sendiri dijelaskan bahwa teknologi saja tidaklah cukup. Teknologi yang dikawinkan dengan liberal art, teknologi yang dikawinkan dengan humaniora-lah yang mengantarkan kita untuk dapat memperoleh hasil yang membuat hati kita
puas" (Zakaria 2015: 82).

Kata kunci "perkawinan" dan "saling keterhubungan" menjadi sangat penting di sini. Perkawinan ini bukanlah semata-mata persoalan menambahkan begitu saja desain ke dalam teknologi. Cermati apa yang terjadi pada Facebook. 

Mark Zuckerberg, sebagaimana dituturkan oleh Fareed Zakaria, dulu adalah mahasiswa classical liberal art, yaitu bidang studi yang mengutamakan pembelajaran yang luas, integratif, bebas, dan terbuka. Bukan pembelajaran yang bercorak spesialis yang kaku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun