Saya orangnya nggak bisa mengungkapkan cinta pada Ibuk, karena saya orangnya pemalu. Tapi dengan film ini, saya mencurahkan rasa cinta pada Ibuk tanpa harus berkata-kata.
Film Keluarga Cemara bercerita tentang keluarga kecil yang hidup cukup kaya, hingga akhirnya mereka bangkrut dan harus menjalani kehidupan yang berbeda.
Babak pertama film berisi orientasi tokoh yang disajikan cepat dan tidak bertele-tele. Semua tokoh dari Abah (Ringgo Agus Rahman), Emak (Nirina Zubir), Euis (Zara JKT48), dan Cemara (Puteri Widuri) dijelaskan latar belakangnya dalam waktu yang singkat, namun penonton tetap bisa memahami perannya dengan baik.
Orientasi yang cepat ini terbukti di paruh awal film, di mana penonton langsung disuguhi konflik berupa usaha Abah ditipu, bangkrut, dan rumah disita. Pas ulang tahun Euis pula. Kondisi inilah yang mengharuskan mereka untuk pindah ke rumah Aki mereka di pedalaman Bogor.
Tempat yang berbeda 180 derajat dari Jakarta; di mana Abah harus banting setir jadi kuli, Emak jadi ibu rumah tangga biasa, dan Euis jauh dari sahabat-sahabatnya yang zaman now banget.
Menuju babak kedua dan seterusnya, aspek drama yang dibangun dari kehangatan sebuah keluarga kecil ini tak berhenti diberikan secara rapi dan tepat sasaran. Meski kehangatan yang dibangun hanya melalui hal kecil, misalnya ketika bermain kipas angin dijadikan suara robot atau ketika bermain becak bareng keluarga.
Begitu konflik keluarga antara ayah-anak atau ayah-ibu diberikan, efeknya benar-benar menyentuh hati saya yang terdalam. Hingga air mata yang tadi hanya keluar malu-malu di pelupuk mata, kini air mata itu mengucur deras. Berkali-kali.
Ibuk, anakmu yang gagah ini nangis waktu nonton Keluarga Cemara.
Satu kalimat yang membuat air mata saya muncrat diikuti dengan ingus saya,
"Kalian semua itu tanggung jawab Abah!"Â
"Kalau begitu, Abah tanggung jawab siapa?"