Mohon tunggu...
Khairuddin Alwi Fajar P S.H
Khairuddin Alwi Fajar P S.H Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Pencucian Uang Tambang Timah 271 Triliun: Tindak Pidana Serius yang Mengancam Keberlangsungan Industri Pertambangan

29 Mei 2024   17:24 Diperbarui: 29 Mei 2024   17:24 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi tambang timah, khususnya dalam kasus pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) periode 2015-2022, telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi lingkungan hidup. Menurut ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo, kerugian kerusakan hutan di Bangka Belitung (Babel) mencapai Rp271 triliun, termasuk kerugian dalam kawasan hutan dan nonkawasan hutan.

Dalam pernyataannya, Bambang menjelaskan perhitungan kerugian lingkungan akibat korupsi ini secara rinci. “Di kawasan hutan sendiri, kerugian lingkungan ekologisnya mencapai Rp157,83 triliun, ekonomi lingkungannya Rp60,276 triliun, dan biaya pemulihannya sekitar Rp5,257 triliun. Total kerugian untuk kawasan hutan ini mencapai Rp223.366.246.027.050,” ujarnya saat konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Senin (19/2/2024).

Kasus korupsi tambang timah yang merugikan negara sebesar Rp 271 triliun telah menimbulkan berbagai reaksi dan opini dari masyarakat. Berikut adalah beberapa opini

1. Kritik Terhadap Korupsi dan Dampak Lingkungan:

   - Korupsi tambang timah tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berdampak besar pada lingkungan hidup. Dampaknya mencapai kerugian sebesar Rp 271 triliun, termasuk kerusakan hutan dan kawasan hutan di Bangka Belitung.

   - Korupsi tambang timah mencuri sumber daya alam yang seharusnya menjadi kekayaan bersama, serta mencuri kesehatan dan kehidupan warga negara.

2. Kritik Terhadap Pemerintah dan PT Timah:

   - Pemerintah dan PT Timah dinilai tidak efektif dalam mengawasi dan mengelola tambang timah, sehingga korupsi dapat terjadi.

   - PT Timah sebagai perusahaan yang memiliki izin usaha pertambangan di wilayah Bangka Belitung, dinilai tidak melakukan reklamasi atau pemulihan lingkungan setelah penambangan, sehingga terjadi deforestasi besar-besaran dan meninggalnya belasan orang.

3. Kritik Terhadap Penyidikan dan Hukuman:

   - Kejaksaan Agung telah menetapkan 16 tersangka, tetapi masih diperlukan tindakan yang lebih tegas untuk menghukum pelaku korupsi dan memulihkan kerugian negara.

   - Ada yang berharap koruptor diberi sanksi paling berat, seperti hukuman mati, sebagai efek jera agar tidak ada lagi yang berani korupsi.

4. Kritik Terhadap Masyarakat dan Partisipasi:

   - Masyarakat dinilai perlu lebih aktif dalam mengawasi dan menentang korupsi, serta meminta pemerintah untuk lebih transparan dalam pengelolaan sumber daya alam.

   - Ada yang berharap masyarakat dapat bekerja dan pendapatan negara tidak terganggu selama penindakan korupsi berlangsung.

5. Kritik Terhadap Solusi dan Pemulihan:

   - Solusi yang diperlukan adalah membangun tata kelola pertambangan yang lebih baik dan memulihkan lingkungan yang rusak.

   - Pemulihan lingkungan harus dilakukan dengan cara reklamasi dan pemulihan kawasan hutan yang rusak, serta memastikan tidak terjadi lagi korupsi di sektor tambang timah.

Dalam keseluruhan, kasus korupsi tambang timah 271T menimbulkan berbagai opini dan kritik terhadap pemerintah, PT Timah, dan masyarakat. Kritik-kritik ini menekankan pentingnya tindakan yang lebih tegas dalam menghukum pelaku korupsi, membangun tata kelola pertambangan yang lebih baik, dan memulihkan lingkungan yang rusak.

Dampak Multidimensi:

  • Kerugian Finansial Negara: Kerugian negara Rp 271 triliun merupakan angka yang sangat besar, dan jauh melampaui skandal korupsi lainnya di Indonesia. Hal ini menunjukkan bobot pelanggaran yang serius dan sistemik dalam pengelolaan timah di PT Timah.
  • Ketidakpercayaan Publik: Terkuaknya kasus ini memicu keraguan dan ketidakpercayaan publik terhadap tata kelola industri pertambangan. Investor dan mitra bisnis mungkin enggan berinvestasi di sektor ini, dikhawatirkan terjerat praktik koruptif.
  • Kerusakan Lingkungan: Aktivitas penambangan timah ilegal yang marak, terkait dengan kasus ini, dikhawatirkan telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah. Pencemaran air, tanah, dan udara akibat penambangan liar dapat membahayakan kesehatan masyarakat dan ekosistem di sekitar lokasi tambang.
  • Penurunan Penerimaan Negara: Penambangan timah ilegal juga merugikan negara dari sisi penerimaan pajak dan retribusi. Hilangnya pendapatan negara ini dapat menghambat pembangunan dan pelayanan publik.

Upaya Penyelamatan:

  • Penegakan Hukum Tegas: Penegakan hukum yang tegas dan transparan terhadap semua pihak yang terlibat dalam kasus ini sangatlah penting. Hal ini untuk memberikan efek jera dan memulihkan kepercayaan publik terhadap industri pertambangan.
  • Penguatan Tata Kelola: Diperlukan penguatan tata kelola dan pengawasan yang lebih ketat dalam pengelolaan timah, baik di PT Timah maupun di sektor pertambangan secara keseluruhan. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk mencegah terulangnya kasus serupa.
  • Rehabilitasi Lingkungan: Upaya rehabilitasi lingkungan yang terdampak akibat penambangan timah ilegal perlu dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan. Hal ini untuk memulihkan ekosistem dan memastikan kesehatan masyarakat di sekitar lokasi tambang.
  • Digitalisasi Sistem: Penerapan sistem digitalisasi dalam proses perizinan, pencatatan produksi, dan transaksi perdagangan timah dapat meningkatkan transparansi dan meminimalisir celah korupsi.

Kasus pencucian uang timah ini menjadi tamparan keras bagi industri pertambangan Indonesia. Penyelamatan industri ini membutuhkan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, baik pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat sipil. Penegakan hukum yang tegas, penguatan tata kelola, rehabilitasi lingkungan, dan digitalisasi sistem menjadi kunci utama untuk membangun kembali kepercayaan publik dan memastikan keberlangsungan industri pertambangan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun