Akhir-akhir ini, sering terdengar berita tentang rusaknya akhlak masyarakat. Krisis multi dimensional merupakan kalimat yang cocok dengan kondisi yang melanda bangsa ini : krisis ekonomi, krisis sosial, krisis politik, krisis hukum, dan lain-lain. Yang mana semua itu berpangkal dari krisis akhlak. Jika krisis akhlak ini belum dapat disembuhkan kita pesimis krisis bangsa ini dapat diselesaikan. Sebagai contoh nyata yaitu kasus ilegal loging yang berpangkal dari rusaknya akhlak penguasa hutan yang berkolusi dengan pejabat yang berwenang. Kasus korupsi yang marak di berbagai sektor dan berbagai tingkatan, jelas berpangkal dari rusaknya akhlak mereka yang melakukan.
KH. Abdullah Gymnastiar, menyebutkan, manusia memiliki tiga potensi yaitu potensi fisik, potensi akal, dan potensi hati. Tetapi potensi hati yaitu akhlak mengendalikan kedua potensi lainnya. Jika akhlaknya bagus, potensi fisik dan potensi akal digunakan untuk tujuan yang baik. Sebaliknya, jika akhlaknya rusak, maka potensi fisik yang kuat dan potensi akal yang cemerlang akan digunakan untuk tujuan jahat. Mereka yang melakukan korupsi sampai milyaran bahkan triliunan rupiah, tentulah orang pandai, tetapi karena akhlaknya rusak, maka kepandaian itu digunakan untuk memperkaya diri sendiri dan merugikan negara serta masyarakat.
Lantas bagaimana merancang dan melaksanakan pendidikan yang bersusana akhlak mulia itu. Hal itu merupakan tantangan bagi semua pihak yang merasa peduli pada pendidikan. Memperbaiki akhlak memang sangat susah, tetapi itu tetap dapat dilakukan jika kita mau berusaha, istiqomah dan sabar.
Ada pepatah yang berbunyi "dalam pertumbuhannya, kacang panjang akan mengikuti batang kayu tempatnya berambat". Pepatah itu, mengajarkan kepada kita bahwa perilaku anak tidak akan jauh dari perilaku orang tuanya. Sesuai dengan prinsip pendidikan anak-anak, pada tahap awal sebenarnya perilaku anak itu cenderung meniru perilaku orang dewasa yang ada disekitarnya. Kita juga sering mendengar ungkapan, jika ada anak kecil yang memaki, maka dapat dipastikan ada orang dewasa disekitarnya yang sering memaki, jikalau ada anak yang selalu berpakaian rapi atau disiplin, dapat dipastikan dia hidup di lingkungan orang-orang yang biasa disiplin dan berpakaian rapi.
Teladan merupakan faktor penting dalam keberhasilan pendidikan akhlak. Anak lebih mempercayai apa yang dilakukan guru dan orang tua, dibanding yang diomongkan, maka prinsip "lakukan lebih dahulu, sebelum menyuruh orang lain melakukan" harus dipegang orang tua dan guru. Artinya, jika ingin dikembangkan sikap disiplin waktu, maka orang tua dan guru harus memberi contoh bagaimana menerapkan disiplin waktu. Jangan sampai, kita menyuruh siswa disiplin waktu, tetapi datang terlambat saat mengajar.
Oleh karena itu, seharusnya akhlak ditempatkan menjadi bagian penting dalam pendidikan. Dengan menempatkan pendidikan akhlak sebagai pentikng, diharapkan pendidikan mampu melahirkan orang yang pandai, berbadan sehat, dan berakhlak mulia, sehingga mereka akan terdorong untuk menggunakan kekuatan fisik dan kepandaiannya untuk mengupayakan kesejahteraan masyarakat dan bangsa.
Barakallahu Fii Kum :)
Alwi Ardiansah- Pgmi uinsgd 21
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H