Mohon tunggu...
Nur Cahyo
Nur Cahyo Mohon Tunggu... Konsultan - HRD Koplak

Curhat HRD Koplak

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Menggugat Aturan Waktu Cuti Melahirkan (belajar dari kasus "Dinda")

20 April 2014   18:16 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:26 2416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi ramai-ramai bahas “Dinda” di semua social media. Dinda yang tidak bersedia mengalah buat ibu hamil. Dinda yang lagi ramai dihujat orang-orang di social media. Duh capek ah baca artikelnya tentang hujatan Dinda. Baiknya, Yuk kita bedah lebih dalam lagi dan lihat dari sudut pandang yang berbeda. Biar tidak terlalu fokus menghujat Dinda, sudah cukup rasanya. Yuk lihat kasus ini dari kacamata medis dan ketentuan tentang cuti melahirkan.
Pertanyaannya “Kenapa orang hamil besar masih berkeliaran di kereta ?”
Harusnya yang nulis ini istri saya, ya hitung-hitung sayang istri. Semoga ada perubahan yang lebih baik buat masalah cuti melahirkan di Indonesia. Siapa tahu gara-gara social media ramai bahas soal ibu hamil, Dinda malah bisa jadi aktivis yang memperjuangkan hak-hak ibu hamil.

Rata-rata wanita yang hamil besar dan masih berkeliaran di commuter line adalah karyawati kantoran atau pekerja di sektor formal, yang memang masih terikat dengan jam kantor walaupun mereka hamil besar.

Lho kapan mereka bisa istirahat di rumah ?

Aturan pemerintah soal cuti melahirkan itu 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan. Itu kata Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 82 ayat 1, Bunyinya :

“ Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.”

Satu setengah bulan di rumah untuk menyusui bayi secara eksklusif ? cukupkah ?
Menyusui bayi secara eksklusif atau istilah kerennya ASI eksklusif idealnya adalah 6 bulan sejak melahirkan. Dhasyatnya ASI eksklusif sudah diakui secara internasional. Nggak usah jauh-jauh, kerasa banget dua anak saya hasil dari ASI eksklusif, hasilnya jarang banget sakit yang berat. Paling-paling flu, pilek dan gerombolannya. UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 128 mengatur tentang hak ibu untuk mendapat ASI eksklusif, keluarga, pemerintah dan seluruh elemen terkait wajib mendukung dengan sarana dan prasarana.

Kalau kita bandingkan dengan cuti melahirkan dengan negara lain, misalkan Jepang. di Jepang, karyawati punya hak cuti sampai 1 (satu) tahun lamanya. Nggak cuma itu, suaminya pun punya hak cuti sampai 2 bulan lamanya. Begitu juga dengan di Australia, suami juga punya hak cuti sampai dengan 4 minggu. Paling pelit di Amerika Serikat, yang memberikan cuti melahirkan 3 bulan namun tanpa digaji. Kalau di negara Eropa dan Singapura yang warga negaranya malas bikin anak, aturan cuti melahirkannya lebih maknyuss lagi, selain cuti melahirkan yang sampai setahun, ibu bayi mendapat insentif berupa uang karena negara kuatir jika di negara itu pertumbuhan penduduknya minus.

Aturan cuti melahirkan di Indonesia kalau ngintip negara lain rasanya sudah cukup oke, tapi rasanya satu setengah bulan setelah melahirkan kok ya kecepetan.
Kerasa banget hubungan emosional ibu dan bayi baru terjalin eh ibunya sudah harus kembali bekerja. Menurut dokter kandungan saat saya periksa kehamilan (istri saya, bukan saya) aturan waktu istirahat satu setengah bulan sebelum melahirkan itu kelamaan, karena kalau mau melahirkan justru harus banyak aktifitas. Satu setengah bulan sesudah melahirkan justru kecepetan.

Bagaimana dong idealnya ?
Jika melihat periode ASI eksklusif adalah 6 bulan dan ibu harus membiasakan bayi untuk melepas puting susu ibu dan membiasakan anak minum ASI dari botol hasil perahan sang ibu. Idealnya dari satu setengah bulan jadi dua sampai tiga bulan setelah melahirkan. Idealnya juga ayah dari bayi juga diberikan cuti mendukung ASI eksklusif nggak cuma sehari dua hari. Rasanya 5 hari ideal buat bantu istri dengan ASI eksklusif, bisa temani istri saat naik kereta commuter line.

Oke dong pak Menteri diubah aturannya ?
Demi ASI ekslusif di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun