Menjelang Pemilu biasanya Rame dengan spanduk, umbul-umbul, baliho dan baju kaos. Tahun 2003 menjelang pemilu 2004 juga demikian walaupun jaman itu tak banyak cetakan berbahan Vynil dan lebih banyak berbahan kain untuk spanduk dan umbul-umbul dan kombinasi kayu serta triplek yang di Cat untuk Baliho.
Bil khusus untuk spanduk dan umbul-umbul ini membawa berkah untuk rumah-rumah penduduk karena biasanya setelah berapa hari dipasang spanduk dan umbul-umbul di jalan raya dan ditempat strategis lainnya spanduk dan umbul-umbul  tersebut sudah berubah menjadi korden pintu atau jendela yang terhias dengan logo-logo partai peserta pemilu.
Pemasangan APK Pemilu tanpa melibatkan warga setempat dan masyarakat tinggal menonton. Tetapi akhirnya itu dijadikan  mata pencaharian bagi sebagian pemuda-pemuda tanggung yang butuh sekedar uang rokok untuk melewati malam begadang mereka sekaligus bekal meronda sembari menunggu sumbangan dari warga masyarakat yg kasihan sama mereka.
Karena masif-nya sepanduk dan umbul-umbul yang hilang dan tak berjarak waktu, begitu dipasang oleh parpol peserta pemilu dan timses masing-masing besok-nya APK yang berupa spanduk dan Umbul-umbul tersebut sudah berhias di pintu dan jendela rumah warga.
Tentu saja hal tersebut membuat  kesal Parpol peserta pemilu yang sudah sudah payah memasang APK-nya dan harus menjadi penghias rumah warga
Kalau misalnya satu Rumah tersebut berhias hanya dengan satu Logo Parpol mungkin peserta pemilu tersebut tidak akan terlalu keberatan bisa jadi diasumsikan isi rumah tersebut adalah kader partai itu.
Tapi ini beda, di Jendela korden tersebut berlogo Partai Padi di Pintu-nya berkorden log9 partai pisang yang lain sementara bapak-bapaknya pergi ngarit pakai logo partai pohon ketujur/turi, ibunya pakai tutup kepala berwarna khas partai tertentu yang muda pakai Slayer dengan warna lain juga Jadi tidak jelas pilihan partainya yang mungkin tentu saja lembaga survey bingung apa sih pilihan dari warga disekitar daerah tersebut
Bisa saja itu yang membuat keberatan dari pengurus-pengurus parpol tersebut akhirnya melaporkan ke Polisi setempat atas kehilangan APK-nya
Seorang tetangga saya terkenal pemuda pendiam rajin meronda rajin kerja serta mandikan motor tetangga tanpa diminta dan juga pandai mijit pada suatu hari "diperalat" oleh beberapa tetangga juga dengan menitip pesan kepada-nya . Sehabis sholat magrib di masjid tetangganya memesankan nanti ambilkan sepanduk yang baru dipasang tadi sore itu antara Madrasah dan Kantor camat itu, nampak bagus bersih dan jangan sampai kedahuluan orang katanya. Dan belum lagi logo partai tsb belum ada di korden dalam pintu dapurnya.
Setelah jam 10 malam dengan merasa apapun tetangga saya ini naik ke Pohon kelapa tempat dipasang spanduk tersebut antara kantor camat dan madrasah.
Kurang lebih 100 meter dari kantor camat sebenarnya ada kantor Polisi dan kalau ada yang aneh-aneh apalagi kalau naik pohon kelapa pasti kelihatan oleh petugas jaga atau patroli. Pada malam-malam sebelumnya polisi juga masa bodoh kalau ada penurunan spanduk atau umbul-umbul oleh warga. Mungkin prinsipnya biar ada gunanya APK di pakai oleh masyarakat.
Tapi karena ada laporan oleh parpol peserta Pemilu yang mengharuskan petugas jaga akhirnya bergerak dan memergoki Masjoden (Hampir nama yang sebenarnya) yang masih di atas pohon kelapa di minta turun.
Ayo turun dan ikut ke kantor kata Petugas!
Masjoden keringat dingin dan pasrah jalan kaki di bawa ke Polsek Batukliang.
Setelah di tanya-tanya sebentar menanyakan identitas dan alamat serta
Demi memenuhi prosedur Pak Kapolsek memerintahkan petugas jaga untuk memanggil pak Kepala Dusun untuk mendampingi warganya.
Kapolsek nampaknya memang orang Baik dan memahami warga yang kekurangan rokok sehingga rela kerja serabutan menurunkan spanduk tersebut dan setelah selesai diperiksa dan kemudian akan diserahkan ke pak Kadus untuk di Bina dan memang Masjoden ini juga dikenal anak baik dan penakut terutama kalau lihat Polisi walaupun baik dia bisa kencing duluan saking takutnya. Di periksa saja dan dibawa kantor polisi itu membuat wajahnya kuning kayak bumbu kunyit
Pak Nyoman petugas interogasi yang berasal dari Cakranegara sudah nyerah karena sekian pertanyaan yg di tanyakan mentah semua di jawab dengan sesenggukan penuh sesal.
Baik Masjoden pertanyaan terakhir buat kamu? Dan kamu harus jawab ini supaya kamu bebas dan pak kadus sudah menjamin kamu ke Pak Kapolsek.
Mendengar akan dibebaskan Masjoden mengangguk baik pak katanya.
Masjoden apa Agamamu? Kata pak Nyoman.
Islam pak katanya menjawab.
Baik karena kamu islam kamu bisa baca Sahadat secara islam ya? Kata pak Nyoman.
Bisa pak katanya lagi!
Kalau gitu itu pertanyaan terakhir dan kalau kamu benar silahkan baca Sahadat ya pungkas pak Nyoman.
Dengan mantap dan tegap Masjoden mulai membaca
- bismillhir-ramnir-ram - al-amdu lillhi rabbil-'lamn - ar-ramnir-ram - mliki yaumid-dn - iyyka na'budu wa iyyka nasta'n - ihdina-iral-mustaqm - irallana an'amta 'alaihim gairil-magbi 'alaihim wa la-lln
Amiiiiiiiiiiin
Pak Kadus dan Pak Nyoman serta pak Kapolsek saling pandang dan menahan haru serta rintihan dan tak tau mau ngomong apa karena tau yang di Baca sama Masjoden adalah surah Alfatihah.
Ya sudahlah bebaskan saja kata pak Kapolsek
Lalu pak Nyoman bilang sama Masjoden.
Saya saja yg Agama Hindu tau mana Sahadat mana Surah Alfatihah kata Pak Nyoman gimana sih kamu, ini pak Kadus di bawa pulang warganya. Siap pak.
Berdasar kisah nyata. Tapi banyak tambahan-tambahan dihikayatkan banyak orang di kampung kami sampai sekarang.
Masjoden masih lebih muda dari saya tetapi anaknya sudah SMA
#CeritaDusun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H