Mohon tunggu...
Alwan mubarok
Alwan mubarok Mohon Tunggu... Ilmuwan - Uin walisongo semarang

Hanya seorang mahasiswa biasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan Profan Menurut Emile Durkheim

13 September 2023   08:51 Diperbarui: 13 September 2023   09:30 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam bukunya “Primitive Forms of Religious Life”, Emile Durkheim menjelaskan tiga tahapan perkembangan pemikiran profan manusia terhadap simbol-simbol agama, yaitu animisme, abstraksi, dan modernitas. 

Ketiga tahapan tersebut merupakan proyeksi pemikiran Durkheim tentang “sosiologi” yang dipengaruhi oleh Auguste Comte. Durkheim menolak perbedaan penafsiran Comte terhadap wacana keagamaan yang dikaji dengan pendekatan ilmiah. Menurut Durkheim, wacana keagamaan berkaitan dengan nilai-nilai sosiologis. Jadi, menurutnya, agama sebaiknya dipelajari melalui pendekatan sosial, karena sistem dan aturan agama dibentuk oleh tatanan sosial.Tatanan sosial merupakan hal mendasar dalam wacana keagamaan. Oleh karena itu, mempelajari agama tanpa pendekatan sosial adalah sebuah kesalahan. 

Menurut Durkheim, teori tiga tahap yang dikemukakan Comte tidak sepenuhnya ditolak. Sosiolog Perancis tersebut memodifikasi teori Comte dengan menggunakan pendekatan sosial dengan tujuan memahami perkembangan  profan  sejarah pemikiran sosial dari masa lalu hingga saat ini. Durkheim menyadari bahwa melalui teori ini dimungkinkan untuk mengkaji perkembangan profan dalam paradigma masyarakat beragama, sehingga  perbedaan antara yang sakral dan yang profan dapat dirasakan melalui pendekatan tiga langkah ini

 Fase animisme, fase animisme merupakan  awal berkembangnya paradigma masyarakat religius. Pada tahap ini, masyarakat percaya dan mengetahui bahwa ada wujud gaib nyata di baliknya yang mengatur berbagai sistem kehidupan manusia. Umat beragama mengakui keberadaan makhluk nyata melalui interaksi antara dirinya dengan alam. Proses interaksi ini mengembangkan pemikiran masyarakat terdahulu bahwa alam mempunyai jiwa-jiwa yang mengatur sistem kehidupannya dalam kenyataan. Sudut pandang ini didasarkan pada besarnya kekuatan imajinasi manusia untuk mempersepsi segala sesuatu dalam realitas eksternal. Dahulu alam dipuji karena alam dapat mendatangkan kesengsaraan [kematian] yang luar biasa dalam kehidupan manusia, seperti pemujaan terhadap batu, pohon, dan berbagai benda suci lainnya.


Tahap abstrak, tahap ini menurut Emile Durkheim merupakan tahap transisi dari tahap animisme. Pada tahap ini, kekuatan supernatural digantikan oleh konsep-konsep abstrak yang menghubungkan berbagai entitas dalam realitas - dari politeisme hingga monoteisme. Komunitas keagamaan memahami bahwa hanya ada satu sumber wujud sejati dalam realitas. Pengetahuan tentang sumber wujud diperoleh melalui pendekatan filosofis – berlandaskan aqliah – meragukan realitas seluruh wujud materi.
 
 Skeptisisme terhadap unit-unit realitas tersebut mendorong umat beragama untuk mencari sumber dari unit-unit realitas tersebut. Pencarian sumber keutuhan itu mencerminkan gagasan umat beragama dalam memaknai kehidupan melalui pendekatan filosofis. Semakin filosofis seseorang, semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya secara obyektif tentang sumber segala sesuatu. Durkheim menjelaskan tahap abstrak merupakan tahap keemasan karena setiap orang secara obyektif dapat mencapai nilai kebenaran. Pencapaian kebenaran secara obyektif memperkuat paradigma umat beragama agar berfungsi dalam kerangka sosial. 
Fase modern, fase ini merupakan perkembangan terakhir dari dua fase sebelumnya, yaitu. fase animistik dan fase abstrak. Pada tahap ini perkembangan ilmu pengetahuan mempengaruhi paradigma umat beragama, sehingga segala kemungkinan pengetahuan tentang agama diukur secara ilmiah. Pendekatan saintifik menekankan pada kekuatan persepsi manusia, yang meliputi kekuatan indera dan  alam bawah sadar. Kedua kekuatan ini menciptakan pengetahuan khusus dalam diri manusia sehingga  kebenaran  tidak dapat ditemukan.
Menurut pendapat Durkheim, teori tiga tahap menjelaskan perkembangan  paradigma masyarakat religius yang profan yang ada dalam kehidupan masyarakat primitif. Pada tahap animisme, Durkheim sependapat dengan Comte bahwa animisme merupakan masa kekanak-kanakan dari perkembangan keagamaan masyarakat primitif, karena pada tahap tersebut merupakan titik tolak kesatuan pemikiran dan realitas masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun