Pada beberapa ayat Al-Quran, Allah SWT. melarang umat manusia mengonsumsi babi. Jika disusun berdasarkan urutan diwahyukannya surah tersebut, atau diurutkan berdasarkan nomor surah, Â yaitu termuat pada QS. Al-An'am ayat 145, An-Nahl ayat 115, Al-Baqarah ayat 17, dan Al-Ma'idah ayat 3.
Lebih jelasnya, Firman Allah SWT. dalam surah An-Nahl ayat 115, yang artinya ialah "Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Berdasarkan penjelasan dalam terjemahan di atas, hukum diharamkannya memakan babi sudah sangat jelas dan tidak dapat dibantah, kecuali pada beberapa alasan yang dimaksudkan untuk mencapai sebuah kemaslahatan, contohnya sebagai obat atau sarana pengobatan. Tetapi sejauh ini, bahaya mengonsumsi daging babi lebih tinggi daripada manfaat yang terkandung di dalamnya.Â
Oleh karena itu, wajar apabila ajaran islam mengharamkan daging babi untuk dikonsumsi, karena dinilai lebih banyak memberikan kemudharatan daripada kemaslahatan.Â
Jika umat islam dengan sengaja memakannya, maka ia telah menganiaya dirinya dan berdosa di hadapan Allah SWT.
Namun, tahukah kita, bahwa di balik pengharaman itu, di jazirah Arab sendiri tidak terdapat kehidupan babi sama sekali? Bahkan ada yang berpendapat, bahwa Rasulullah sendiri pun belum pernah melihat bentuk dan rupa babi. Tak hanya itu, dikatakan pula bahwa para sahabat maupun golongan kafir di sekitar Rasulullah SAW, tidak pernah ada yang mengonsumsinya sama sekali. Lalu, mengapa pada saat itu Allah SWT. mengharamkan babi melalui wahyu yang diturunkan kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umatnya, sedangkan babi tidak ada di sana kala itu?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, salah satu cara yang dapat kita lakukan ialah, melakukan sebuah analisis melalui korelasi antara firman-firman Allah SWT. dengan hadits Rasulullah SAW, tentang kemenangan umat islam di masa mendatang. Sebagai contoh jaminan kemenangan  yang diberikan Allah SWT. dalam Q.S. An-Nur ayat 55, yang artinya "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa."
Selain firman Allah SWT, Rasulullah SAW. menegaskan hal tersebut melalui sabdanya, yang artinya "kiamat tidak akan terjadi hingga kaum muslimin memerangi Yahudi, lalu kaum muslimin membunuh mereka hingga orang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon. Batu atau pohon berkata, hai muslim, hai hamba Allah, ini orang Yahudi di belakangku, kemarilah, bunuhlah dia. Kecuali pohon Gharqad, ia adalah pohon Yahudi." (HR. Muslim)
Dari dua penjelasan di atas dapat kita simpulkan, bahwa Agama Islam telah dijamin akan memperoleh kemenangan. Itu artinya, Agama Islam akan menyebar ke seluruh penjuru bumi, baik di Benua Asia itu sendiri, Benua Afrika, maupun Benua Eropa dan lainnya.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa islam telah berhasil menaklukan Afrika Utara. Kemudian, untuk pertamakalinya menginjakkan kaki di benua Eropa, yakni pada masa Khalifah Al-Walid, seorang khalifah dari Bani Umayyah, yang berpusat di Damaskus. Tidak tanggung-tanggung, islam menguasai Spanyol selama hampir 8 abad lamanya. Jika dihubungkan dengan kedua penjelasan di atas mengenai 'kemenangan umat islam', tentu realita ini adalah sebuah jawaban.Â
Dan jika fakta sejarah ini dihubungkan dengan firman Allah SWT. mengenai larangan memakan babi, tentunya sangatlah relevan. Karena sebagaimana kita ketahui, Spanyol merupakan salah satu negara tempat hidup dan berkembang biaknya binatang tersebut. Dan sebelum islam menginjakkan kaki di Spanyol, tempat yang di huni oleh banyak kawanan babi, islam telah melarang umat muslim untuk mengonsumsinya. Tidak hanya di benua Eropa, spesies babi juga ditemukan di beberapa wilayah di Asia Tenggara, di antaranya Indonesia.
Berdasarkan penuturan sejarah, banyak spekulasi mengenai kedatangan islam ke wilayah Nusantara (Indonesia), yaitu pada sekitar abad ke-7 atau 8 M. Hal itu didasarkan pada temuan arkeologis berupa perkampungan islam di sekitar Selat Malaka, yang diperkirakan muncul pada abad tersebut. Terlepas dari kebenaran hal tersebut, yang pasti, penduduk Indonesia saat ini merupakan penduduk dengan mayoritas pemeluk Agama Islam. Dengan demikian, jika keadaan tersebut dihubungkan dengan dalil kemenangan umat muslim dan larangan memakan babi, maka ini adalah suatu realita yang tidak terbatahkan. Karena jauh sebelum islam menginjakkan kaki di Indonesia, salah satu wilayah tempat hidupnya spesies babi, Al-Qur'an telah melarang umat muslim untuk mengonsumsinya.
Selain penjelasan di atas, dugaan diharamkannya mengonsumsi babi kala itu, erat kaitannya dengan situasi di masa depan (sekarang), yaitu akan berlangsungnya kerjasama bilateral maupun multilateral. Baik di antara negara islam dengan negara non-islam, maupun negara dengan mayoritas pemeluk Agama Islam dengan negara-negara yang tidak terdapat ajaran islam. Realita tersebut dapat kita temui pada masa kini.Â
Sebagai contoh, Negara Saudi Arabia yang bisa dikatakan sebagai negara islam, sudah sejak lama menjalin kerjasama ekonomi maupun bidang yang lainnya dengan negara-negara Eropa. Kemudian, kita ketahui bersama bahwa negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, salah satunya Indonesia, telah menjalin kerjasama multilateral dengan berbagai bangsa yang notabene sebagai negara non-islam.Â
Di antara negara-negara tersebut terdapat populasi babi yang sangat besar, bahkan mereka mengekspor hewan tersebut kepada negara-negara luar, baik melalui kerjasama bilateral maupun multilateral. Maka, jauh sebelum hal ini terjadi, Islam telah menetapkan aturan-aturannya yang tertuang dalam Al-Qur'an, salah satunya ialah aturan yang melarang pemeluknya mengonsumsi babi. Bayangkan saja, jika larangan ini tidak diwahyukan pada masa itu, maka dapat dipastikan bahwa umat islam akan jatuh ke dalamnya. Karena, suatu negara tanpa keberadaan babi sama sekali pun dapat tersentuh melalui kerjasama antar negara, khususnya dalam bidang perekonomian.
Kiranya, beberapa penjelasan di atas dapat dijadikan sebagai salah satu bukti, bahwa Al-Qur'an bersifat universal, bahkan jauh sebelum Agama Islam itu mengglobal. Maka sangat wajar apabila islam dianggap sebagai agama rahmatan lil'alamin, karena ia telah mengatur segala hukum yang berkaitan dengan kehidupan umat manusia dengan sangat sempurna. Wallahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H