Mohon tunggu...
Alwan Rosyidi
Alwan Rosyidi Mohon Tunggu... -

Hobiis Linux dan dunia komputer pada umumnya. Penikmat musik, seni, filsafat dan teologi. Pecinta binatang. Sederhana.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Tragedi HaKi Indonesia, Linux & FOSS, dan Perubahan Paradigma, Sebuah Wacana Perubahan

20 Juni 2010   07:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:25 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sistem operasi Linux sama sekali tidak se-asing dan se-sulit yang mungkin dibayangkan

Saya adalah seorang penikmat IT, khususnya komputer, khususnya dunia software. Dulu, semasa SMP, ketika pertama kali saya berjumpa dengan komputer dan--kala itu--sistem operasi Ms. Windows 98, saya hanya diliputi perasaan takjub yang luar biasa, dan tak pernah mengerti mengenai aspek-aspek sosial, budaya, ekonomi dan politik dari dunia (perangkat lunak) komputer. Namun, setelah sekian waktu, setelah menginjak SMA, dan berlanjut di bangku kuliah, saya semakin faham segala aspek ikutan dari dunia perangkat lunak komputer, yang salahsatu aspek paling penting dan memiliki muatan emosional-sensitif, adalah soal Hak Kekayaan Intelektual. Ternyata, selama ini, perangkat-lunak yang beredar luas--bahkan di instansi pemerintahan--adalah software ilegal tanpa lisensi, atau software bajakan, atau software 'curian'. Yang sangat mengenaskan, ternyata, tingkat pembajakan software di Indonesia, pada tahun 2009 menempati urutan 8 terbesar dunia, dan urutan 5 terbesar asia. Ini adalah 'prestasi' yang fenomenal, setali tiga uang dengan prestasi indeks korupsi Indonesia yang menempati urutan 126 dari 140 negara. Sejujurnya, barangkali memang wajar dan dapat diterima jika karena alasan ekonomi tingkat pembajakan software di negeri kita masih tinggi. Harga lisensi sebuah sistem operasi Ms. Windows (Vista, Seven) berkisar di atas satu juta rupiah, untuk satu komputer. Dulu saya sempat berpikir demikian, tapi ternyata itu alibi yang tak sepenuhnya bisa diterima. Ada satu alternatif penyelesaian dari kondisi sos-eko Indonesia sehubungan dengan masalah pembajakan perangkat lunak berbayar Ms. Windows, yaitu gerakan Linux dan FOSS. Apakah itu Linux dan FOSS? Linux adalah sebuah sistem operasi yang ditemukan oleh mahasiswa Finlandia pada tahun 1991 bernama Linus Torvalds, yang kemudian dikembangkan dan di-distribusikan sebagai perangkat lunak gratis dan bebas-untuk-dimodifikasi-ulang. Bersama dengan gerakan Free Software Foundation, Linux terus berkembang menjadi sistem operasi yang sangat modern dan mudah-di-gunakan. Dan satu kelebihan Linux daripada sistem operasi berbayar Ms. Windows adalah, karena desain Linux yang dibangun dari sistem UNIX, Linux bebas dari virus Windows! Setelah bergulat cukup lama dengan Linux, akhirnya pada tahun 2009 saya bersama dua orang kawan mendirikan sebuah Learning Centre Linux bernama Penguin Computing Center yang mempunyai misi menyebarkan Linux untuk segala kalangan--terutama akademisi--dan hasilnya sangat mengecewakan! Ternyata, para mahasiswa yang gemar ber-demo anti-kapitalisme, saat saya sodorkan platform Linux, dengan enteng menjawab 'tidak bisa', 'tidak punya waktu untuk belajar', 'ah ngapain repot', dlsb dlsb. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala dan mengurut dada, karena sepengalaman saya, Linux sama sekali tidak se-asing dan se-sulit yang dibayangkan orang. Sistem ini sangat mirip dengan OS Ms. Windows dan walau dengan perilaku dan manajemen sendiri yang khas, tetap sangat mudah untuk dipelajari dan digunakan. Ujung-ujungnya saya hanya bisa berasumsi, bahwa ke-engganan kawan-kawan mahasiswa--dan terutama terlebih lagi para birokrat pemerintah yang lebih enggan belajar hal baru--adalah karena paradigma yang terlalu pragmatis dan kualitas-karakter yang rendah. Jawaban yang paling umum saat saya promosikan Linux kepada publik adalah 'wah menarik, tapi saya liat-liat dulu deh', 'wah hebat ya, tapi apa komputer saya bisa di instal ini..', 'wah, bagus-bagus, tapi nanti ya kapan-kapan.' Melihat satu realitas kecil dari beragam dimensi kehidupan bangsa ini, saya kadang putus-asa. Bagaimana caranya bangsa ini akan maju jika satu hal yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan sangat elegan ini justru dihindari dengan alibi-alibi yang sangat tidak bisa diterima dan memalukan. Cara satu-satunya memang perubahan paradigma, dan bagaimana itu harus dimulai? Saya pikir itu bisa dimulai dari pendidikan dasar kita dimana segala aspek kehidupan diarahkan ke alternatif-alternatif solusi yang elegan dan bertanggung-jawab. Sebagai misal, dalam tema yang saya angkat ini, maka alih-alih kucing-kucingan dengan polisi untuk mengajarkan OS Ms. Windows palsu kepada siswa SD, kenapa tidak dikenalkan dengan OS yang legal, halal dan elegan--yaitu Linux--itu? Saya sungguh berharap pemerintah bersedia memikirkan hal ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun