Novel Burung-Burung Rantau menampilkan kontras antara dua generasi yang berbeda. Generasi tua diwakili oleh tokoh Wiranto dan Yuniati yang masih memegang nilai-nilai tradisional, sementara generasi muda diwakili oleh anak-anak mereka yang telah terpapar budaya global. Tokoh-tokoh seperti Anggi, Wibowo, Candra, Neti, dan Edi merepresentasikan generasi pasca-Indonesia yang memiliki cara pandang lebih terbuka terhadap keragaman budaya.
Pertemuan Budaya Timur dan Barat
Salah satu aspek multikultural yang menonjol dalam novel ini adalah pertemuan antara budaya Timur dan Barat. Hal ini terlihat jelas dalam pernikahan Bowo dengan Agatha (perempuan Yunani) yang merepresentasikan perpaduan dua budaya berbeda. Novel ini menggambarkan bagaimana budaya Barat yang dinamis dan eksploratif bertemu dengan budaya Timur yang lebih contemplatif dan harmonis.
Kebebasan Kultural dan Identitas
Tokoh Neti menjadi representasi utama dari generasi muda yang memiliki pandangan multikultural. Sebagai perempuan terpelajar, ia mampu mengapresiasi berbagai nilai budaya tanpa terikat pada satu tradisi tertentu. Keputusannya untuk menjalin hubungan dengan lelaki asal Punjab menunjukkan bahwa baginya, nilai kemanusiaan lebih penting daripada sekat-sekat budaya.
Transformasi Identitas Kultural
Tokoh Candra menunjukkan kompleksitas transformasi identitas kultural. Meski mengidentifikasi diri dengan tokoh wayang Werkudara, ia telah mengadopsi cara berpikir Barat sambil tetap mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan yang berakar pada budaya Timur. Ini menunjukkan bahwa identitas kultural bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dapat berevolusi melalui interaksi dengan budaya lain.
Kesimpulan
Novel Burung-Burung Rantau berhasil menggambarkan kompleksitas multikulturalisme dalam konteks Indonesia kontemporer. Melalui tokoh-tokohnya, novel ini menunjukkan bagaimana generasi pasca-Indonesia menegosiasikan identitas mereka di tengah pertemuan berbagai budaya. Aspek multikultural dalam novel ini tidak hanya berfungsi sebagai latar, tetapi menjadi tema sentral yang menggerakkan cerita dan pengembangan karakter.
Penelitian ini menunjukkan bahwa karya sastra dapat menjadi medium yang efektif untuk mengeksplorasi isu-isu multikultural dan transformasi identitas dalam masyarakat global. Novel ini memberikan wawasan berharga tentang bagaimana generasi muda Indonesia dapat mengembangkan perspektif yang lebih terbuka dan inklusif terhadap keragaman budaya tanpa kehilangan akar identitasnya.
Referensi