Hidup toleransi merupakan aspek penting dalam mengikat tali persahabatan dan kekeluargaan dengan orang-orang disekitar, dengan meningkatkan toleransi dan menerima keberagaman, maka kita juga menerima pencipta yang sama dan meningkatkan sikap hidup bahwa semua manusia membutuhkan toleransi. Satu hal yang saya dapat selama mengikuti kegiatan Program MBKM Pertukaran Mahasiswa Merdeka Batch 2 (PMM) adalah sikap menguatkan toleransi dan keberagaman satu dengan yang lainnya, kita pun harus menghargai perbedaan kepercayaan yang dimiliki oleh sesama rekan mahasiswa untuk membangun keharmonisasian dan kekeluargaan yang erat. Dengan dijalankannya program ini, visi dan misi Menteri Nadiem Makarim dalam menjunjung para mahasiswa muda sebagai pemimpin di daerahnya masing-masing sangat komprehensif sembari mempelajari budaya-budaya tanah air yang beragam, hal ini tidak lepas dari  motto Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda tetapi bersatu.Â
Pada hari Minggu, 6 November 2022 kegiatan Modul Nusantara Universitas Maharaswati Denpasar dilakukan dengan mengunjungi Puja Mandala Nusa Dua yang berlokasi di Kuta Selatan serta Vihara Klenteng Dharmayana Kuta. Bentuk aktivitas ini merupakan kegiatan kebhinekaan ke-12 dan 13, para mahasiswa pertukaran mempelajari kehidupan harmonis antara umat agama yang berbeda dalam menjalankan ibadahnya masing-masing. Selain itu, para mahasiswa diperbolehkan untuk melakukan kegiatan ibadah selama kurang lebih dua jam sembari berfoto-foto bersama para rekan mahasiswa pertukaran.Â
Adapun nama-nama tempat ibadah dalam Puja Mandala Nusa Dua, antara lain:
1. Masjid Agung Ibnu Batutah
2. Gereja Katolik Maria Bunda Sagala Bangsa
3. Vihara Buddha Guna
4. Gereja Kristen Protestan Jemaat Bukit Doa Nusa Dua
5. Pura Jagat Natha Nusa Dua
Setelah melakukan kunjungan ke Puja Mandala Nusa Dua, kegiatan selanjutnya dilakukan dengan mengunjungi Vihara Klenteng Dharmayana Kuta. Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah mendengarkan pemaparan materi mengenai akulturasi agama dan budaya di Vihara Darmayana Kuta yang disampaikan oleh Pak Adi Darmaja Kusuma/Made Singkoan sebagai narasumber/pemateri, beliau adalah penanggung jawab tempat ibadah di Vihara Darmayana.
Vihara tersebut terbentuk mula-mula pada komunitas warga tionghoa yang terbentuk dalam suka dan dukan ama Banjar tahun 1968, orang-orang tionghoa berjasa besar dalam mengembangkan Vihara Darmayana. Tempat ibadah tersebut sudah ada sejak 1750, sudah 275 tahun berdiri. Ini disampaikan oleh Dr. Ikada, seorang mahasiswa Jepang yang mencari jejak tionghoa di Bali Selatan. Peradaban tionhoa di Bali Selatan sudah ada sejak 1700-an, tempat dibangun tahun 1500-an dibuktikan dengan dua pohon leci. Terdapat kaitannya dengan sejarah kerajaan Menguwi, di pura terdapat nama Sung-Sungan. Raja Dumlamangan menemui arsitek tersebut untuk membentuk taman, alhasil diberikan gambaran suatu taman yang ada airnya dan diberi waktu hingga 42 hari untuk menyelesaikannya.
Akulturasi di Vihara tersebut sangat kental, sebagai warga tionghoa mengambil orang Bali 90% untuk dinikahi. Konsep hukum karma sudah berjalan dan diyakini oleh para leluhur suci. Di rumah orang Bali terdapat sanggah/Pura Raja untuk persembahyangan, minimal harus membawa yang harus dipersembahkan. Sejarah mengatakan bahwa raja Bali pernah mengambil putri Cina. Akulturasi Tionghoa dan Bali, yang hitam adalah Bali dan yang putih adalah Cina. Orang tionghoa merupakan saudara yang tertua di vihara, sering terjadi kerja bakti bersama untuk menjaga kultur karena diyakini bahwa tempat puja-puja dewa sangat sakral.
Nilai penting dalam kegiatan kebhinakaan tersebut adalah menguatkan sikap kebersamaan dalam keberagaman, para mahasiswa mendapatkan ilmu mengenai sejarah, proses akulturasi, dan hidup toleransi di berbagai tempat ibadah yang berbeda. Pesan refleksi yang dapat dipetik adalah pada intinya ibadah merupakan urusan sang pencipta dengan manusia, tetapi dalam kehidupan nyata kita membutuhkan toleransi yang tinggi untuk menjunjung tinggi cita-cita kebersamaan yang sama dan serupa.