"Pak, sudah sebulan panjenengan itu di rumah, gimana rasanya, ada bosan nggak?"tanyaku suatu ketika.
Setiap hari melihat suami di rumah, senang sih, tapi kasihan juga. Selama ini beliau sibuk di kantor, tapi karena usia sudah memasuki masa istirahat, jadilah menyibukkan diri di rumah.
"Bapak sih nggak bosen selama ibu masih setia menemani,"jawabnya sambil merangkul pundakku.
Senang rasanya selalu ditemani suami, ngobrol ngalor ngidul tentang anak-anak, dan yang paling hangat saat ini membahas tentang tanaman hias. Tanaman hias kami sangat minimalis. Koleksi beberapa tanaman bunga dari spesies Aglonema sp, Adenium sp, Alamanda sp, dan sayuran yang sengaja ditanam di depan rumah kecil kami.
Tanaman bunga favoritku. Walau minimalis, ia bagai teman candaku di tiap pagi dan sore. Membelai daun aglonema dengan daunnya yang bermotif sederhana, melambungkan angan seperti membelai lembaran-lembaran kertas merah bermotif Soekarno-Muhammad Hatta , yang sedang tersohor di mana-mana. Ia kusayangi.
Seperti bunga kamboja (Adenium sp) yang sudah beberapa tahun lamanya mewarnai latar rumah. Bunganya kan bermekaran saat kemarau datang, dan tubuhnya yang gempi tetap kokoh walau tanpa siraman air. Alamanda kuning menyambut ramah tiap kali aku menghampirinya.
Alam menyiapkan ini semua untuk kita, asal rajin merawatnya. Tak perlu bersusah payah karena cukup menyapanya tiap hari dengan menghantarkan sedikit minuman dan makanan pengganti unsur hara yang mungkin sudah mulai hilang. Mereka pun kan selalu riang.
Berbeda cerita tanaman sayuran. Sejak pandemi Covid-19, aku mulai mengurangi aktifitas belanja keluar rumah. Belanja ke warung sekalian untuk beberapa hari, menyetok sayuran, buah dan beberapa bahan lauk pauk. Sesaat kemudian kepikiran kenapa tidak menyediakan sayuran sendiri di rumah.
Dari situ aku mulai membeli bahan-bahan untuk bertanam seperti polibag beberapa ukuran, media tanam, dan beberapa benih sayuran. Alhamdulillah suami mendukung.
Beliau juga mempersiapkan media tanam yang dibuat sendiri dari tanah pekarangan, dipadukan dengan kotoran ayam yang telah tertimbun beberapa lama di belakang rumah dan setumpuk sampah dedaunan pekarangan. Kebetulan suami hobi memelihara ayam, sehingga kotoran ayamnya dikumpulkan.
Media tanam buatan suami dicampurkan dengan media tanam yang aku beli. Tidak pakai hitungan berapa banding berapa, karena kami sengaja tidak menggunakan resep, hmm, asal jadi aja. Setelah tercampur rata masuklah ia ke plastik-plastik kecil dan polibag.
Mulailah kerja tanam benih. Awalnya benih selada ditaburkan di media plastik kecil satu persatu. Sementara polibag digunakan untuk memindahkan bibit lombok. Setiap hari benih-benih tersebut aku rawat dengan baik.