Mohon tunggu...
Alvita Handayani
Alvita Handayani Mohon Tunggu... pegawai negeri -

my passion is my power

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fenomenal Caleg

28 Maret 2014   17:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:21 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

FENOMENAL CALEG


Pemberitaan caleg sangat menarik perhatian kita akhir-akhir ini, apalagi menjelang pelaksanan pemilu legislatif periode 5 tahun sekali.
Kompetisi diantara para caleg menjadi sangat fenomenal krn didukung pemberitaan yg "serupa tp tak sama " hampir serentak di waktu yang sama’danterblow up sekaligus di beberapa media, baik media online maupun media cetak. Bisakitabayangkandari 15 partaipolitikyang mengikuti kampanye  ada sekitar 30-50  caleg dari masing-masing partai yang terbagi menjadi dapil2 untuk berebut kursi jabatan DPRD tingkat II. Jumlah tersebut belum termasuk caleg yang berkompetisi untuk kursi jabatan di DPRD Tingkat I , DPRRI dan DPD. Banyaknya jumlah caleg yang berkompetisi menunjukkan antusiasme yang masih sangat tinggi untuk menjadi ditengah pandangan negative terhadap kinerja legislative.

Pertarungan caleg untuk mendapatkan kursi pejabat legislative  di jabatan legislative secara langsung maupun tidak langsung akan terbaca oleh masyarakat. Tentunya masing-masing caleg mempunyai cara tersendiri untuk menarik perhatian calon pemilih sesuai dengan ideology dan identitas parpol.  Perjuangan panjang seorang caleg dalam berkompetisi dimulai dengan sesama kader di tingkat internal parpol untuk selanjutnya bersaing dengan sesama caleg antar parpol. Maka tidak mengherankan pemberitaan caleg menjadi magnet bagi masyarakat karena unikdengan gaya kampanye masing2 caleg untuk dikenal oleh masyarakat , penuh intrikdalam menghadapi persaingan terbuka antar caleg , ada banyak strategiuntuk memperoleh dukungan menghasilkan suara terbanyak . Pemberitaan tersebutmenjadi menarik dengan komentar pemerhati dan pengamat politik dadakan maupun kawakan. Masyarakat seakan mendapat hiburan gratis dan berkomentar sinis kpd caleg-caleg yg sedang berkompetisi berkiblat kepada perilaku caleg pasca pemilu hingga memukul rata beranggapan negative kepada semua caleg dan legislative. Nyaris tidak pernah terdengar komentar positif kepada caleg dan legislatife yg mempunyai nyali mempertaruhkan nama baik, kehormatan dan harga diri bahkan dengan kesadaran penuh harus melepaskan pekerjaan yang berkaitan dengan keuangan Negara sebagai persyaratan untuk ikut bersaing secara terbuka dan menghadapi hasilPemilu Calon Legislatif yg tidak bisa diprediksi dengan mudahdan sangat bersifat  dinamis.

Sejak terdaftar di KPU sebagai DCS(Daftar Calon Sementara) hingga 3 bulan kemudian menjadi DCT (Daftar Calon Tetap) yg disahkan secara resmi oleh KPU , para caleg berhak untuk mempromosikan diri di masyarakat baik itu melalui media atau sarana atribut pendukung lain sehingga hampir 1 tahun seorang caleg menjadi pembicaraan dan banyak dikenal masyarakat terutama di wilayah 'daerah pemilih' melalui partai2 yg dianggap mampu dan layak digunakan sebagai kendaraan politik. Masa-masa kampanye praktis menjadi masa-masa “pingit” dalam artian terkontrol penuh yang akan membatasi ruang gerak untuk menjaga citra dan kredibilitas seorang caleg .

Sentilan mengenai dana kampanye menjadi hal yang sangat sensitive untuk diperbincangkan. Seorang caleg yang sudah siap mengikuti pertarungan saat kampanye, telah mempersiapkan diri dengan sejumlah dana jauh sebelum pemilu sehingga telah terukur berapa besar kemampuan finansial untuk menghadapi kemungkinan terburuk hasil Pemilu. Bukan sebaliknya beranggapan untuk mengikuti sebuah kampanye sebagai suatu perhitungan bisnis dengan memperhitungkan biaya kampanye akan tergantikan setelah menduduki posisi legislative. Sejumlah dana dengan jumlah nominal yang terbilang besar harus disiapkan seorang caleg untuk kebutuhan kampanye. Hasil kampanye yang sulit terukur keberhasilannya membuat para caleg harus jitu memperhitungkan biaya kampanye yang dikeluarkan supaya benar-benar bisa tepat sasaran. Dana yang akan terpakai habis hingga masa kampanye berakhir baik dalam bentuk sumbangan sukarela, biaya atribut, biaya akomodasi, biaya transport, dll diharapkan akan membantu memperoleh suara saat Pemilu.

Tidak hanya dari segi kemampuan dana, Euforia pemilu yang semakin terasa menjelang pemilujuga membutuhkan tuntutan fisik untuk memenuhi jadwal padat kampanye dalam mensosialisasikan diri khususnya ke daerah yg dianggap sbg kantong2 pemilih’.  Padatnya aktifitas caleg menjelang pemilu terasa melelahkan bagi seorang caleg tapi di sisi lain sangat menghibur dan mampu meniupkan angina segar bagi masyarakat daerah pemilih, bukan tanpa alasan sambutan kedatangan caleg yang nyaris tidak bertangan kosong sangat dinantikan masyarakat. Bantuan – bantuan sukarela baik dari caleg tingkat kabupaten, propinsi maupun pusat ke daerah pemilih tentu saja sangat membantu dan dimanfaatkan masyarakat .Sehingga kondisi yang saling menguntungkan antara caleg dan masyarakat menjadi “momenkemesraan” yang ditunggu-tunggu masyarakat periode 5 tahunan.

Masa kampanye dan pemilu memang sebuah pesta demokrasi yang merata dan dinantikan 5 tahun sekali. Hiruk pikuk kampanye terasa di seluruh lapisan masyarakat dari kota hingga pedesaan.  Keberhasilan Pemilu salah satunya di pengaruhi bagaimana hubungan yang terjalin antara caleg dan masyarakat.Kerja keras seorang caleg saat kampanye diharapkan membawa dan menciptakan suasana damai sehingga tidak menimbulkan gesekan-gesekan antar parpol dan caleg. Aktifitas seorang caleg yang padat saat kampanye membutuhkan kemampuan diri yang terforsir penuh menghadapi persaingan dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat dan simpatisan, memperhitungkan finansial untuk membangun dan memobilisasi masa jaringan pendukung da tentunya yang terpenting kecakapan intelektual yang tetap harus menonjol untuk menunjukkan bahwa seorang caleg layak untuk dipilih dalam mengaspirasi suara masyarakat.   Hingga pada akhirnya kita bisa melihat kemampuan seorang caleg yang berkualitas tidak hanya dinilai dari besarnya dana dan dukungan “semu” yang menjadi ‘menu wajib’ caleg saat kampanye saja melainkan bagaimana seorang caleg mampu membawa dan memanage diri dalam memposisikan sebagai caleg yang berkualitas.

Rasanya tidak berlebihan adanya pepatah di kalangan legislatif yang mengatakan bahwa “menjadi caleg harus memenuhi 3M” terlebih dahulu yaitu Mumpuni (mempunyai keahlian, kecakapan di bidangnya), Matang (kemampuan emosi yg cukup dalam menghadapi setiap permasalahan) dan Mapan (kecukupan materi) untuk menghindari banyaknya caleg stress yang tidak siap menghadapi cobaan keberhasilan dan kegagalan hasil pemilu saat kampanye maupun pasca kampanye.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun