Mohon tunggu...
ALVI NURLAILY ROKHMAH
ALVI NURLAILY ROKHMAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

suka membaca novel dan cerita fiksi lainnya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masalah Perumahan di Kabupaten Probolinggo

2 Oktober 2023   19:58 Diperbarui: 2 Oktober 2023   20:04 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perumahan merupakan tempat tiap individu yang ada saling berinteraksi danmempengaruhi satu sama lain serta memiliki sense of belonging atas lingkungan tempat tinggalnya. (Abrams, 1964:7). Perumahan ialah salah satu kebutuhan dasar manusia yang akan terus berlanjut dan meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, dinamika penduduk, serta kebutuhan ekonomi dan sosial budaya. Perumahan sebenarnya erat kaitannya dengan industrialisasi, kegiatan perekonomian dan pembangunan. Keberadaan perumahan juga ditentukan oleh perubahan sosial, belum matangnya fasilitas hukum, politik dan administrasi, serta berkaitan dengan kebutuhan pendidikan.  Berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, 'Perumahan adalah sekelompok rumahyang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman'.

Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu kabupaten yang berada di Jawa Timur dengan memiliki luas wilayah 169.616,65 Ha atau kurang lebih 1.696,17 Km² . Luas wilayah tersebut dibagi menjadi beberapa beberapa pemanfaat lahan, yaitu: pemukiman seluas 147,74 Km², persawahan seluas 373,13 Km², tegal seluas 513, 80 Km², perkebunan seluas 32,81 Km², hutan seluas 426,46 Km², tambak atau kolam seluas 13,99 Km², dan lain lainnya seluas 188,84 Km² . Jumlah penduduk di Kabupaten Probolinggo pada tahun 2022 mencapai 1.159.965 jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk mencapai kurang lebih 0,7% pertahun.

Seiring dengan meningkatnya kepadatan penduduk secara signifikan, kebutuhan dasar akan perumahan dan kawasan pemukiman terus meningkat. Permasalahannya adalah pengembangan perumahan dan kawasan pemukiman di Kabupaten Probolinggo masih belum memenuhi standar kelayakan huni, keamanan, kenyamanan dan keberlanjutan. Sebab, pembangunan dilakukan tanpa memikirkan keberlanjutan. Keinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek seringkali berujung pada keinginan untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, sehingga menurunkan kualitas dan kuantitas sumber daya alam dan lingkungan hidup, termasuk alih fungsi lahan sawah dan kawasan lindung menjadi kawasan pemukiman dan permukiman.

Pemenuhan kebutuhan dasar sebuah rumah tidak hanya sekedar fungsi fisik, yaitu melindungi penghuninya dari ancaman dan gangguan dari luar rumah, seperti panas, angin, hujan, dan gangguan keamanan. Namun rumah sebenarnya memiliki fungsi non-materiil yaitu menjamin kelangsungan hidup atau reproduksi, melembagakan nilai dan norma, mengembangkan hubungan sosial atau pola sosialisasi, memberikan kedamaian, kenyamanan, ketentraman dan tempat meningkatkan harkat dan martabat.

Menyikapi situasi masyarakat miskin terkait pemenuhan kebutuhan perumahan, Kementerian Sosial RI telah mengembangkan Program Penanggulangan Kemiskinan (P2K) melalui Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) dan Sarana Lingkungan (Sarling). RS-RTLH tersebut dirancang untuk keluarga miskin. Aksi program bantuan rumah tidak layak huni ini adalah telaah terhadap aksi sosial yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJM) tahun 2009 hingga tahun 2014. Sebagai program pengentasan kemiskinan yang bermaksud guna menggapai kesejahteraan masyarakat, hal ini diamanatkan oleh Presiden Republik. Indonesia tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

RTLH adalah kondisi kebalikan dari rumah layak huni yaitu Rumah yang tidak memenuhi persyaratan rumah layak huni dimana konstruksi bangunan tidak handal, luas tidak sesuai standar per orang dan tidak menyehatkan bagi penghuninya dan atau membahayakan bagi penghuninya. Memasuki era orde baru kebijakan pembangunan perumahan di Indonesia sangat terkait dengan pilihan strategi pembangunan ekonomi yang bertumpu pada industrialisasi, terutama sejak tercapainya swasembada pangan pada tahun 1980-an. Dalam hal ini ukuran keberhasilan dalam pembangunan (termasuk perumahan) mengacu pada paradigma ekonomi dan kesejahteraan sosial yang menekankan pada faktor pertumbuhan, sehingga pembangunan perumahan hanya dilakukan bila menjamin terjadinya pertumbuhan ekonomi (Parwoto 2001).

RTLH berlawanan arti dari rumah layak huni, yaitu rumah yang tidak memenuhi syarat layak huni, tidak dapat diandalkan secara struktur, luasnya tidak memenuhi standar per kapita, merugikan kesehatan penghuninya dan/atau tidak layak huni. berbahaya bagi penghuninya. Oleh karena itu, standar RTLH menurut  Kemensos, Kementerian PUPR, dan beberapa lembaga terkait memuat:

  • Konstruksi bangunan membahayakan
  • Standar luasan ruang < 9 m2 per orang
  • Pencahayaan alami kurang (remang- remang atau gelap pada siang hari).
  • Penghawaan tidak baik (ventilasi kurang atau tidak ada ventilasi)
  • Kelembaban ruang tinggi (akibat ventilasi dan pencahayaan)
  • Terletak di daerah membahayakan
  • Air bersih belum/tidak memenuhi standar
  • Sanitasi buruk

Pencairan skema BSPS bertujuan menjadikan RTLH milik masyarakat kurang mampu menjadi lebih baik, layak huni, dan sehat. Pelaksanaan program ini di seluruh Indonesia tidak dipungut biaya. Program tersebut dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri PUPR Nomor 7. Undang-Undang Nomor 115 Tahun 2022 mengatur tentang Nilai dan Kedudukan BSPS Tahun Anggaran 2022.

Salah satu dari permasalah perumahan yang terjadi di Kabupaten probolinggo yaitu terdapat rumah tidak layak huni. Jika ditinjau dari radarbromo.jawapos.com, perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kabupaten Probolinggo masih 643 rumah yang akan diperbaiki, dan dari jumlah tersebut masih kurang dari 50 persen dari jumlah keseluruhan RTLH. Anggaran kebijakan tersebut diambil dari APBD Kabupaten Probolinggo. 

Pada tahun 2022 Kabupaten Probolinggo yang terlaksana dari program perbaikan Rumah Tak Layak Huni hanya pada 526 rumah dengan dana per-unit sebesar Rp. 17.000.000,- (Pemkab Probolinggo). Jika ditinjau dari kondisi rill pada wilayah Kabupaten Probolinggo masih banyak rumah-rumah yang butuh akan program ini. 

Indikator keberhasilan Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni adalah menjadikan rumah tidak layak huni menjadi layak huni dan memperkuat kolaborasi masyarakat. Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak huni merupakan program bertahap. Hal ini terjadi karena anggaran yang terbatas, sehingga wajar jika rencana tersebut dilakukan secara bertahap setiap tahunnya dan sistem yang digunakan pada rumah tersebut belum merata pada rumah-rumah masyarakat yang tidak layak huni. Pembangunan rehabilitasi rumah tidak layak huni hendaknya mempunyai target penyelesaian agar hasilnya segera dirasakan dan merata, serta dapat dioptimalkan sumber daya manusianya dengan melaksanakan perencanaan secara berkala yang dapat membangun sumber daya manusia dan meningkatkan perekonomian masyarakat. Kabupaten Probolinggo sebaiknya meningkatkan skema daerah atau program-program yang dapat mengentaskan kemiskinan, karena RRTLH hanyalah sarana pelaksanaan pengambilan keputusan utama. Serta semakin meningkatkan koordinasi antar penyelenggara teknisi agar lebih tercapainya hasil yang adil dan  memuasakan bagi masyarakat yang tempat tinggalnya masuk pada kategori rumah tidak layak huni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun