Mohon tunggu...
M Alvin Noor Reza
M Alvin Noor Reza Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa

newbie dalam membuat artikel

Selanjutnya

Tutup

Nature

Semrawutnya Tata Ruang Pemukiman di Kota Besar

11 November 2019   14:47 Diperbarui: 11 November 2019   14:52 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini sudah mulai memasuki musim penghujan, berbicara tentang musim hujan di Indonesia pasti tidak jauh dari topik bencana banjir. Apalagi di kota-kota besar di Indonesia mungkin di beberapa daerah sudah menjadi langganan banjir. Salah satu penyebabnya adalah permasalahan tata ruang kota yang semrawut, disamping sampah yang menumpuk. Tata ruang kota yang tidak berturan menyebabkan kurang nya daerah resapan air, yang dimana hal itu membuat air menggenang dan menyebabkan banjir. Tidak hanya masalah banjir, Tatat ruang kota juga berperan penting dalam manajemen ruang kota juga pelayanan infrastruktur.

Berbicara tentang masalah penduduk di Indonesia adalah jumlahnya yang terlalu banyak dan juga tidak merata. Penyebaran penduduk hanya terpusat pada satu tempat yaitu pulau jawa. Hal ini juga berpengaruh pada kesenjangan ekonomi tiap daerah, dimana jika suatu daerah memiliki penduduk yang banyak maka pendapatan negara dari kontribusi pajak juga menjadi tinggi dibandingkan di daerah yang memiliki penduduk sedikit. Tidak hanya itu penyebaran penduduk juga berdampak pada tata ruang di kota-kota besar.

Kemudian hal ini menimbulkan masalah kepada tata ruang kota-kota besar di Indonesia, banyak yang akhirnya memilih tinggal di tempat pemukiman yang sangat padat. Dimana pemukiman tersebut biasa disebut pemukiman kumuh.

Namun masalah yang paling sering muncul adalah masalah manajemen kabel yang buruk dan menyebabkan korsleting listrik sampai menyebabkan kebakaran. Kenapa sih kabel listrik sedemikian semrawut? Selain tidak enak dilihat, bahayanya sangat besar. Bukankah sudah tersedia teknologi penyaluran listrik via bawah tanah yang berulang kali dikaji PLN? Memang membuuhka biaya yang mahal. Buat menanam kabel di tiga ruas jalan saja PLN habis Rp60 miliar. Tapi, apakah kita sadar pentingnya upaya memindah kabel ke bawah tanah, yang terbukti lebih aman, atau harus menunggu terjadi korsleting listrik yang menyebabkan kebakaran ?.

            Namun pihak PLN tidak ingin disalahkan, perusahaan listik negara tersebut berkata bahwa semrawut nya manajemen kabel di indonesia apalagi di kota-kota besar  yang memiliki banyak pemukiman padat tidak sepenuhnya salah mereka, memang pemasangan kabel listrik memakai tiang membuat manajemen listrik rentan terkena gangguan. Ditambah para penyedia layanan internet fiber optic yang sembarangan memasang asal-asalan tidak memikirkan manajemen kabel dan dampak dari pemasangan kabel yang asal tersambung, belum lagi kabel yang masih terpasang tetapi sudah tidak digunakan lagi sehingga hanya menambah semrawut kabel tersebut. Para pekerja hanya memikirkan bagaimana konsumen dapat terhubung pada layanan internet dan tidak memikirkan dampak dari pemasangan kabel tersebut. Padahal dari segi etika itu tidak dapat dibenarkan. Dampak yang paling sering terjadi akibat manajemen kabel yang buruk ini dapat berakibat fatal, contohnya kebakaran.

Tetapi aneh rasanya jika manajemen listrik ini bukan masalah yang ditimbulkan oleh PLN, bagaimana orang -- orang yang mendirikan bangunan di pemukiman kumuh ini dapat memperoleh sumber arus listrik jika bukan dari PLN, karena dalam proses pemasangan listrik baru harus menjalani tahapan prosedur dari mulai pendaftaran, survei rumah, sampai pemasangan dilakukan kepada PLN. Bagaimana bisa suatu rumah yang pemukimannya memiliki manajemen kabel yang buruk dapat memperoleh pasokan listrik jika bukan dari PLN sendiri ?. Mungkin saja ada oknum yang memang maemasok listrik secara ilegal, atau oknum yang memang sengaja memberikan izin untuk mendapat pasokan listrik.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun