"Ini katanya diisi full tank, tapi koq belum seminggu udah mau habis lagi? Beneran isi full tank? Dimana?", tegur suami melihat petunjuk bensin di motor yang sudah kurang dari setengahnya.
"Biasa, di depan", jawab saya.
"Tahu gak apa akibatnya kalau mengisi bensin sembarangan?", tanya suami.
Ya gak lah. Kalau tahu sih saya tidak akan mengisi bensin di depan rumah, tapi pasti ke SPBU meski harus menempuh jarak 7 km.
"Motornya bisa rusak!", kata suami.
Tadinya saya masih abai dengan permintaan suami agar saya mau sejenak meluangkan waktu ke SPBU. Sampai akhirnya saya mengalami apa yang suami bilang, motor saya rusak!
Beberapa waktu yang lalu, motor Mio saya mengalami mogok. Padahal saat itu saya sedang mengantar anak-anak ke sekolah.
Untunglah, baru saja saya selesai mengabari suami soal motor mogok ini, 5 menit kemudian saya coba starter lagi, motor kembali nyala setelah keluar asap putih dari knalpot.
Ah, lega sudah. Tidak perlu panggil tukang ojek untuk melanjutkan perjalanan ke sekolah kalau begitu.
Tapi di perjalanan pulang motor saya kembali mogok. Mau tidak mau kali ini saya membawa motor ke bengkel langganan. Tak perlu waktu lama, petugas bengkel segera membongkar motor saya dan menunjukkan "daleman" motor saya yang aduhai…
 Kata bapak petugas bengkel, yang hitam-hitam menempel di ruang pembakaran dan piston ini kerak sisa pembakaran bensin.  Bensin premium lebih cepat terbakar secara spontan sehingga tenaga untuk menggerakkan mesin dan beban kendaraan jauh lebih kecil dari yang dibutuhkan. Kerak akan semakin bertambah tebal tiap kali motor saya pakai, alias terjadi pembakaran bensin.
Sudah seharusnya pakai Pertamax, ini pakai premium, kualitasnya tidak jelas pula.
Ketidaktahuan saya akan kualitas bensin yang selama ini rutin mengisi motor saya memang berakibat buruk.
Jauh sebelum motor Mio saya mogok mendadak, saya sendiri sudah merasakan tarikan mesin yang kurang responsif. Mesin pun tidak halus seperti biasanya. Ada bunyi seperti ketukan ketika motor saya kendarai.Â
Saya pikir wajar saja, toh motor yang saya pakai sudah cukup berumur. Sudah menempuh puluhan ribu kilometer.
Bapak bengkel bilang kalau pada kondisi normal, kerak hanya berada di atas ring piston saja dan tidak akan sampai menimbulkan asap putih yang keluar dari knalpot, tapi bisa jadi oli mesin habis tanpa kita sadari.
Ternyata setangguh apapun mesin motor yang kita pakai, pada akhirnya memang tergantung dengan pemakaian kita sendiri.Â
Suami lantas membandingkan Mio saya dengan Mio miliknya yang jauh lebih irit konsumsi BBMnya, Yamaha Mio M3 125cc. Saya bilang ya jelas irit, namanya juga masih baru. Tapi ternyata bukan hanya soal baru. Teknologi yang tersemat pada motor Yamaha Mio M3 125cc milik suamilah yang membuat konsumsi BBM-nya jauh lebih irit, yaitu Teknologi Blue Core.
Why Blue Core
Ketika suami memutuskan menyicil motor baru untuk dipakai ke tempat kerja, suami meminta pendapat saya. Tapi kalau diajak ngobrolin teknologi motor, saya malah pusing sendiri. Apalagi teknologi motor semakin berkembang pesat. Kalau saya pikir sistem injeksi ini sudah cukup canggih, ternyata ada yang lebih canggih. Bagi saya sih yang penting irit. Jangan sampai motor baru nanti malah memerlukan biaya BBM dan perawatan yang lebih banyak.
Dari beragam brosur yang dikumpulkan, suami menjelaskan satu-satu keunggulan di tiap tipe motor. Meski suami memang cenderung memilih Yamaha Mio M3 125cc yang didukung teknologi Blue Core.
Ok, saya setuju apapun pilihan suami.
Lalu kenapa pilih Blue Core?  Blue Core merupakan penggabungan dari karakter Yamaha yaitu BLUE yang merupakan lambang Yamaha dalam dunia Balap, dan image Yamaha selama ini yaitu ‘Fun & Excitement’ dan engine yang ‘ramah lingkungan (ECO-friendly)’. Penggabungan dua karakter Yamaha ini menjadi sebuah pemikiran dan inti baru (NEW CORE) yang kemudian disebut 'Inti Biru' alias 'Blue Core'.
Teknologi Blue Core merupakan sebuah filosofi atau metode untuk mengoptimalkan kinerja motor secara keseluruhan mulai dari mesin, bodi, sasis atau rangka hingga transmisi. Pada teknologi Blue Core ada Reduce Mechanical Loss, di mana tenaga mesin lebih mantap dengan adanya off-set Cylinder yang ditanamkan dalam desain blue core, sehingga mengurangi gesekan pada dinding silinder. Getaran diredam ke tingkat minimal, bahan bakar pun jauh lebih efektif. Dengan begitu konsumsi bensin akan berkurang dan ini jelas menjadi keuntungan tersendiri bagi pengguna motor Yamaha.
Teknologi Blue Core bisa membuat konsumsi BBM pada motor matik lebih irit hingga 20 persen. Sementara jika dibandingkan dengan motor matic yang menggunakan karburator selisih jarak efisiensinya lebih besar lagi yakni sekitar 50 persen.
Â
Mesin Blue Core, sebaiknya pakai BBM Jenis apa?
Borosnya konsumsi BBM motor bisa jadi karena salah memilih bahan bakar. Pemilihan bahan bakar yang tidak sesuai dengan kebutuhan mesin justru membuat konsumsi bahan bakar makin boros.Â
Kendaraan yang diproduksi selama lima tahun terakhir membutuhkan bahan bakar dengan oktan minimum 91. Kapasitas mesin sengaja dibuat tidak terlalu besar agar lebih hemat bahan bakar namun tenaga yang dihasilkan tetap besar. Biasanya mesin ini menggunakan kompresi mesin yang tinggi, di atas 9:1 yang kini umum dimiliki motor 4 tak.
Untuk memenuhi kinerja kompresi mesin tersebut sangat dibutuhkan bahan bakar dengan nilai oktan/RON (Research Octane Number) yang tinggi.Â
Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi (irit bahan bakar) dan menurunkan kadar emisi. Nilai oktan menunjukkan titik ledak BBM, yaitu seberapa tahan bensin tersebut terhadap tekanan kompresi di ruang bakar. Semakin tinggi nilai oktan BBM, semakin tinggi pula titik ledaknya. Artinya semakin tahan BBM tersebut terhadap tekanan kompresi dan suhu di ruang bakar. Kadar oktan dalam bensin juga seringkali dikaitkan dengan ada tidaknya kandungan timbal (tetraethyl lead/TEL) dalam bensin. Bensin yang mengandung timbal tentu saja tidak ramah lingkungan.
Sesuai dengan regulasi EURO 3, saat ini semua produk bensin beroktan di atas 90 sudah tidak mengandung timbal lagi. Standar emisi ini sangat berperan sekali dalam kelestarian lingkungan khususnya kualitas udara.
Berikut ini tabel perbandingan kompresi mesin dengan kebutuhan nilai oktan bensin :
Â
Dilihat dari tabel di atas, Yamaha Mio saya dengan rasio kompresi 8.8:1 sebaiknya mengkonsumsi bensin dengan nilai oktan antara 87 - 92. Agar lebih optimal, seharusnya sih pakai Pertamax dengan RON 92. Selain memiliki nilai oktan yang tinggi yaitu 92, Pertamax juga mengandung formula Ecosave Technology, yaitu formula additive generasi terbaru yang berfungsi sebagai:
- Demulsifer: Menjaga kemurnian Pertamax dari air.
- Detergency: Pertamax akan membersihkan dan menjaganya dari timbunan kotoran, baik itu pada intake valve, port fuel injector dan combustion chamber.
- Corrosion Inhibitor: Pertamax akan mencegah timbulnya korosi/karat pada saluran dan tangki bahan bakar.
Masalahnya semakin tinggi nilai oktan bensin, semakin mahal pula harganya. Dengan alasan perbedaan harga antara Premium dan Pertamax yang cukup besar dan jarak ke SPBU yang lumayan jauh inilah yang membuat saya memutuskan untuk memakai Premium saja.
Dengan memakai Premium biaya operasional sehari-hari memang lebih murah. Padahal di balik murahnya biaya operasional sehari-hari, ada mesin kendaraan dan lingkungan yang menjadi korban. Â
Apa akibatnya jika oktan BBM yang digunakan lebih rendah dari yang direkomendasikan?
Bensin dengan nilai oktan rendah beresiko mengalami kejadian yang disebut ‘Self Ignition’ atau ‘premature ignition’, di mana campuran BBM akan terbakar dengan sendirinya tak mampu menahan tekanan kompresi. Padahal busi belum memercikkan api. Ritme pembakaran jadi tidak teratur karena bensin terbakar sendiri akibat tekanan kompresi, bukan oleh percikan api busi.Â
Efek jangka pendek adalah turunnya performa motor, bensin menjadi lebih boros dari biasanya. Efek jangka panjangnya sendiri seperti yang saya alami, di mana motor mengalami knocking sampai ruang bakar yang hancur berantakan, piston bolong, busi meleleh, stang seher bengkok, kruk as melintir, dan lain-lain.
Tapi kan Pertamax mahal? Ada solusi yang lebih murah?
Pada tanggal 24 Juli 2015 PT Pertamina menghadirkan BBM jenis bensin terbaru yang diberi nama Pertalite dengan RONÂ Â 90. Tahap pertama akan dilakukan uji pasar selama dua bulan di 101 SPBU yang tersebar di tiga kota yakni Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No. 313.K/10/DJM.T/2013 tentang Standar dan Mutu Bahan Bakar Bensin 90 yang Dipasarkan di Dalam Negeri,berikut spesifikasi Pertalite :
- Angka Oktana Riset (RON) 90,0.
- Stabilitas oksidasi minimal 360 menit.
- Kandungan sulfur maksimal 0,05% m/m setara dengan 500 ppm.
- Tidak boleh mengandung timbal.
- Tidak ada kandungan logam (mangan dan besi).
- Kandungan oksiden maksimal 2,7% m/m.
- Distilasi 10% penguapan maksimal 74 derajat celsius,titik didih akhir maksimal 215 derajat celsius.
- Residu maksimal 2,0%.
- Sedimen 1 mg/liter.
- Sulfus Mercaptan maksimal 0,002% massa setara dengan 20 ppm.
- Unwashed gum maksimal 70 mg/100 ml.
- Washed gum maksimal maksimal 5 mg/ 100 ml.
- Berat jenis pada suhu 15 derajat celsius minimal 715 kg/m3 maksimal 770 kg/m3.
- Penampulan visual jernih dan terang.
- Berwarna hijau.
- Kandungan pewarna maksimal 0,13 gram/100 liter.
Aditif yang dicampur pada bensin RON 90 harus kompatibel dengan minyak bensin agar tidak menambah kekotoran mesin/kerak. Aditif yang dicampur juga tidak boleh mengandung komponen pembentuk abu (ash forming).
Pertalite dengan jumlah RON 90-91 memiliki kualitas yang lebih baik dari Premium yang memiliki RON 88. Karena nilai RON yang lebih tinggi dari Premium ini, Pertalite juga lebih bagus dalam menjaga kualitas ruang bakar yang lebih bersih sehingga dapat menjaga keawetan mesin. Emisi gas buang Pertalite juga lebih baik dari Premium sehingga lingkungan sedikit lebih terjaga.
Sebagaimana dikutip dari situs Pertamina, keunggulan bensin Pertalite ini adalah :
- Durability
PERTALITE dapat dikategorikan sebagai bahan bakar kendaraan yang memenuhi syarat dasar durability/ketahan, dumana bbk ini tidak akan menimbulkan gangguan serta kerusakan mesin, karena kandungan oktan 90 lebih sesuai dengan perbandingan kompresi kebanyakan kendaraan bermotor yang beredar di indonesia.
Selain itu adanya kandungan aditif detergent, anti korosi, serta pemisah air pada PERTALITE akan mengahambat proses korosi dan pembentukan deposit didalam mesin. - Fuel Economy
Kesesuaian oktan 90 PERTALITE dengan perbandingan kompresi kebanyakan kendaraan beroperasi sesuai dengan rancangannya. Perbandingan Air Fuel Ratio yang lebih tinggi dengan konsumsi bahan bakar menjadikan kinerja mesin lebih optimal dan efisien untuk menempuh jarak lebih jauh karena biaya operasi bahan bakar dalam Rp/Km akan lebih hemat.
- Performance
Kesesuaian angka Oktan PERTALITE dan Aditif yang dikandungnya dengan spesifikasi mesin akan menghasilkan performa mesin yang jauh lebih baik dibandingkan ketika menggunakan Oktan 88. Hasilnya adalah tarikan lebih enteng, kecepatan yang lebih tinggi serta emisi gas buang yang lebih bersih. Hal ini akan menjadikan kendaran lebih lincah dalam bermanufer serta lebih ramah lingkungan.
Meski kualitasnya lebih baik dari Premium, namun harga yang dipatok untuk Pertalite lebih murah dibanding Pertamax, yaitu Rp 8.400 per liter. Dengan adanya pilihan kualitas bensin yang lebih baik dari Premium dengan harga yang kompetitif, Pertalite layak dijadikan pilihan bagi masyarakat yang menginginkan performa tinggi dan hemat bahan bakar.
Pertalite yang memiliki angka oktan 90 juga diyakini dapat meminimalisir terjadinya ketukan (knocking) pada mesin sehingga mesin kendaraan dapat lebih awet.
Nah, kalau kerusakan mesin kendaraan dapat diminimalisir, bukan tidak mungkin Pertalite juga mampu menjadi solusi dalam menekan jumlah pembelian kendaraan bermotor yang ada di Indonesia akibat kerusakan mesin. Kalau mesin sudah rusak parah, orang cenderung membeli kendaraan yang baru dibanding memperbaikinya yang memerlukan biaya cukup besar.
Di Bandung sendiri sudah ada SPBU yang menyediakan Pertalite, yaitu di :
1. SPBU 3440527, Jl. Tol Purbaleunyi Km.125 B, Kota Cimahi
2. SPBU 3140601, Jl. Soekarno Hatta No.728 Bdg, Kodya Bandung
3. SPBU 3140501, Jl. Komp. Perumahan Kotabaru Parahyangan Padalarang, Kab. Bandung Barat
4. SPBU 3440232, Jl. Tol Padaleunyi, Kodya Bandung
Lalu bagaimana dengan Yamaha Mio M3 Blue Core? Cocokkah memakai Pertalite?
Teknologi Blue Core yang terbukti irit jelas sesuai dengan kelebihan Pertalite seperti oktan tinggi dan pembakaran yang efisien. Perpaduan antara teknologi Blue Core dengan Pertalite akan membuat performa motor yang lebih mantap dan biaya pemakaian bahan bakar yang lebih hemat.
Suami memutuskan untuk menguji kemampuan Pertalite di Yamaha Mio M3-nya.Â
Dengan perjalanan sejauh 75 km pulang pergi dari rumah menuju kantor setiap hari, 4 liter Pertalite yang berada di dalam tangki Yamaha Mio M3 ini habis selama 3 kali pulang pergi (225 km). Tarikan juga terasa enteng, tidak jauh dengan memakai Pertamax. Bisa jadi karena nilai oktan yang tidak terpaut jauh dengan Pertamax, hanya berbeda 2 angka saja. Dengan tinggi 173 cm, berat 75 cm, dan kondisi jalan yang memungkinkan untuk melaju dengan kecepatan di atas 60 kpj alias tidak eco riding, konsumsi BBM sekitar 1:55 ini terbilang irit.
Iritnya bahan bakar ini bukan hanya berdampak terhadap biaya operasional sehari-hari saja, tapi juga penggunaan BBM secara global. Jadi semakin irit konsumsi BBM, semakin ramah lingkungan. Yang tak kalah penting, hasil pembakaran Pertalite juga lebih bersih dibandingkan dengan menggunakan Premium. Tak perlu terlalu khawatir dengan kerak yang menumpuk karena hasil pembakaran.
Nah, duet maut Si Tangguh & Si Irit ini terbukti sudah. Tidak ada lagi keraguan dan penasaran akan performa yang disuguhkan Yamaha dengan teknologi Blue Core &Â Pertalite.
Â
*catatan : last edited, mengganti tabel yang sebelumnya tidak terlihat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H