Mohon tunggu...
Alvin Koloway
Alvin Koloway Mohon Tunggu... lainnya -

Freelance Translator Japanese-Bahasa Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Manga dan Bahasa Jepang

26 Agustus 2015   22:07 Diperbarui: 26 Agustus 2015   22:07 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengapa pola pikir orang Jepang menjadi begitu teguh untuk membaca manga? Artikel ini menetapkan landasan baru melalui penyelidikan “The surprising link” antara manga dan cara penulisan bahasa Jepang.

 

Manga dan Bahasa Jepang

Pada abad pertengahan, pekerjaan para pengusaha tergantikan oleh kereta api. Dan mata mereka terpaku kepada komik yang mereka bawa. Untuk memahami mengapa orang Jepang begitu tertarik kepada komik, kita harus menguji bagaimana tulisan Jepang digunakan di dalamnya.

Ketika pengusaha-pengusaha itu sedang menikmati buku komik, mata mereka terlibat dalam dua proses: Yaitu melihat gambar ilustrasinya dan membaca dan membaca teks yang tertulis dalam balon dialog. Apakah mereka melihat gambar ilustrasi dulu lalu membaca teks? Apakah sebaliknya? Ataukah mereka melakukan keduanya secara bersamaan?

Anda boleh mengira bahwa tidak mungkin melakukan keduanya secara bersamaan, tetapi mereka bisa! Ketika Anda membaca majalah atau koran, tanpa sadar mata Anda akan melewati beberapa baris. Walau sekarang pun Anda menolak untuk percaya bahwa Anda baru saja “membaca” demikian, namun ini fakta. Saya ilmuwan yang telah mempelajari ilmu kognitif telah membuktikannya.

Ketika mata membaca manga, otak akan terbagi dalam dua bagian kerja. Sebagian melihat gambar-gambar ilustrasi, dan sebagian lainnya membaca teks. Karena kedua bagian otak terlibat secara bersama-sama, maka kita dapat melihat ilustrasi sekaligus membaca teks.

Dewasa ini, bukan hanya Jepang yang orang-orangnya menyukai manga. Genre-genre manga yang mana sebelumya mengambil contoh dari Tiongkok, telah menyebar ke penjuru dunia,. Orang-orang yang lahir sekitar tahun 1980-an ke atas menyukai dan mengenal karakter-karakter tokoh manga dan cerita anime. Tapi mungkim mereka menerima begitu saja bahwa manga adalah karya asli negara mereka (Beberapa waktu yang lalu, di museum Manga Internasional di Kyoto --dimana saya adalah direktur eksekutifnya, lebih dari 20% pengunjungnya berasal dari negara di luar jepang).

Menapak tilasi manga di Jepang, yaitu ke gulungan gambar yang berjudul “Choju Jinbutsu Ginga (Hewan-hewan dan burung-burung yang memainkan Manusia)”—digambar pada pertengahan abad 12 masehi, kita bisa memperhatikan seni pengerjaannya sebagai permulaan sejarah manga. Namun pertanyaannya, mengapa orang Jepang begitu menyukai kartun sejak zaman se-kuno itu?

Jawabanya, ada hubungannya dengan adat tradisi orang Jepang. Ada sesuatu yang mengondisikan orang-orang untuk menikmati manga. Kita bias menemukan “sesuatu ” itu bila berpikir logis.  

 

Penulisan dan Dua Cara Baca Huruf Kanji

Jantung dari semua kebudayaan adalah bahasa. Penulisan di Jepang menggunakan sistem yang berbeda dengan sistem penulisan di berbagai belahan dunia lainnya. Pertama, isi teks adalah campuran dari dua cara penulisan yang berbeda—Huruf kanji yang dari Tiongkok dan huruf kana yang berkembang di Jepang. Untuk campuran ini, kebudayaan Jepang modern menambahkan elemen lain sebagai perbaikan, termasuk huruf alfabet roma (A,B, C,…) dan angka arab (1,2,3,…). Orang-orang Jepang tidak menyadari ada empat perbedaan cara penulisan yang diambil dari belahan dunia lain. –Setidaknya, sejak mereka mengambil huruf-huruf Tiongkok dan menggunakannya sebagai milik sendiri, mereka membiasakan diri untuk menyerap teks sebaik mungkin. Penulisan Korea juga mencontoh huruf Tiongkok. Namun secara lambat laun mereka membedakannya dari cara Jepang yang memiliki dua cara pengucapan terhadap huruf. Dua cara pengucapan itu ialah, (1) Bunyi yang sama dengan bunyi dari Tiongkok dan (2) Cara pengucapan Jepang yang menjelaskan artinya.

Sebagai contoh, huruf (美), artinya cantik. Kata “cantik” dalam pengucapan Jepang adalah “utsukushii”. Dan huruf ini dibaca Utsukushii dalam beberapa konteks kalimat. Sedangkan pelafalan Tiongkok untuk huruf ini agak sama, yaitu “bi” dan bunyi inilah yang diucapkan dalam beberapa konteks, contohnya ketika berbicara tentang konsep kecantikan.

Berbicara dalam bahasa Jepang dan Tiongkok sangat berbeda antara satu dengan lainnya. Dan orang Jepang tidak terbiasa dengan pelafalan Tiongkok. Cara baca On-yomi yang sebenarnya meniru cara baca Tiongkok sebenarnya terdengar berbeda dengan cara baca Tiongkok itu sendiri. Cara lain melafalkan kata Jepang adalah kun-yomi (Contoh: utsukushii). Ketika bangsa Korea mengadopsi naskah Tiongkok, mereka tidak menambahkan cara pelafalan mereka sendiri kepada huruf-huruf, dan kini mereka punya huruf sendiri, yaitu hangul.

Jika kebudayaan non-Tiongkok hanya meggunakan pelafalan Tiongkok ketika membaca huruf, pembaca lainnya akan selalu memahami bahwa mereka sedang membaca naskah asing di dalam sebuah bahasa asing. Sehingga orang Korea akhirnya menghilangkan huruf asing dan menggunakan huruf mereka sendiri dalam penulisan. Ini tidak akan terjadi di Jepang, dimana huruf Tiongkok diberi on-yomi dan kun- yomi. Dua buah sistem ini cukup rumit ketika mereka harus menggunakannya dengan tepat.

Ketika saya coba menjelaskan ini kepada semua orang asing dari berbagai negara, Sebagian dari mereka merasa kesulitan untuk memahami sistem kun-yomi. Mereka menerima saja bahwa harus mengubah drastis pola pikir mereka saat merlihat huruf-huruf Tiongkok, menambahkan cara baca yang berasal dari luar Tiongkok, dan membacanya sebagai bagian dari kalimat bahasa Jepang.

Pakar linguistik, Suzuki Takao mencontohkan kata “etc”. Beberapa kebudayaan menggunakan kata latin ini namun dibaca sebagai “and so on”(Sebagai contoh kita gunakan bahasa Inggris, ya). Sedangkan pengucapan latin yang sebenarnya adalah “et cetera”. Seperti itulah cara baca kun-yomi. –Jika seorang pembaca bahasa Jepang melihat huruf Tiongkok (Contohnya:等 yang artinya and so on) terkadang orang Jepang memberikan cara baca kun-yominado”   sebagai ganti to.

Seperti yang kita sebutkan bahwa bahasa Jepang dan bahasa Tiongkok itu berbeda, tetapi naskah Tiongkok bias dipakai dan diucapkan sebagai bahasa Jepang asli, karena huruf-hurufnya merepresentasikan maksud, bukan bunyi. Pelafalan Tiongkok sama sekali tidak mengenal cara baca kun-yomi.

Bunyi dan Arti

Di Jepang ketika seseorang didiagnosis menderita disleksia (Kelainan otak yang menyebabkan seseorang tidak mampu membaca), ada dua jenis kondisi yang terjadi—tidak mampu membaca huruf kana, atau tidak mampu membaca huruf kanji. Di Negara lain, disleksia dapat berarti tidak mampu membaca. Hal ini membuktikan bahwa orang Jepang menggunakan sebagian otaknya untuk membaca kana, sebagaian lagi membaca kanji.

Ketika membaca sebuah kalimat, satu bagian bisa membaca, ketika di saat yang bersamaan bagian yang lain juga memahami arti, atau sedang melafalkan bunyi. Karena penulisan mengalami perkembangan, orang Jepang terbiasa untuk memproses diagram (ikon) dan huruf secara bersamaan. Manga memiliki keduanya, yaitu diagram ilustrasi dan teks (balon dialog). Dan oleh karena itu, pengusaha-pengusaha Jepang terlihat mudah menikmati manga di kereta api komuter.Dalam sejarah penulisan di bahasa Jepang, yang mana dikembangkan dalam iklim kebudayaan meereka sendiri, membantu menerangkan mengapa orang dewasa pun masih tekun di dalam penempaan mental saat membaca manga.

Manga mengambil bagian dalam kebudayaan Jepang sejak zama Heian (794-1185 M), ketika cara baca on-yomi dan kun-yomi dikembangkan dan menyebar, lalu berlanjut menjadi elemen kultural yang penting hari ini.

Catatan:

Manga : Komik Jepang

On-yomi: Cara baca Tiongkok

Kun-yomi: Cara baca Jepamg

Utsukushii : Cantik, elok, indah

Nado/ to : Dan lain-lain, dan sebagainya.

 

Judul asli : The Japanese and Manga

Penulis: Yoro Takeshi (Pakar anatomi) dan Direktur Eksekutif Museum Manga Internasional, Kyoto.)

Sumber: Majalah nipon (No 04, 2010, Halaman 8-9)

Penerjemah: Alvin Constantine Koloway

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun