Temajuk adalah desa di ujung Pulau Borneo yang menyimpan sejuta keindahan alam. Setiap sudut alam di desa ini seolah-olah dapat dikategorikan sebagai tempat wisata. Mulai dari pantainya, bukitnya, gunungnya, sampai daratannya, sangat memanjakan mata para pengunjung. Desa yang berbatasan darat langsung dengan negara Jiran ini, ternyata menjadi tempat wisata yang cukup digandrungi oleh wisatawan. Tidak hanya oleh wisatawan lokal bahkan wisatawan asing pun relatif banyak menjadikan Temajuk sebagai alternatif tempat wisata. Penulis sangat bersyukur, diberi kesempatan untuk menikmati keelokan desa ini dan terlebih lagi mengabdi dalam momen KKN Revolusi Mental 2018.
Sebagai mahasiswa KKN yang mengabdi sebulan di sana, tidaklah berlebihan menyimpulkan  temajuk sebagai desa yang mengalami krisis pendidikan. Karena sebagian besar program KKN  yang dilakukan mahasiwa, sangat berkaitan erat dengan dunia ajar mengajar. Mulai dari kelas PAUD, SD, SMP, sampai dengan SMA telah disambangi oleh beberapa mahasiswa untuk sekedar menyapa anak-anak yang masih menaruh harapannya di batas negeri ini. Berawal dari sinilah observasi kami menghasilkan bukti-bukti yang mendukung kesimpulan bahwa tenajuk mengalami ketidakharmonisan dalam dunia pendidkan. Bahkan tak hanya pendidikan formal yang mengalami krisis, pendidikan moral dan akhlaknya pun sangat miris. Padahal temajuk adalah desa yang dihuni oleh hampir 100%  penduduk muslim.
Jumlah Tenaga Pengajar Di Sekolah Yang Sangat Minim
Satu bulan mengabdi sebagai mahasiswa KKN, hal yang pertama ditanyakan oleh para mahasiswa adalah sekolah. Berapa jumlah sekolah, bagaimana bangunan sekolahnya, apakah tersedia sekolah untuk semua tingkatan, apakah tenaga pengajar memadai dan lain-lain. Semua itu dilakukan agar para mahasiswa dapat merancang program sesuai kebutuhan siswa disana. Satu pekan program KKN berjalan, para mahasiswa mendapat informasi dari kepala sekolah SMP N 04 temajuk untuk mengajar full selama 5 hari di 5 kelas SMP tersebut. Penyebab nya adalah karena tenaga pengajar tidak ada, dengan alasan para guru pulang kampung menyambut idul adha. Padahal pekan tersebut bukan lah hari cuti nasional, melainkan inisiatif para guru yang ingin berkumpul dengan keuarganya.
Kejadian guru mudik lebih awal mungkin telah dimaklumi. Pasalnya akses jalan yang menghubungkan kecamatan dan desa tersebut juga masih riskan untuk dilalui. Namun 3 tahun terakhir jalan lintas utama sudah mulai mengalami perbaikan.  Oleh karena itu, para pejuang tanpa tanda jasa itu mengambil inisiatif mudik lebih awal, untuk mengantisipasi hal--hal  diluar keinginan. Mungkin saja penyebab lainya adalah kesejahteraan guru disana tak terpenuhi. Aspek kesejahteraan ini ditinjau dari tempat tinggal atau camp-camp guru yang ala kadarnya dan biaya hidup yang relatif mahal. Satu contoh saja, harga LPJ 3 Kg disana mencapai Rp. 40,000.
Menyangkut jumlah guru, Informasi yang diperoleh mengenai jumlah guru di sekolah menengah pertama disana adalah 10 orang. Jumlah tersebut sangat cukup untuk mendampingi sekitar 120 an siswa di SMP tersebut. Kendati demikian, menurut penuturan salah seorang siswa bahwa tak jarang ada guru yang bolos mengajar sehingga ruang kelas menjadi kosong melompong ditinggal penghuni nya. Pemandangan ini juga pernah dialami oleh penulis, saat mengajar di sekolah menengah pertama tesebut. Tak heran, saat lonceng istirahat berbunyi dua kali, tiba-tiba diiringi oleh suara derungan motor siswa yang tak sabar ingin pulang kerumah. Apalah daya, tak bisa menahan puluhan siswa yang berada diatas kendaraannya dan sudah sangat siap memacu kendaraannya menuju rumah masing-masing.
Menurut kami, dalam proses belajar mengajar ketersediaan infrastruktur dan fasilitas belajar tidaklah menjadi masalah yang serius. Ruang kelas, kursi, meja, dan buku-buku modul belajar juga telah tersedia meskipun seadanya. Akan tetapi yang terpenting adalah kualitas dan kuantitas dari tenaga pengajar, sebab dari situlah akan timbul semangat belajar yang ditularkan dari seorang guru. Karena mengajar adalah memberikan teladan.
Terkontaminasi Pergaulan Bebas dan Budaya AsingÂ
Desa temajuk termasuk daerah yang sangat jauh dari keramaian. Dapat dikatakan pula bahwa Temajuk merupakan daerah yang masih masuk kategori 3T, tertinggal, terdepan dan terluar di Indonesia. Namun disisi lain, temajuk menyimpan sejuta keelokan alam yang tidak ditemukan di daerah lain. Mulai dari Laut dan pantainya yang indah, bukit nya yang eksotis, serta kearifan lokal dan budaya masyarakatnya yang masih dijunjung tinggi. Sehingga desa ini menjadi tempat pariwisata yang dikagumi baik turis lokal ataupun mancanegara.
Sisi buruk daerah wisata yang didatangi oleh turis-turis  adalah masalah penetrasi budaya asing yang merusak budaya lokal. Tak sedikit para turis asing menjadikan Temajuk sebagai tempat tujuan untuk berpesta pora, berfoya-foya, dan bersenang-senang ala budaya barat. Sehingga budaya seperti, kumpul kebo, pacaran, rokok, seolah-olah menjadi bahan tontonan bagi para anak dibawah umur. Sayang, tempat wisata yang dapat menopang ekonomi masyarakat namun disisi lain, justru menjadi bumerang bagi akhlak dan moral kaula mudanya.
Tak heran, jika dijalan atau dipojok lapangan didapi dua sejoli tanpa ikatan bermesraan, anak seumuran SD dan SMP merokok di sekolah, anak SMA ngelem. Bahkan yang sangat encengangkan, kami dapati informasi bahwa narkoba pernah beredar di kampung ini.