Pasal  1 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk  mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya guna memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,  serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dari definisi itu,  pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dan oleh karena itu, harus dengan kesadaran dan terencana pula kemana pendidikan itu harus diarahkan, akankah pendidikan kita berkiblat ke barat,  ke timur, atau berakar pada tradisi?
Apakah kepandaian dan ilmu pengetahuan yang luas itu tidak perlu disertai dengan jiwa yang baik dan budi pekerti yang luhur (akhlaqul karimah)? Jawabannya sudah pasti, bangunlah jiwanya bangunlah badannya. Kita tidak akan pernah suka dengan orang pintar namun hatinya jahat, dan kita akan khawatir saat berurusan dengannya. Kita yakin bahwa jiwa yang kerdil itu, ketika diberikan ilmu pengetahuan yang besar hanya akan menimbulkan bencana dan malapetaka. Ibarat sebilah pedang yang sangat tajam diberikan kepada orang gila, kita akan susah sekali mengendalikannya. Yang demikian itu sudah jelas salah; saat menganggap agama hanyalah sebuah ilmu pengetahuan teori serta sebuah kegiatan ritual seperti wiridan yang berkepanjangan. Agama tidak akan memberikan arti jika ia tidak dapat berperan untuk mengekang hawa nafsu dan watak manusia. Dalam ajaran agama, pensucian jiwa seseorang merupakan tujuan dari berbagai kewajiban agama yang dibebankan kepada manusia. Â Dan diantara pensucian jiwa itu, dapat dilakukan dengan melalui pendidikan yang benar, yakni penyucian diri dari berbagai sifat-sifat buruk dan menundukkan segala naluri dibawa kekuasaan akal yang beriman sehingga ia tidak akan melampaui batas dan tidak pula semena-mena (zalim).
C. Kluckhohn dalam karyanya yang berjudul Universal Categories of Cultures ia menjelaskan bahwa sistem religiusitas atau agama sangat diperlukan oleh manusia untuk memuaskan suatu rangkaian hasrat atau naluri dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan yang sulit diterima akal. Disini agama juga berfungsi sebagai pengatur hubungan manusia dengan Sang Penciptanya. Oleh karena itu, sebagai manusia yang tidak mungkin lepas dari budaya dan berbudaya, maka selaraslah apa yang dikatakan oleh Koentjaraningrat yang mengartikan kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan, milik diri manusia dengan belajar yang berujung bahwa kebudayaan timbul sebagai hasil belajar dan pembelajaran.
Orang yang memperhatikan kebudayaan modern akan mendapati bahwa kebudayaan ini telah mengalami kemajuan pesat dalam berbagai bidang eksplorasi kekayaan alam, menggunakan rekayasa genetika untuk menguatkan pangan, atau industrialisasi mesin untuk meciptakan jutaan produk, dan membangkitkan energi untuk keperluan listrik yang semakin banyak serta penjelajahan ruang angkasa untuk menemukan dunia baru. Benarkah semua itu merupakan kemajuan manusia yang sebenarnya?
[caption id="attachment_149580" align="aligncenter" width="400" caption="Hasil ulah tangan manusia atau kepentingan manusia?"][/caption]
Jawabannya sudah pasti berbeda-beda, namun dalam opini sendiri - ternyata kemajuan ini ditunggangi oleh berbagai macam kepentingan pribadi dan golongan tertentu. Hawa nafsu dan kezaliman (baca: ketidak-adilan) leluasa di mana-mana bahkan kejahatan orang orang berkerah putih dan berdasi merah semakin menyebar luas. Semua ini ternyata menimbulkan kerusakan di daratan dan di lautan, bahkan di udara kita dan puncaknya adalah sikap pembangkangan kepada alam dan Sang Pencipta serta menganggap bahwa agama adalah racun dunia atau tetap beragama namun tidak agamis.
Ketika Tuhan menyindir; pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya. Allah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan penghalang atas penglihatannya? Siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah [membiarkannya sesat]? Kemudian, kenapa kamu tidak mengambil pelajaran?.  Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya serta menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.
Anehnya mereka akan berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup (itu sudah biasa) dan tidak ada yang membinasakan kita selain masalah waktu saja", maka Tuhanpun menyindir mereka dengan firman-Nya: "Hmm... mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja!"
Benang yang kusut tidak aka dapat dibuka melainkan setelah diurai simpulnya satu persatu. Demikian juga dengan jiwa yang kusut -tidak akan dapat kembali kepada fitrah-nya dan tidak akan menjadi baik kembali kecuali jika penyakitnya telah lenyap atau disembuhkan dan ia menjadi sehat kembali. Ibadah seseorang dapat dikatakan benar dan diterima disisi Tuhan jika ibadah itu dapat memperbaiki jiwa pelakunya, meluruskan segala penyelewengannya, dan menunjukkannya kembali kejalan yang lurus.
Saat kita memperhatikan diri sendiri dan orang-orang disekitar kita, disitu kita akan tahu bahwa jarak antara kita tentang kebenaran dan kebaikan itu sangat jauh. Sangat jauh karena kita tahu apa obat untuk penyakit kita namun kita enggan berobat dengan baik dan kita tidak melakukannya dengan sabar. Sementara disana ada juga orang yang tidak sadar bahwa dia lagi sakit, bahkan dia menolak usaha-usaha orang lain yang hendak mengobati sakitnya. Terkadang mereka yang sakit mengaku bahwa ia adalah seorang dokter yang berpengalaman.
Tuhan berfirman: "Demi jiwa beserta penyempurnaannya, sesungguhnya Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaan. Maka beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotori jiwanya."Kita tidak akan pernah dapat membedakan antara orang yang takut kepada Tuhan dan berbudi-pekerti luhur. Barangkali ada seseorang yang memperlakukan kita dengan baik, lemah-lembut, ramah-tamah, pengertian, dan selalu berseri ketika kita jumpa. Tetapi apa artinya perbuatan itu jika ia tidak mengingat janjinya kepada Tuhannya, tidak mensyukuri nikmat anugerah-Nya, dan tidak taat kepada agama-Nya? Apakah kita akan menganggapnya mereka adalah orang yang mulia dan berbudaya karena telah melakukan kita dengan baik dan sopan sementara ia membangkang kepada Tuhannya dengan begitu buruk?
Kita mengerti sekarang, bahwa kebudayaan modern banyak melalaikan dan mengetepikan dimensi ketuhanan dari bidang manapun. Jelas sekali ini adalah dosa besar baginya, lantas apakah kita akan meniru yang kasat oleh mata itu? Orang yang baik dan berbudaya itu tidak mungkin berkepribadian berbeda-beda, disini baik namun disana jahat. Orang yang baik dan berbudaya adalah yang memiliki satu watak kepribadian yang sama dan tetap dimanapun dan kapanpun ia berada. Sungguh suatu kebodohan yang tidak ada bandingannya ketika orang itu ingkar kepada Tuhanya, membangkang-Nya secara terang-terangan, lalu ia berharap mendapat sanjungan dari manusia bahwa ia berbudi pekerti baik dan berbudaya, hanya karena ia bersikap sopan santun kepada sesama manusia, namun kepada Tuhan ia tetap ingkar.
Makna iman kepada Tuhan yang nanti akan mempengaruhi jiwa kita adalah dengan mengenal-Nya dengan benar dan sudah pasti pada akhirnya kita akan menyandarkan diri kepada-Nya. Semua ini tidak akan dapat dicapai kecuali oleh orang-orang yang mendidik-dirinya, membangun jiwanya, dan memelihara perilakunya. Kita tidak pantas menjadi orang besar kecuali jika kita telah memperbaiki keadaan dan perilaku kita sendiri.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana dengan sosok yang mendekatkan diri kepada-Nya namun prilakunya buruk, pengetahuannya dangkal, bodoh, kemproh, dan anarkis? Kenyataan... ada sebagian orang-orang yang beragama namun justru ia telah jauh dari agama karena sifat dan perlakuan mereka yang rendah. Beragama seperti ini sangat membahayakan agama yang benar.
Sebagian manusia memang ada yang sibuk berusaha menghancurkan sesamanya, mencari-cari aib saudaranya, dan merasa senang diatas penderitaannya. Kita tak habis fikir, mengapa orang orang seperti itu berfikiran bahwa dia tidak akan dapat membangun dirinya sendiri melainkan dengan menghancurkan orang lain. Sifat seperti ini sama dengan  sosok orang yang ingin mendekatkan diri kepada Tuhannya namun prilakunya buruk, pengetahuannya dangkal, bodoh, kemproh, dan anarkis?
Ada satu persoalan yang menarik perhatian kita saat melihat keadaan yang menyedihkan dari umat manusia ini. Persoalan ini tampaknya bersifat keilmuan, namun sebenarnya ia lebih merupakan persoalan akhlak (budi pekerti) dan pendidikan. Disana ada sekolmpok manusia yang sibuk mencari kenikmatan dunia; matanya senang memandangi wanita-wanita, mereka berfikir bahwa adalah hak asasi setiap manusia untuk memuaskan hawa nafsunya, karena hawa nafsu tidak mungkin untuk dikekang. Jika ada yang mengekang hak asasi ini, maka ajaran itu hanyalah ajaran yang sudah usang lagi sudah tertinggal! Sedangkan disisi lain ada juga para penjilat yang tunduk dibawah kaki dan ketiak tuan dan tuhan mereka, setia sepenuhnya dan siap mejalankan perintah untuk memuji ini dan mencela itu. Bagaimana dengan itu?
Kita sudah tahu jawabannya masing-masing... Insya Allah :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H