Pemenuhan Kriteria Ekowisata di Malang Skyland
Salah satu destinasi wisata yang menarik untuk dipantau dan dikaji pemenuhan kriterianya adalah Malang Skyland. Destinasi ini mempromosikan diri dengan branding ekowisata modern, di mana wisatawan yang datang dapat menikmati keindahan alam yang disajikan melalui teknologi pemandangan 360 derajat.
Namun, hingga saat ini, tulisan yang menyertakan destinasi tersebut tampaknya belum membahas mengenai konservasi, edukasi, maupun keterlibatannya dengan masyarakat lokal.
Walaupun begitu, melihat bahwa destinasi ini baru dikembangkan mulai Oktober lalu, akan sangat baik apabila pengelolanya dapat mempertanggung jawabkan judul ekowisata yang mereka sertakan dan dapat memenuhi kriteria tersebut atau bahkan lebih.
Pemenuhan Kriteria Ekowisata di Bird Watching Isio Hill’s
Selain Malang Skyland, destinasi lain yang menarik untuk dikaji pemenuhan kriteria ekowisatanya adalah ekowisata Bird Watching Isio Hill’s yang terletak di Rhepang Muaif, Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura.
Destinasi satu ini membawakan tema bird watching sebagai konsep ekowisata mereka. Menakjubkannya, ekowisata ini telah mendapatkan dukungan penuh dari WWF Indonesia, Dinas Kehutanan Provinsi Papua, dan 7 BUMN.
Alex Waisimon, penginisiasi ekowisata Bird Watching Isio Hill’s menyampaikan melalui kanal Youtube National Geographic Indonesia mengenai konservasi burung yang dilakukan di destinasi tersebut.
“Kegiatan ini kita khususnya mengangkat wisata burung Cendrawasih. Lewat burung Cendrawasih ini kita mengenal(kan) aset bangsa ini kepada dunia internasional. Kalau burung Cendrawasih sendiri, ada 8 jenis di sini yang bisa kita temui.[...] dan burung-burung lain seperti Mambruk, Kasuari, Kuskus, dan banyak burung langka [...].” (National Geographic Indonesia, 2021).
Tidak hanya konservasi alam, ekowisata Bird Watching Isio Hill’s kemudian dikembangkan agar masyarakat adat dapat berpartisipasi juga. Pastisipasi tersebut dilakukan oleh mama-mama (ibu-ibu) dari setiap suku dengan membuat Noken, yaitu sebuah kerajinan tangan berupa tas yang bisa dibuat dari tali rami, bunga anggrek, atau kulit kayu. Selain itu, Alex juga menyampaikan mengenai pembuatan tempat belajar bagi anak-anak yang tidak sekolah,
“Tahun depan kita sudah memulai sekolah alam. Bagaimana anak-anak yang tidak sekolah belajar di alam dan mereka punya pengetahuan untuk mereka bisa bersaing dalam era globalisasi.” (National Geographic Indonesia, 2021).