Mohon tunggu...
Alvina Putri Utami
Alvina Putri Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sekilas tentang sejarah dan kehidupan sosial di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resensi Buku "Asal Usul Perang Jawa, Pemberontakan Sepoy, dan Lukisan Raden Saleh" oleh Dr. Peter Carey

17 Juni 2022   08:27 Diperbarui: 17 Juni 2022   08:32 1539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebaliknya, Geger Sepoy mengakibatkan India berada dalam krisis terbesarnya sebelum munculnya pergerakan nasional pada akhir abad ke-19 dan 20. Muncul gerakan Great Mutiny yakni kumpulan tentara sewaan India yang berusaha untuk mengembalikan ancien regime (India Tradisional) dengan menjadika putri terskhir Raja Moghul sebagai penguasa. Namun hal ini berhasil ditumpas Inggris dan berakhir dengan pengangkatan Ratu Victoria dari Inggris sebagai Kaisar India. Pada masa selanjutnya, sekitar 30-40 tahun setelah gerakan Great Mutiny, lahirlah gerakan nasional di India. Mereka menuntut akan identitas nasional dan tempat baginya. Di Indonesia, kesadaran ini baru timbul 80 tahun kemudian sekitar tahun 1910.

Namun, baik di Indonesia maupun di India, periode antara gerakan tradisional yang besar dengan gerakan nasional ditandai dengan gerakan lokal seperti pemberontakan petani, pemogokan buruh, dan sebagainya. Namun, tidak semua gerakan itu anti-kolonial, seringkali gerakan itu hanya menuntut perkbaikan nasih secara lokal atau sektoral.

Pada bulan Maret 1830, Dipanegara dipanggil ke Magelang untuk menghadiri konferensi "perdamaian" yang menghadirkan Letnan Jenderal H.M. de Kock. Pada masa ini, Van Den Bosch menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Van Den Bosch menulis surat kepada de Kock yang intinya memerintahkan untuk tidak membuat persetujuan apapun dengan Dipanegara. Dipanegara harus menyerah tanpa paksa terhadap Belanda. Kedatangan Dipanegara ke Magelang sebenarnya dipahami Dipanegara sebagai suatu perundingan untuk mencapai jalan perdamaian terbaik dan seandainya jalan itu tidak dapat diraih, maka Dipanegara diperkenankan kembali ke Bagelen untuk meneruskan perjuanganya. Namun kiranya itu hanyalah tipu muslihat Belanda belaka. De kock melakukan sikap-sikap palsu untuk memastikan Dipanegara menyerahkan diri secara utuh dan segera mengakhiri perang yang berkecamuk.

De Kock memahami berdasarkan laporan yang didapatkanya dari mata-mata pengikut Dipanegara bahwa Dipanegara tidak akan menyerah tanpa syarat kepada Belanda. Beliau hanya ingin diakui kedudukanya sebagai Sultan di selatan pulau Jawa. para petinggi Jawa lebih lanjut mengemukakan bahwa yang diinginkan Dipanegara tidak lebih dari sebagai seorang "Pemimpin Agama Islam". Hal ini dipahami De Kock sebagai penyebab Dipanegara mengacau di Yogyakarta dan Surakarta.

Akhirnya pada 28 Maret 1830, dengan dalih undangan perundingan kembali dari De Kock, pangeran Dipanegara ditangkap oleh Belanda dan dipaksa mengalah tanpa syarat kepada pemerintah kolonial di Magelang.  Berita tersebut kemudian disebarluaskan gubernur jenderal ke seluruh penjuru Nusantara.

Peristiwa penangkapan Diponegara ini diabadikan dalam suatu lukisan yang cukup fenomenal karya Raden Saleh (1814-1880). Dalam lukisan tersebut banyak kesan drama yang ditambahkan. Karya ini dipersembahkanya kepada Raja Belanda, Willem III. Selain Raden Saleh, seorang seniman Belanda, Nicolaas Pieneman (1809-1860) juga melukis peristiwa tersebut dengan lebih resmi dan kaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun